Kuatbaca.com - Perusahaan teknologi raksasa Apple dikabarkan tengah menjajaki kolaborasi strategis dengan Alibaba untuk menghadirkan layanan Apple Intelligence di pasar Tiongkok. Langkah ini dinilai sebagai upaya Apple untuk tetap relevan di pasar Tiongkok yang besar dan sangat penting bagi bisnis iPhone. Namun, rencana kerja sama ini justru menimbulkan kekhawatiran serius dari pihak pemerintah Amerika Serikat.
Kolaborasi ini disebut-sebut akan memungkinkan Apple memanfaatkan infrastruktur komputasi Alibaba untuk menjalankan sistem kecerdasan buatan (AI) berbasis cloud di wilayah Tiongkok. Hal ini dilakukan karena regulasi data yang ketat di Tiongkok mengharuskan perusahaan asing bekerja sama dengan mitra lokal untuk pengelolaan data. Dalam konteks ini, Alibaba menjadi mitra utama yang potensial bagi Apple.
1. Pemerintah AS Pertanyakan Keamanan dan Independensi Data
Ketika kabar kerja sama ini mencuat, beberapa pejabat tinggi di Gedung Putih dan anggota Kongres AS dikabarkan langsung mengambil tindakan dengan meminta klarifikasi kepada jajaran eksekutif Apple. Poin utama kekhawatiran mereka adalah terkait pengelolaan data pengguna, serta kemungkinan adanya akses pemerintah Tiongkok terhadap data sensitif milik warga negara AS maupun pengguna global lainnya yang menggunakan perangkat Apple.
Sejumlah pertanyaan diajukan, mulai dari apakah data pengguna akan dibagikan kepada Alibaba, hingga apakah Apple telah membuat komitmen tertentu kepada otoritas Tiongkok. Menurut laporan, pihak Apple belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap sebagian besar pertanyaan tersebut. Hal inilah yang kemudian memicu spekulasi lebih lanjut terkait transparansi dan keamanan kerja sama ini.
2. Alibaba Dinilai Punya Keterkaitan Erat dengan Pemerintah China
Kekhawatiran pemerintah AS bukan tanpa dasar. Alibaba diketahui memiliki sejarah panjang keterlibatan dengan program-program strategis pemerintah Tiongkok, termasuk apa yang disebut sebagai “fusi militer-sipil” — strategi nasional China yang mengintegrasikan teknologi sipil untuk mendukung kekuatan militer.
Raja Krishnamoorthi, salah satu anggota House Intelligence Committee, menyampaikan kritik tajam terhadap Apple. Ia menyatakan bahwa kolaborasi ini sangat mengganggu karena bisa membuka peluang bagi Alibaba untuk mendapatkan akses terhadap data yang memperkuat teknologi AI mereka. Ia juga mempertanyakan alasan Apple memilih perusahaan dengan afiliasi kuat ke Partai Komunis Tiongkok dalam kerja sama yang melibatkan teknologi mutakhir seperti AI.
“Ada kekhawatiran serius bahwa kemitraan ini akan membantu Alibaba mengumpulkan data untuk menyempurnakan model AI-nya, sekaligus memungkinkan Apple menutup mata terhadap hak dasar pengguna iPhone di China,” ujar Krishnamoorthi.
3. Ancaman Masuknya Alibaba ke Daftar Hitam AS
Sebagai dampak dari kekhawatiran ini, beberapa pejabat pemerintah AS disebut sedang mempertimbangkan opsi untuk menambahkan Alibaba ke dalam daftar hitam entitas yang melarang kerja sama perusahaan-perusahaan AS dengan entitas yang dianggap berisiko terhadap keamanan nasional. Saat ini, Departemen Pertahanan dan badan-badan intelijen AS tengah mengevaluasi lebih lanjut hubungan Alibaba dengan militer Tiongkok.
Langkah seperti ini bukan hal baru dalam dinamika hubungan AS–China, terutama di sektor teknologi. Perusahaan seperti Huawei dan ZTE sebelumnya juga menghadapi pembatasan serupa, yang pada akhirnya menghambat akses mereka terhadap teknologi asal AS. Jika Alibaba masuk daftar tersebut, maka kolaborasi mereka dengan Apple bisa terancam batal bahkan sebelum dimulai secara resmi.
4. Apple Berada di Persimpangan: Antara Bisnis dan Geopolitik
Apple berada dalam posisi yang rumit. Di satu sisi, perusahaan ini sangat bergantung pada pasar dan rantai pasok di Tiongkok. Di sisi lain, tekanan dari pemerintah AS kian meningkat seiring memanasnya rivalitas teknologi antara dua negara adidaya tersebut. Apple sendiri belum secara resmi mengumumkan kerja sama dengan Alibaba, tetapi Chairman Alibaba, Joe Tsai, telah menyebutkan kolaborasi ini sejak Februari 2025.
Bukan hanya isu data, Apple juga tengah menghadapi tantangan lain seperti kebijakan tarif impor yang berubah-ubah serta pembatasan terhadap ekspor chip dan teknologi AI dari AS ke China. Semua ini memperlihatkan bagaimana perusahaan teknologi besar kini tidak hanya harus mengelola inovasi, tetapi juga harus pandai membaca peta geopolitik yang semakin kompleks.