Iran Siap Terus Gempur Israel: Jenderal Mousavi Bersumpah Sampai Netanyahu Takluk

24 June 2025 13:16 WIB
pm-israel-benjamin-netanyahu_169.jpeg

Kuatbaca - Ketegangan antara Iran dan Israel kembali mencapai puncaknya. Kali ini, pemimpin tertinggi militer Iran, Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi, menyatakan bahwa negaranya tidak akan mundur sejengkal pun dari konfrontasi dengan Israel. Dalam pernyataan yang disampaikan ke publik, Jenderal Mousavi menegaskan bahwa operasi balasan terhadap serangan Israel akan terus digencarkan tanpa kompromi—hingga Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menjadi simbol perlawanan dari pihak Israel, dipaksa “bertekuk lutut” secara politik dan militer.

Pernyataan ini menjadi babak terbaru dari eskalasi konflik yang telah berlangsung selama beberapa pekan terakhir. Iran, yang merasa terprovokasi oleh serangan terhadap fasilitas militernya, menganggap bahwa waktu untuk merespons secara keras telah tiba.

Operation True Promise III: Iran Tak Gentar

Operasi pembalasan yang dijuluki True Promise III menjadi sinyal bahwa Iran tidak main-main. Menurut laporan internal dari Tehran, operasi ini dirancang sebagai serangan terukur namun intens, menyasar infrastruktur penting dan titik-titik militer di wilayah Israel. Iran juga menyiapkan serangkaian skenario lanjutan jika serangan balasan dari pihak lawan terus berdatangan.

Jenderal Mousavi menyampaikan bahwa tindakan Israel selama ini tidak hanya dianggap sebagai agresi militer, tetapi juga kejahatan kemanusiaan yang terkoordinasi dengan kekuatan besar, yakni Amerika Serikat. Karena itu, Teheran menilai bahwa balasan harus diberikan secara menyeluruh—tidak hanya ke Israel, tetapi juga ke negara-negara yang dianggap menjadi penyokong langsung dalam eskalasi tersebut.

Amerika Serikat dan Serangan ke Fasilitas Nuklir

Dalam perkembangan yang semakin panas, Amerika Serikat turut memperkeruh suasana dengan menyerang tiga fasilitas nuklir utama milik Iran: Isfahan, Natanz, dan Fordow. Serangan yang dilancarkan pada dini hari tanggal 22 Juni itu disebut sebagai bagian dari operasi strategis untuk menghambat ambisi nuklir Iran. Namun, bagi Teheran, tindakan ini adalah pelanggaran berat terhadap kedaulatan negara.

Pemerintah Iran menuding serangan itu dilakukan atas perintah langsung dari Presiden AS saat ini, Donald Trump. Dalam pandangan para pejabat Iran, Trump sengaja menyeret negaranya masuk ke dalam konflik berskala besar demi mempertahankan eksistensi politik Israel dan menyelamatkan Netanyahu dari kekalahan diplomatik dan militer yang kian nyata.

Teheran: Gencatan Senjata Hanya Ilusi

Setelah serangan udara dan rudal saling dilontarkan antara kedua negara, muncul klaim dari Presiden Trump bahwa gencatan senjata telah tercapai antara Iran dan Israel. Namun klaim ini segera dibantah oleh pihak Teheran. Iran menegaskan tidak pernah menyepakati gencatan senjata apa pun dan masih memandang konflik ini sebagai ancaman terbuka yang harus terus dihadapi dengan kekuatan penuh.

Penolakan Iran terhadap narasi gencatan senjata menunjukkan bahwa situasi di kawasan masih jauh dari mereda. Sebaliknya, justru memperlihatkan ketidaksepakatan antara pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam konflik ini mengenai arah penyelesaiannya.

Sejak serangan awal oleh Israel yang dimulai pada 13 Juni, Iran merespons secara cepat dan agresif. Beberapa kota di Israel menjadi target rudal balistik jarak menengah dan serangan drone yang menghantam fasilitas pertahanan dan komunikasi. Sementara itu, balasan Iran tidak hanya ditujukan kepada Israel—pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar juga ikut diserang sebagai bentuk peringatan keras.

Iran seolah ingin memberi pesan bahwa siapa pun yang ikut campur dalam konflik ini akan dianggap sebagai musuh langsung, tanpa memandang apakah mereka bertindak langsung atau dari balik layar. Ini menjadikan medan perang bukan hanya soal perbatasan fisik, tapi juga arena geopolitik internasional.

Dengan retorika tajam dari Jenderal Mousavi dan aksi militer yang masih berlangsung, harapan akan perdamaian jangka pendek tampaknya semakin menipis. Iran menunjukkan bahwa mereka tidak akan menyerah pada tekanan internasional atau diplomasi sepihak yang dirancang di luar wilayahnya. Sementara itu, Israel dan sekutunya juga belum menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan eskalasi.

Di balik seluruh ketegangan ini, dunia menanti apakah akan ada titik temu—atau justru konfrontasi skala penuh yang menjadikan Timur Tengah sebagai medan perang besar berikutnya. Yang pasti, retorika perang telah berubah menjadi tindakan nyata, dan dunia pun menahan napas menunggu babak berikutnya.

internasional

Fenomena Terkini






Trending