Trump Sebut Xi Jinping Sosok Sulit dalam Negosiasi Tarif Impor

5 June 2025 11:28 WIB
trump-dan-xi-jinping-saat-bertemu-di-sela-sela-g20-di-osaka-jepang-tahun-2019-lalu-1749025443259_169.jpeg

Kuatbaca - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menyinggung hubungan dagang yang kompleks antara AS dan China. Dalam sebuah pernyataan terbaru, Trump mengungkapkan bahwa dirinya pernah menghubungi Presiden China, Xi Jinping, untuk membahas kebijakan tarif impor yang selama ini menjadi sumber ketegangan kedua negara. Meski hubungan personalnya dengan Xi tergolong hangat dan penuh rasa hormat, Trump menilai Xi adalah sosok yang sangat tangguh dan sulit untuk diajak berunding.

Pernyataan ini muncul di tengah upaya kedua negara menegosiasikan kembali kesepakatan dagang yang sempat membaik, namun kini kembali menemui jalan buntu. Trump menegaskan bahwa ia menghargai Xi sebagai seorang pemimpin, namun perbedaan pandangan terkait tarif dan kebijakan perdagangan tetap menjadi penghalang besar dalam dialog mereka.

Tarif Impor dan Dampaknya pada Perang Dagang Global

Perseteruan dagang antara Amerika Serikat dan China sejatinya bukan hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh AS memicu gelombang perang dagang yang berimbas luas ke pasar global. Trump adalah sosok utama di balik kebijakan proteksionis tersebut, dengan alasan untuk melindungi industri dalam negeri AS dari persaingan yang dianggap tidak adil.

Namun, kebijakan ini juga menuai kritik tajam, termasuk dari lembaga peradilan di AS sendiri. Pengadilan Perdagangan Internasional yang berbasis di Manhattan bahkan memutuskan bahwa kebijakan tarif impor tersebut melampaui kewenangan presiden. Putusan ini menandai momen penting di mana sistem hukum AS memeriksa batas-batas kekuasaan eksekutif dalam mengambil kebijakan ekonomi yang berdampak global.

Sengketa Hukum atas Kebijakan Tarif

Setelah putusan pertama dari pengadilan di Manhattan, pengadilan federal di Washington, D.C. menguatkan putusan tersebut. Mereka menilai bahwa penerapan tarif besar-besaran itu melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional yang hanya boleh digunakan dalam situasi darurat nasional yang benar-benar luar biasa.

Langkah hukum ini menggoyahkan strategi dagang Trump dan memaksa pemerintahan AS untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya. Trump sendiri sudah mengajukan banding dan berusaha menunda pelaksanaan putusan tersebut dengan alasan bahwa keputusan ini dapat menghambat proses negosiasi dengan China serta mitra dagang lainnya.

Tantangan Diplomasi di Tengah Tekanan Hukum dan Ekonomi

Situasi yang dihadapi Trump bukan hanya sekadar soal negosiasi politik, tetapi juga tekanan dari sistem hukum domestik yang mulai membatasi ruang gerak kebijakan ekonomi luar negerinya. Ini mencerminkan dilema yang dialami oleh banyak pemimpin dunia saat harus menyeimbangkan kepentingan nasional dengan aturan hukum yang berlaku.

Sementara itu, Xi Jinping dan pemerintah China tetap memantau perkembangan ini dengan cermat. Sikap Xi yang menurut Trump sulit diajak berunding menandakan bahwa negosiasi tidak akan mudah dan akan memerlukan pendekatan yang lebih strategis serta kompromi dari kedua pihak.

Ke depan, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China masih penuh ketidakpastian. Tarif impor yang selama ini menjadi alat tawar dalam perang dagang harus dikelola dengan hati-hati agar tidak merugikan kedua belah pihak secara berlebihan. Selain itu, tekanan hukum di dalam negeri AS juga menjadi faktor yang mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri.

Trump, sebagai figur sentral dalam dinamika ini, masih menunjukkan keinginannya untuk terus berkomunikasi dengan Xi, walau mengakui bahwa proses tersebut penuh tantangan. Perkembangan negosiasi dan keputusan pengadilan di AS akan menjadi penentu arah hubungan dagang kedua negara di masa mendatang.

internasional

Fenomena Terkini






Trending