Negara Berkembang Butuh Ruang Diplomasi Lebih Setara

21 April 2025 10:01 WIB
kuatbaca (4).jpeg

Kuatbaca.com - Memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA), Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Körber-Stiftung mengadakan diskusi publik dengan tema Non-Alignment, Multi-Alignment, and The Role of Middle Powers, di Jakarta, Kamis, (17/4/2025).

Dalam diskusi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh seperti Dino Patti Djalal (Indonesia), Nabil Fahmy (Mesir), Rajiv Bhatia (India), dan Poppy S. Winanti (Indonesia), muncul suara kolektif tentang perlunya konsolidasi, hingga agenda bersama bagi negara-negara berkembang di selatan dunia.

1. Gerakan Non-Blok Semakin Relevan di Tengah Konstelasi Geopolitik Global Terkini

Pendiri dan Ketua FPCI, Dino Patti Djalal, mengingatkan pada sejarah, sebelum tahun 1955, negara-negara di luar blok Timur (Soviet) dan blok Barat (AS) merasa tidak memiliki tempat dan kekuatan dalam percaturan global yang didominasi oleh dua kekuatan besar. Di Bandung, negara-negara ini untuk pertama kalinya bertemu.

"Mereka menemukan tujuan dan keyakinan bersama, inilah pentingnya semangat Bandung," kata Dino. 

Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Arif Havas Oegroseno, mengatakan dalam situasi geopolitik global yang penuh ketegangan, posisi strategis dan independensi negara-negara Non-Blok kembali dianggap penting sebagai penyeimbang kekuatan besar.

“Gerakan non-blok semakin relevan hari ini, terutama terkait isu unilateralisme dan ketidakjelasan arah ekonomi global," kata Havas.

2. Kondisi Tak Sama, Kesenjangan Lebar Di Antara Negara-Negara Selatan

Negara-negara berkembang selama ini tidak mendapat manfaat penuh dari tata dunia yang lama, sehingga kini melihat peluang dalam pembentukan tatanan dunia yang lebih inklusif dan adil.

"Tatanan dunia selama ini tidak adil dan belum sepenuhnya mengikutsertakan negara berkembang. Jadi kami tidak heran jika tatanan global yang lama itu mulai runtuh. Kita harus mencari peluang di mana sistem diperbaiki dan bekerja untuk kita," kata Rajiv.

Meski demikian, Mantan Menteri Luar Negeri, Nabil Fahmy mendorong kerja sama kolektif antar negara-negara Selatan berdasarkan kepentingan dan nilai-nilai yang sama, alih-alih hanya mengejar kepentingan masing-masing secara terpisah.

"Mari berinvestasi dalam kesamaan kita. Dengan kerja sama, kita bisa membangun basis yang lebih kuat ketimbang hanya fokus pada kepentingan sendiri," jelas Nabil.

3. Bukan Mengaktifkan Lagi Gerakan, Tapi Membawa Semangat Non-Blok

Mantan Duta Besar India, Rajiv Bhatia menjelaskan dunia telah berubah. Rezim dunia semakin tidak adil buat negara-negara berkembang. Di tengah dunia yang semakin multipolar, maka bukan gerakan Non-Blok yang dibawa ke era sekarang, tapi semangat dan prinsip-prinsip Dasasila Bandung yang dihasilkan dalam KAA ke era multipolar saat ini.

"Dunia kini multi-kutub. Jadi bagaimana mungkin kita tetap bicara soal ketidakberpihakan?," kata Rajiv.

Rajiv juga menambahkan semangat solidaritas Asia-Afrika tetap penting, namun harus diperluas untuk mencakup kawasan lain seperti Amerika Latin, Pasifik Selatan, dan Asia Tengah dalam semangat Global South.

"Pesan utama dari Bandung adalah tentang persatuan antara Asia dan Afrika. Sekarang kita juga harus menambahkan wilayah-wilayah lain," tambah Rajiv.

4. Krisis Representasi dan Agenda Bersama Global South

Guru Besar Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, Poppy Sulistyaning Winanti mengatakan dunia semakin kontradiktif, oleh karena itu kita tidak bisa mengulang kembali Gerakan Non-Blok, tapi membawa sekaligus memperkuat semangat Konferensi Asia-Afrika ke dalam konteks hari ini.

"Saya pikir kita harus sedikit lebih realistis tentang bagaimana negara Selatan-Selatan dapat bekerja sama. Kita tak bisa mengulang masa lalu, tapi semangat dan prinsip KAA masih relevan untuk konteks hari ini. Itu yang perlu diperkuat," jelas Poppy.

Tantangannya, semangat dan prinsip KAA, terutama solidaritas serta ruang menyuarakan kepentingan negara-negara Selatan, belum menjadi fokus kolektif di kalangan Global South.

"Prinsip semangat bahwa negara selatan itu perlu punya ruang untuk menyuarakan kepentingannya. Nah hal itu yang saya kira selama ini mungkin memang belum menjadi fokus dari banyak negara-negara selatan," kata Poppy.

konferensi asia afrika
FPCI

internasional

Fenomena Terkini






Trending