Perundingan Tarif Dagang AS-China Berlanjut, Pemerintahan Trump Optimistis Capai Kesepakatan

Kuatbaca.com - Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali menjadi sorotan dunia internasional. Setelah berbulan-bulan mengalami ketegangan akibat perang tarif, kini kedua negara kembali duduk di meja perundingan. Pertemuan penting yang berlangsung di London pada 9 Juni 2025 menjadi momen krusial dalam upaya menyelesaikan sengketa tarif yang telah memengaruhi ekonomi global sejak beberapa tahun terakhir.
Pemerintahan AS, di bawah kepemimpinan Donald Trump, menunjukkan sikap optimis bahwa kesepakatan bisa tercapai dalam waktu dekat. Hal ini disampaikan langsung oleh Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, yang menyebutkan bahwa proses negosiasi mengalami perkembangan positif.
1. Fokus Utama: Akses ke Pasokan Mineral Langka
Salah satu isu utama dalam pembahasan kali ini adalah mengenai pasokan mineral langka dari China ke Amerika Serikat. Mineral-mineral ini berperan penting dalam industri teknologi, seperti produksi ponsel pintar, kendaraan listrik, hingga peralatan militer canggih seperti jet tempur.
Pemerintah AS mendorong agar ekspor mineral langka dari China dapat dikembalikan ke tingkat normal sebelum awal April 2025, ketika ketegangan perdagangan meningkat. Kevin Hassett menegaskan bahwa pihaknya ingin memastikan pasokan tersebut tetap terjamin karena berdampak langsung pada industri strategis dan rantai pasok domestik.
2. Struktur Tarif yang Sedang Dinegosiasikan
Negosiasi tarif yang sedang berlangsung antara kedua negara tidak hanya membahas penurunan bea masuk, tetapi juga pembatalan tindakan balasan dari masing-masing pihak. AS sebelumnya menurunkan tarif atas barang-barang China dari 145% menjadi 30%, sementara China menurunkan tarif impor dari AS dari 125% menjadi 10%. Meski begitu, struktur tarif akhir masih menjadi perdebatan utama dalam pembicaraan yang sedang berlangsung.
Pihak Amerika menyatakan bahwa tarif tidak akan dihapus sepenuhnya, melainkan akan diatur ulang dengan tarif dasar minimal 10%. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang juga memimpin negosiasi bersama Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Mereka menekankan pentingnya menjaga perlindungan terhadap industri domestik sambil tetap membuka ruang kerja sama internasional.
3. Dampak Tarif Terhadap Ekonomi AS dan Inflasi
Meskipun tarif dimaksudkan untuk menekan negara mitra dagang, sejumlah ekonom dan pelaku usaha di AS mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak negatifnya terhadap konsumen. Ketidakpastian harga barang dan kenaikan biaya produksi menyebabkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi.
Namun, pemerintah mengklaim bahwa kebijakan tarif justru membantu mengendalikan inflasi dan menambah pemasukan negara. Data menunjukkan bahwa inflasi AS pada April 2025 turun menjadi 2,3%, terendah dalam empat tahun terakhir. Di sisi lain, penerimaan bea cukai melonjak drastis, mencapai rekor USD 16,3 miliar hanya pada bulan April.
“Semua kebijakan kita bersama-sama mengurangi inflasi dan membantu mengurangi defisit dengan mendapatkan pendapatan dari negara lain,” ujar Hassett, menyatakan bahwa kebijakan ekonomi Trump memiliki dampak fiskal yang signifikan.
4. Penerimaan Negara dan Proyeksi Defisit Jangka Panjang
Kementerian Keuangan AS mencatat bahwa sepanjang 2025, negara telah mengumpulkan lebih dari USD 63 miliar dari bea masuk, naik lebih dari USD 15 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini menjadi bagian dari strategi untuk mengurangi beban defisit anggaran negara yang pada 2024 tercatat mencapai USD 2 triliun atau sekitar 7% dari PDB.
Meski demikian, laporan Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperingatkan bahwa kebijakan fiskal yang diajukan dalam agenda ekonomi Trump, jika diterapkan secara penuh, dapat menambah utang pemerintah sebesar USD 3,8 triliun dalam satu dekade ke depan.