Serangan Drone Rusia Guncang Kharkiv, Puluhan Warga Sipil Terluka

Kuatbaca.com - Konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina kembali memanas. Pada Jumat malam, 2 Mei 2025, kota Kharkiv yang terletak di timur laut Ukraina kembali menjadi sasaran serangan udara menggunakan drone. Kota ini mengalami kerusakan serius di berbagai sektor, dengan jumlah korban luka mencapai sekitar 50 orang. Serangan ini menjadi bagian dari rangkaian agresi militer yang terus dilakukan Rusia terhadap wilayah Ukraina, terutama kawasan sipil yang berada di dekat garis depan.
Kharkiv merupakan kota terbesar kedua di Ukraina dan memiliki posisi strategis karena letaknya yang dekat dengan perbatasan Rusia. Sejak awal invasi besar-besaran pada tahun 2022, kota ini menjadi salah satu target utama serangan artileri dan udara dari Moskow. Dampak yang ditimbulkan pun sangat besar, baik terhadap infrastruktur maupun kehidupan sosial masyarakat.
1. Anak-Anak Ikut Jadi Korban, Fasilitas Sipil Rusak Parah
Gubernur Kharkiv, Oleg Synegubov, menyampaikan melalui kanal resmi bahwa serangan tersebut menghantam empat distrik di kota itu. Dari data yang disampaikan, korban luka termasuk seorang anak perempuan berusia 11 tahun. "Hampir 50 orang terluka karena serangan besar-besaran oleh penjajah," ungkap Synegubov, menjelaskan bahwa serangan menyebabkan kebakaran hebat dan kerusakan signifikan pada bangunan perumahan, infrastruktur sipil, serta kendaraan yang berada di sekitar lokasi.
Serangan udara ini tidak hanya mengakibatkan korban luka tetapi juga menghancurkan semangat warga yang telah berbulan-bulan mencoba menjalani hidup normal di tengah ketegangan. Meski sudah terbiasa dengan bunyi sirene dan ledakan, warga Kharkiv masih terpukul setiap kali serangan baru datang. Rumah-rumah rusak, jalan-jalan porak-poranda, dan fasilitas umum seperti sekolah serta rumah sakit kini dalam kondisi memprihatinkan.
2. Serangan ke Zaporizhzhia dan Upaya Perdamaian yang Belum Berbuah
Hanya beberapa jam sebelum serangan di Kharkiv, Rusia juga melancarkan serangan serupa ke Zaporizhzhia, sebuah kota penting di bagian selatan Ukraina. Lebih dari 20 orang terluka dalam insiden itu. Serangan ini menunjukkan bahwa intensitas konflik belum mereda meskipun ada perundingan yang terus dilakukan oleh pihak-pihak internasional, termasuk Amerika Serikat yang berupaya menjadi mediator antara Kyiv dan Moskow.
Walaupun upaya diplomatik terus digencarkan, kenyataannya adalah medan perang masih aktif. Serangan-serangan ini menunjukkan bahwa Rusia belum menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan eskalasi, justru terus menggunakan senjata-senjata jarak jauh seperti drone dalam melancarkan serangan ke wilayah sipil.
3. Gencatan Senjata Tiga Hari: Realitas atau Strategi Propaganda?
Menariknya, beberapa saat setelah rentetan serangan ini, Rusia mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari bertepatan dengan peringatan kemenangan Perang Dunia II yang biasa dirayakan di Lapangan Merah, Moskow. Namun, pemerintah Ukraina menilai deklarasi gencatan senjata ini hanya sebagai bentuk manipulasi politik dan propaganda semata.
Kyiv menuding bahwa langkah tersebut bukanlah bentuk niat tulus untuk meredakan ketegangan, melainkan hanya dilakukan untuk kepentingan upacara tahunan Kremlin. Pemerintah Ukraina bahkan menyebutnya sebagai strategi untuk menenangkan opini publik internasional sambil tetap melanjutkan operasi militer di lapangan secara terselubung.
4. Kerja Sama Baru dengan AS dan Harapan di Tengah Derita
Meskipun didera gelombang serangan, Ukraina juga mencatat kabar penting dalam aspek kerja sama internasional. Kyiv dan Washington baru saja menandatangani perjanjian strategis terkait ekstraksi mineral penting di Ukraina, langkah yang dinilai akan membantu ekonomi nasional sekaligus memperkuat hubungan bilateral di tengah situasi perang.
Kesepakatan ini menjadi secercah harapan bagi warga Ukraina, khususnya dalam mempersiapkan masa depan pascaperang. Meski saat ini situasi masih jauh dari stabil, kerja sama ini dapat membuka jalan bagi pemulihan ekonomi dan pembangunan ulang infrastruktur yang rusak parah akibat konflik berkepanjangan.