Meletusnya Perang Drone India–Pakistan: Ketegangan Dua Kekuatan Nuklir di Era Tanpa Awak

Kuatbaca.com - Asia Selatan kembali menjadi pusat ketegangan dunia setelah India dan Pakistan terlibat dalam bentrokan militer skala terbatas menggunakan drone tempur. Perang drone pertama di dunia antara dua negara bersenjata nuklir ini sempat memanas sebelum akhirnya gencatan senjata diumumkan. Insiden ini menandai era baru dalam konflik modern, di mana kendaraan udara nirawak (UAV) memainkan peran sentral dalam eskalasi dan strategi pertahanan.
1. Gelombang Serangan Drone di Wilayah Sensitif
India menuduh Pakistan melakukan serangan drone dan rudal ke tiga pangkalan militer strategis di wilayah India dan Kashmir yang dikelola India. Sebagai respons, Pakistan mengklaim telah menembak jatuh 25 drone India yang memasuki wilayah udara mereka di berbagai kota besar seperti Karachi, Lahore, dan Rawalpindi.
Drone-drone India yang disebutkan termasuk Harop buatan Israel, dikenal sebagai drone kamikaze yang mampu menyerang dengan presisi tinggi sambil berfungsi sebagai alat pengintai.
2. Peperangan Presisi: Efektif, Minim Risiko, dan Makin Umum
Menurut Prof. Jahara Matisek dari US Naval War College, konflik ini menandai transisi konflik India-Pakistan menuju era drone, di mana "mata yang tak terlihat dan serangan tanpa awak" kini menjadi penentu dominasi lapangan.
Drone dalam konflik modern dianggap sebagai pengganda kekuatan karena mampu:
- Menyerang titik vital lawan tanpa mengorbankan pilot
- Mengintai lokasi musuh secara real time
- Menyerang dengan presisi tinggi menggunakan bom berpemandu atau rudal ringan
3. Armada Drone India: Gabungan Teknologi Israel dan AS
India selama ini mengandalkan drone buatan Israel seperti IAI Heron, Searcher, Harpy, dan Harop. Tapi penguatan besar terjadi saat India menandatangani kesepakatan senilai USD 4 miliar untuk mengakuisisi 31 drone MQ-9B Predator dari Amerika Serikat, yang menawarkan jangkauan tinggi, daya tahan panjang, dan daya serang yang mematikan.
Selain itu, India kini tengah mengembangkan taktik swarm drone (drone berkelompok) yang menggunakan UAV kecil dalam jumlah besar untuk membanjiri sistem pertahanan lawan, membuka jalan bagi drone bernilai tinggi menembus target utama.
4. Kekuatan Udara Nirawak Pakistan: Campuran China, Turki, dan Domestik
Sementara itu, Pakistan membangun kekuatan drone dengan kombinasi sistem buatan dalam negeri dan impor. Menurut analis pertahanan Ejaz Haider, Pakistan kini memiliki lebih dari 1.000 drone, termasuk:
- CH-4 buatan China
- Bayraktar Akinci dari Turki
- Shahpar dan Burraq, produk dalam negeri
- Drone loitering munition (amunisi berkeliaran) untuk menargetkan musuh secara taktis
Yang tak kalah penting, Pakistan juga mengembangkan konsep "loyal wingman", yaitu drone yang dikendalikan untuk mendukung pesawat berawak, mengubah taktik Angkatan Udara Pakistan dalam 10 tahun terakhir.
5. Bahaya Laten: Ketegangan Dua Negara Nuklir di Ambang Krisis
Kondisi ini menjadi lebih genting karena kedua negara memiliki senjata nuklir dan sejarah panjang konflik perbatasan, terutama di wilayah Kashmir. Meningkatnya intensitas serangan berbasis drone memperbesar risiko salah perhitungan atau eskalasi mendadak menuju konflik berskala penuh.
Penggunaan teknologi tanpa awak membuat proses eskalasi menjadi lebih cepat, tidak terdeteksi, dan bisa memicu respons balasan sebelum diplomasi bisa bekerja.
6. Gencatan Senjata Jadi Penahan Eskalasi, Tapi Risiko Masih Tinggi
Meski saat ini telah diumumkan gencatan senjata, ketegangan belum benar-benar reda. Penggunaan teknologi UAV yang semakin kompleks dan kemampuan menyerang dari jauh membuat stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut tetap rapuh.
Pakar geopolitik menyebut bahwa konflik ini adalah peringatan keras bagi dunia, bahwa perang masa depan bisa dimulai dan diselesaikan tanpa satu pun tentara menginjak medan perang secara langsung.
Era Drone, Era Baru Konflik Global
Pertempuran drone antara India dan Pakistan bukan sekadar insiden militer biasa, melainkan titik balik dalam sejarah peperangan modern. Dengan drone sebagai ujung tombak, konflik bisa muncul cepat dan nyaris tanpa peringatan. Dunia kini menghadapi tantangan baru: bagaimana menjaga stabilitas antar negara bersenjata nuklir dalam era teknologi militer tanpa awak.