New York -Unjuk rasa memprotes kematian wanita muda bernama Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral usai ditangkap karena melanggar aturan hijab semakin meluas di Iran. Presiden Ebrahim Raisi pun memperingatkan para demonstran untuk tidak memicu kekacauan dalam aksi mereka.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (23/9/2022), Raisi menegaskan dirinya telah memerintah penyelidikan terhadap kematian Amini yang memicu gelombang protes di berbagai wilayah Iran. Amini yang berusia 22 tahun itu tewas dalam tahanan polisi, pekan lalu, usai ditangkap karena mengenakan 'pakaian yang tidak pantas'.
Unjuk rasa memprotes kematian Amini dan memprotes polisi moral Iran telah berlangsung selama beberapa hari terakhir sejak Amini diumumkan meninggal pada Jumat (16/9) lalu. Sedikitnya 11 orang tewas, dengan empat orang di antaranya merupakan personel keamanan, dalam aksi protes yang meluas di Iran.
"Ada kebebasan berekspresi di Iran ... tapi aksi yang memicu kekacauan tidak dapat diterima," tegas Raisi dalam konferensi pers di sela-sela menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), pada Kamis (22/9) waktu setempat.
Unjuk rasa yang marak beberapa waktu terakhir ini menjadi unjuk rasa terbesar yang terjadi di Iran sejak tahun 2019 lalu. Para wanita memainkan peran penting dalam unjuk rasa tersebut, di mana mereka ramai-ramai mencopot dan membakar hijab mereka.
Bahkan ada sejumlah wanita yang nekat memotong rambut mereka di depan umum dalam bentuk tantangan langsung untuk pemimpin Iran.
Para demonstran di Teheran dan beberapa kota lainnya melakukan aksi-aksi anarkis, seperti membakar kantor polisi dan kendaraan polisi, dengan kemarahan publik atas kematian Amini belum juga mereda. Laporan-laporan lainnya menyebut para personel pasukan keamanan atau kepolisian Iran diserang.
Sebuah video pada akun Twitter 1500tasvir menunjukkan unjuk rasa terjadi di kota Bukan dengan suara tembakan terdengar sebagai latar belakang. Posting media sosial akun itu menyebut unjuk rasa memprotes kematian Amini telah meluas di sebagian besar dari total 31 provinsi Iran.
Kementerian Intelijen Iran berusaha mematahkan momentum unjuk rasa, dengan mengumumkan bahwa menghadiri unjuk rasa semacam itu adalah ilegal dan siapa saja yang terlibat akan diadili.
Raisi dalam pernyataannya mengkritik pemberitaan yang disebutnya berlebihan soal kasus kematian Amini, yang dia nilai sebagai dampak 'standar ganda'.
"Setiap hari di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, kita melihat pria dan wanita tewas dalam bentrokan dengan polisi, tapi tidak ada sensitivitas soal penyebab dan penanganan kekerasan ini," sebutnya.
Otoritas Iran menyebut Amini meninggal karena jatuh sakit saat menunggu di tahanan bersama sejumlah wanita lainnya, usai ditangkap di Teheran pada 13 September lalu. Perempuan muda itu koma setelah jatuh pingsan di tahanan dan meninggal tiga hari kemudian di rumah sakit.
Namun publik menduga Amini meninggal usai mendapat perlakuan kasar dari polisi. Polisi moral Teheran telah membantah bahwa anggota mereka memukul kepala Amini dengan tongkat atau membenturkan kepalanya ke mobil polisi.