Menggali Isu Diplomasi Iklim dan Energi ASEAN yang Belum Tersentuh oleh Masyarakat

23 October 2023 17:08 WIB
6459c4fd7c45a.jpg

Kuatbaca - Di tengah isu-isu global yang semakin mendesak, diplomasi iklim dan energi menjadi salah satu topik utama yang perlu diperbincangkan secara mendalam. Terutama dalam konteks Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), ada banyak isu yang belum tersentuh oleh masyarakat, padahal isu-isu ini memiliki dampak langsung dan besar terhadap kehidupan mereka. Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang isu-isu tersebut dan tantangan yang dihadapi ASEAN dalam mengatasi mereka.

1. Mengenali Diplomasi Iklim dan Energi

Diplomasi iklim dan energi adalah upaya kerja sama antar negara untuk mengatasi masalah iklim dan energi secara bersama-sama. Ini mencakup perjanjian internasional, perundingan, dan tindakan bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mengembangkan energi terbarukan, dan mempromosikan keberlanjutan. Isu ini menjadi semakin penting seiring dengan perubahan iklim yang semakin terasa di seluruh dunia.

2. Tantangan Diplomasi Iklim dan Energi ASEAN

Wira Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau Institute for Essential Services Reform (IESR), mengungkapkan bahwa masih ada banyak tantangan yang dihadapi ASEAN dalam menjalankan diplomasi iklim dan energi. Salah satu tantangan utama adalah fokus yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan nyata. Misalnya, Indonesia, sebagai salah satu anggota ASEAN, terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur seperti penangkap dan penyimpan karbon (carbon capture utilization storage - CCUS), sementara aspek-aspek penting lainnya seperti mobilitas berkelanjutan belum mendapat perhatian yang cukup.

Selain itu, rendahnya ambisi iklim menjadi masalah serius. Menurut Climate Action Tracker (CAT), Indonesia dinilai tidak memiliki ambisi iklim yang kuat. Hal ini tercermin dalam strategi sektor energi yang masih terlalu bergantung pada batu bara, sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Untuk menghadapi tantangan ini, ASEAN perlu meningkatkan ambisi iklimnya secara signifikan dan mengurangi emisi di sektor energi.

3. Kesenjangan dalam Diplomasi Iklim dan Energi ASEAN

Arief Rosadi, Koordinator Proyek Diplomasi Iklim IESR, mengidentifikasi empat kesenjangan yang perlu diselesaikan oleh ASEAN. Pertama, kesenjangan kelembagaan yang mencerminkan ketidaksepakatan dalam penanganan isu energi dan iklim. Misalnya, pengaturan bidang energi dan iklim berada dalam kerangka yang berbeda dalam struktur ASEAN.

Kedua, kesenjangan ambisi iklim yang tidak selaras dengan kesepakatan internasional seperti Persetujuan Paris. Ketiga, kesenjangan dalam implementasi kebijakan energi bersih yang sering terkendala oleh faktor politik dan teknis. Dan terakhir, kesenjangan partisipasi masyarakat sipil yang masih terbatas dalam proses pengambilan keputusan.

Indonesia memegang peran strategis dalam upaya mengatasi isu-isu ini. Dengan ekonomi terbesar di ASEAN dan pengaruh politik yang signifikan, Indonesia dapat memimpin dalam mendorong agenda transisi energi yang berkelanjutan. Ini akan menjadi fokus utama selama kepengurusan Laos di ASEAN pada tahun 2024.

IESR mendorong Indonesia untuk memperkuat strategi diplomasi iklim dengan melakukan sinkronisasi komprehensif terhadap berbagai forum multilateral. Hal ini akan memungkinkan ASEAN untuk mencapai hasil yang nyata dalam hal teknologi energi bersih, investasi, dan pendanaan untuk mendukung transisi energi di wilayah ini.

Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan energi, ASEAN memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi kehidupan masyarakatnya. Diplomasi iklim dan energi adalah kunci untuk mencapai tujuan ini, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Dengan komitmen yang kuat dan kerja sama antar negara anggota, ASEAN dapat memainkan peran penting dalam upaya global untuk mengatasi isu-isu ini.

Informasi

internasional

Fenomena Terkini






Trending