Kuatbaca.com - Pemerintah Indonesia terus mengupayakan jalur diplomasi ekonomi demi menjaga daya saing ekspor nasional di pasar global, khususnya Amerika Serikat. Dalam kunjungan resmi terbaru, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin delegasi Indonesia untuk melakukan pembicaraan bilateral dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Howard Lutnick.
Pertemuan ini menjadi langkah strategis dalam merespons ancaman pemberlakuan tarif tinggi terhadap barang asal Indonesia yang sebelumnya diproyeksikan bisa mencapai 32%. Indonesia tidak tinggal diam. Delegasi RI datang dengan penawaran konkret, termasuk rencana peningkatan impor produk-produk strategis dari AS, serta penguatan kerja sama dagang yang lebih seimbang dan saling menguntungkan.
Dalam pertemuan tersebut, Howard Lutnick menyampaikan apresiasi terhadap sikap proaktif Indonesia dalam mengajukan proposal negosiasi yang dinilai realistis dan saling menguntungkan. Menurut pernyataan resmi yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, Lutnick menyebut bahwa komitmen dan isi proposal Indonesia jauh lebih konkret dibanding negara lain yang juga tengah mengupayakan pembicaraan tarif dengan AS.
"Kami mengapresiasi langkah konkret Indonesia untuk melakukan negosiasi tarif. Ke depan, AS dan Indonesia akan terus melanjutkan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan," kata Lutnick dalam pertemuan tersebut.
Sebagai tindak lanjut dari kesepahaman awal tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk segera menyusun jadwal pembahasan teknis antara tim dari Kementerian Perdagangan Amerika Serikat (Department of Commerce/DOC) dan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) dengan pihak Indonesia. Target waktu penyelesaian negosiasi yang disepakati adalah dalam kurun waktu 60 hari.
Langkah ini merupakan bagian dari diplomasi ekonomi agresif Indonesia yang berfokus pada pendekatan kolaboratif dan berbasis solusi. Dengan kesepakatan jadwal pembahasan yang jelas, Indonesia menunjukkan keseriusan dalam memperkuat hubungan bilateral dan mencegah kebijakan proteksionis yang bisa berdampak pada sektor ekspor nasional.
Salah satu poin utama dalam proposal Indonesia adalah rencana peningkatan impor dari Amerika Serikat sebagai bentuk kontribusi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Produk-produk yang ditawarkan untuk dibeli meliputi energi seperti minyak mentah (crude oil), LPG, dan bensin olahan (gasoline).
Tak hanya itu, sektor pertanian juga menjadi perhatian utama. Indonesia menyampaikan kesediaan untuk meningkatkan impor gandum, kedelai utuh, serta produk olahan kedelai. Produk-produk ini sangat dibutuhkan di dalam negeri karena belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Selain urusan tarif, Airlangga Hartarto juga menyampaikan bahwa Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor critical minerals—salah satu sektor strategis dalam pengembangan industri teknologi bersih. Indonesia mengundang dukungan investasi dari AS di sektor ini, sekaligus membuka ruang dialog untuk menyelesaikan berbagai tantangan terkait Non-Tariff Barrier (NTB) yang selama ini dikeluhkan oleh pelaku usaha AS di Indonesia.
"Kami berterima kasih kepada Secretary Lutnick yang memberikan kesempatan untuk melakukan negosiasi tarif dan menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk mewujudkan perdagangan yang adil dan berimbang," ungkap Airlangga.
Dalam sistem perdagangan AS, dua lembaga utama memegang peranan penting dalam isu tarif internasional: Department of Commerce (DOC) dan United States Trade Representative (USTR). DOC bertanggung jawab merancang kebijakan tarif secara makro, sementara USTR fokus pada implementasi teknis dan pelaksanaan negosiasi dengan negara mitra.
Kedua lembaga inilah yang akan menjadi rekan bicara utama Indonesia dalam proses teknis negosiasi yang akan berlangsung ke depan. Dukungan dari pejabat tinggi AS, termasuk dari Presiden Donald Trump yang menunjuk langsung DOC dan USTR untuk menangani kebijakan tarif ini, menjadi momentum yang sangat penting bagi posisi Indonesia di arena perdagangan global.