Trump Usulkan Gaza Jadi ‘Zona Kebebasan’, Hamas Tegas Menolak: Gaza Bukan untuk Dijual

16 May 2025 12:12 WIB
potret-brigade-al-qassam-pasukan-khusus-hamas-yang-tembus-israel-7_169.jpeg

Kuatbaca.com - Dalam rangkaian kunjungannya ke kawasan Timur Tengah, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu polemik internasional dengan menyampaikan gagasan untuk mengubah Jalur Gaza menjadi ‘zona kebebasan’. Pernyataan tersebut disampaikannya saat berada di Qatar, negara kedua yang dikunjungi Trump setelah Arab Saudi dalam turnya ke kawasan tersebut.

Trump menyebut bahwa ia memiliki “konsep luar biasa” untuk Gaza, yaitu menjadikannya sebagai wilayah yang dikelola oleh Amerika Serikat dengan sistem kebebasan ekonomi dan sosial. Ia bahkan menyampaikan kesiapannya jika AS harus “mengambil alih Gaza” dan membentuknya sebagai zona kebebasan internasional yang terbuka.

"Saya memiliki konsep untuk Gaza yang menurut saya sangat bagus, menjadikannya zona kebebasan... Saya akan bangga jika Amerika Serikat memilikinya," ujar Trump saat berbicara dalam kunjungan resminya di Doha, Kamis (15/5/2025).

1. Hamas: Gaza Adalah Tanah Air Kami, Bukan Komoditas

Menanggapi pernyataan itu, kelompok perlawanan Palestina, Hamas, secara tegas menolak rencana tersebut dan menyatakan bahwa Jalur Gaza bukanlah wilayah yang bisa diambil alih atau dijual kepada pihak asing. Hamas menyampaikan bahwa Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari tanah Palestina, dan rakyat Palestina memiliki hak sejarah serta legal atas wilayah tersebut.

Salah satu pejabat senior Hamas, Basem Naim, menyampaikan pernyataan resminya yang menegaskan bahwa gagasan Trump tersebut mencerminkan pemahaman keliru terhadap akar konflik dan hak-hak rakyat Palestina.

"Gaza merupakan bagian integral dari tanah Palestina -- Gaza bukan real estate untuk dijual di pasar terbuka," tegas Basem Naim.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya tetap berkomitmen membela tanah air Palestina dan siap melakukan pengorbanan apa pun untuk menjaga kedaulatan serta masa depan rakyat Gaza.

2. Gagasan Relokasi dan Pembangunan Resor: Patahkan Simpati Dunia

Bukan kali pertama Trump melontarkan ide yang menimbulkan kemarahan dunia Arab dan komunitas internasional. Sebelumnya, pada Februari 2025, Trump juga pernah mengusulkan agar penduduk Gaza direlokasi ke negara tetangga seperti Mesir atau Yordania. Ia mengklaim bahwa warga Palestina akan hidup lebih baik jika dipindahkan dari wilayah konflik.

Trump bahkan sempat menyampaikan bahwa Jalur Gaza memiliki potensi untuk dijadikan resor tepi pantai yang akan mendatangkan investasi internasional, sebuah gagasan yang dinilai oleh banyak pihak sebagai upaya kolonialisme gaya baru.

3. Reaksi Rakyat Palestina: Hak dan Identitas Tidak Bisa Dinegosiasikan

Warga Gaza secara luas menolak gagasan yang disampaikan oleh mantan Presiden AS tersebut. Mereka menilai bahwa usulan Trump mengabaikan hak asasi, sejarah perjuangan, dan identitas bangsa Palestina. Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta orang yang telah hidup dalam blokade dan konflik selama puluhan tahun, namun tetap mempertahankan keberadaan dan aspirasi nasional mereka.

Penolakan keras dari berbagai kelompok dan warga Palestina menjadi bukti bahwa wacana perubahan status Gaza bukan hanya persoalan politik internasional, tapi juga menyentuh identitas dan eksistensi kolektif rakyatnya. Usulan relokasi dinilai sebagai bentuk pemaksaan yang tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

4. Situasi Gaza di Tengah Krisis Kemanusiaan dan Politik Internasional

Hingga kini, Jalur Gaza masih berada dalam tekanan besar akibat blokade panjang yang diberlakukan Israel sejak tahun 2007. Wilayah ini terus mengalami keterbatasan akses terhadap bantuan kemanusiaan, listrik, air bersih, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan. Di tengah kondisi tersebut, wacana “pengambilalihan” oleh pihak asing justru memperkeruh suasana dan dianggap mencederai perjuangan rakyat Palestina.

Pernyataan Trump datang di saat yang sangat sensitif, ketika banyak pihak di dunia internasional tengah berupaya menekan Israel untuk membuka jalur bantuan kemanusiaan dan menghentikan agresi di kawasan tersebut. Kelompok Hamas dan berbagai organisasi kemanusiaan menilai bahwa solusi damai dan penghormatan terhadap hak rakyat Palestina harus menjadi prioritas utama, bukan justru mendiskusikan model pengelolaan baru yang tidak melibatkan rakyat setempat.

internasional

Fenomena Terkini






Trending