Gelombang Panas Ekstrem Landa Jepang: 5 Meninggal, Ratusan Dirawat

21 June 2025 07:36 WIB
ilustrasi-cuaca-panas_169.jpeg

Kuatbaca.com - Jepang saat ini tengah menghadapi fenomena cuaca panas ekstrem yang mengejutkan dan di luar kebiasaan, terutama karena terjadi di pertengahan bulan Juni—periode yang seharusnya menjadi musim hujan. Lonjakan suhu mendadak tercatat di berbagai wilayah, dengan kota Kofu menjadi salah satu yang terpanas setelah suhu mencapai 38,2 derajat Celsius, jauh di atas rata-rata tahunan.

Suhu ekstrem ini tidak hanya terasa di Kofu. Gunma mencatat 37,7 derajat, sementara Shizuoka mengalami 37,6 derajat. Bahkan kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka tidak luput dari gelombang panas, masing-masing mencatat suhu 34,8 dan 33,4 derajat. Lebih dari 547 lokasi di seluruh Jepang dilaporkan mengalami suhu di atas 30 derajat, membuat gelombang panas kali ini menjadi salah satu yang terparah dalam sejarah pencatatan iklim Jepang.

1. Korban Jiwa dan Ratusan Dirawat karena Sengatan Panas

Dampak dari suhu tinggi ini sangat mengkhawatirkan. Hingga Sabtu (21/6/2025), sebanyak lima orang dilaporkan meninggal dunia, sebagian besar adalah warga lanjut usia yang rentan terhadap suhu ekstrem. Salah satu korban adalah seorang wanita berusia 96 tahun yang ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di sebuah ladang di prefektur Gunma, sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit.

Selain itu, ratusan orang dilaporkan mengalami gejala heatstroke atau sengatan panas. Di Tokyo saja, lebih dari 169 orang dirawat pada hari Selasa, sementara 57 lainnya mendapat penanganan medis pada hari Rabu. Rumah sakit dan pusat layanan medis di seluruh negeri siaga menghadapi lonjakan pasien yang didominasi oleh keluhan dehidrasi, pusing, hingga hilang kesadaran.

2. Fenomena Iklim Tak Biasa Picu Anomali Cuaca

Yukiko Imada, profesor di Departemen Penelitian Sistem Iklim Universitas Tokyo, menjelaskan bahwa kondisi cuaca saat ini sangat tidak lazim. Menurutnya, lebih dari 150 lokasi di Jepang mengalami suhu di atas 35 derajat Celsius, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya di pertengahan bulan Juni.

"Panas saat ini jelas tidak biasa," ujar Imada. Ia menambahkan bahwa penyebab utama gelombang panas ini adalah sistem tekanan tinggi dari Samudra Pasifik yang menyebar lebih awal dari biasanya. Normalnya, sistem ini mulai meluas ke wilayah Jepang pada bulan Juli atau Agustus. Namun tahun ini, sistem itu datang lebih cepat, memicu anomali cuaca termasuk menghilangnya baiu front, yaitu garis hujan musiman yang menjadi ciri khas musim hujan Jepang.

3. Peringatan Nasional Dikeluarkan, Aktivitas Luar Ruangan Dibatasi

Pemerintah Jepang segera mengambil langkah darurat untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem ini. Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan sengatan panas (heatstroke alert) untuk berbagai wilayah, termasuk Okinawa, bagian selatan Kyushu, serta kawasan tengah Jepang seperti Kyoto dan Nara.

Selain itu, indeks tekanan panas yang dipantau di 48 kota besar menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Tidak satu pun kota yang dinilai dalam kondisi "aman". Warga diimbau untuk minum air secara teratur, menghindari aktivitas fisik berlebihan di luar ruangan, dan mencari tempat berlindung yang sejuk.

Di 15 kota, masyarakat diperingatkan untuk beristirahat secara berkala bila harus beraktivitas di luar ruangan. Sementara itu, 32 kota lainnya berada dalam status peringatan tinggi dengan larangan keras terhadap kegiatan olahraga berat di luar ruangan.

4. Antisipasi Jangka Panjang dan Kesadaran Iklim yang Meningkat

Fenomena ini menjadi pengingat serius bagi Jepang dan negara-negara lain tentang dampak perubahan iklim global yang semakin nyata. Lonjakan suhu ekstrem yang datang tiba-tiba di musim yang tidak tepat menandakan bahwa pola cuaca mulai sulit diprediksi. Pemerintah daerah dan pusat kini didorong untuk mempercepat strategi mitigasi perubahan iklim, serta memastikan sistem peringatan dini dan penanganan darurat semakin diperkuat.

Di sisi lain, masyarakat juga dituntut untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda heatstroke, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Kesadaran akan pentingnya menjaga hidrasi, menggunakan pakaian ringan, dan membatasi aktivitas luar ruangan menjadi kunci untuk menekan risiko korban jiwa lebih lanjut.

internasional

Fenomena Terkini






Trending