Ribuan Demonstran Kepung Bangkok, PM Paetongtarn Didesak Mundur Usai Skandal Bocoran Telepon

1. Gelombang Aksi Massa Kembali Guncang Bangkok
Kuatbaca.com - Krisis politik di Thailand kembali memanas. Ribuan demonstran antipemerintah kembali turun ke jalan di Bangkok, Sabtu (28/6/2025), menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra. Aksi ini dipicu oleh bocornya rekaman telepon Paetongtarn dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang memicu kemarahan publik atas dugaan ketidaklayakan dan ketundukan terhadap negara asing.
Sekitar 4.000 orang memadati kawasan Monumen Kemenangan, melambaikan bendera nasional sebagai simbol kecaman terhadap kepemimpinan PM muda berusia 38 tahun itu. Massa demonstran sebagian besar berasal dari kalangan lanjut usia dan dipimpin oleh tokoh-tokoh veteran gerakan "Yellow Shirt", kelompok konservatif yang pernah menggulingkan ayah Paetongtarn, Thaksin Shinawatra, pada awal 2000-an.
2. Koalisi Retak: Partai Bhumjaithai Tarik Dukungan
Krisis kepemimpinan Paetongtarn makin dalam setelah Partai Bhumjaithai, mitra koalisi terbesar kedua dalam pemerintahan, resmi meninggalkan koalisi. Mereka menuding Paetongtarn terlalu lunak terhadap Kamboja, khususnya dalam menyikapi sengketa wilayah perbatasan dan mengabaikan peran militer Thailand.
Dalam rekaman telepon yang bocor dan bertanggal 15 Juni 2025, Paetongtarn terdengar menyapa Hun Sen dengan sebutan “paman” dan memintanya agar menyelesaikan sengketa secara damai, serta tidak mengindahkan pendapat dari “pihak lain di Thailand”, termasuk seorang jenderal militer yang disebut sebagai lawan politiknya.
Bagi banyak warga, isi percakapan itu dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan nasional dan mempermalukan militer Thailand di forum internasional.
3. Tekanan Politik dan Proses Hukum Menanti
Gelombang desakan mundur terhadap Paetongtarn tidak hanya datang dari jalanan, tetapi juga mulai bergulir di tingkat kelembagaan. Mahkamah Konstitusi Thailand dijadwalkan pada Selasa mendatang akan memutuskan apakah akan menerima petisi dari para senator yang menuntut pencopotan dirinya atas tuduhan ketidakprofesionalan dalam mengelola urusan luar negeri dan relasi militer.
Di hari yang sama, Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn, juga akan menghadapi sidang atas tuduhan pencemaran nama baik kerajaan, terkait komentar yang dilontarkannya satu dekade lalu dalam wawancara dengan media Korea Selatan.
Paetongtarn, yang baru menjabat kurang dari setahun setelah pendahulunya didiskualifikasi oleh pengadilan, kini menghadapi ujian terberat sepanjang karier politiknya. Ia sebelumnya dianggap sebagai wajah baru Partai Pheu Thai dan simbol rekonsiliasi pasca-eksil panjang ayahnya.
4. Paetongtarn Bertahan: “Itu Hanya Taktik Diplomasi”
Menanggapi krisis yang membelitnya, Paetongtarn menyatakan bahwa ucapannya dalam rekaman telepon yang bocor adalah bagian dari taktik negosiasi diplomatik, bukan bentuk pelecehan terhadap militer atau negara.
“Saya tidak berniat menyerang siapa pun. Percakapan itu adalah bagian dari strategi untuk meredam ketegangan,” katanya kepada wartawan.
Namun, banyak pihak menilai penjelasan tersebut tidak cukup untuk meredam kemarahan publik yang telah terlanjur merasa kecewa dan khawatir terhadap arah kebijakan luar negeri Thailand.
Masa Depan Paetongtarn di Ujung Tanduk
Gelombang demonstrasi, hilangnya dukungan koalisi, tekanan dari lembaga legislatif, dan sorotan publik atas skandal diplomatik membuat posisi Paetongtarn Shinawatra semakin tidak stabil. Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan segera diumumkan, dan bayang-bayang sidang sang ayah, masa depan politik dinasti Shinawatra kembali diguncang badai.
Pertanyaannya kini bukan hanya soal apakah Paetongtarn akan bertahan, tapi apakah Thailand akan kembali jatuh ke dalam siklus konflik politik kronis yang telah mewarnai sejarahnya selama dua dekade terakhir.