Bencana Banjir Terjang Afrika Selatan: 49 Orang Meninggal, 4 Pelajar Masih Hilang

Kuatbaca - Provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan saat ini tengah menghadapi salah satu bencana alam terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Curah hujan ekstrem yang mengguyur wilayah ini sejak pekan lalu telah menyebabkan banjir besar yang merenggut nyawa puluhan warga. Sampai pertengahan pekan ini, tercatat 49 orang meninggal dunia akibat terjangan air yang datang bersamaan dengan musim dingin yang brutal.
Hujan deras tidak hanya merendam rumah dan fasilitas umum, tapi juga memicu tanah longsor di beberapa kawasan. Bencana ini membuat banyak warga kehilangan tempat tinggal dan memaksa ratusan keluarga untuk mengungsi demi keselamatan.
Kisah Tragis Minibus Sekolah yang Tersapu Arus
Salah satu tragedi paling memilukan datang dari sebuah minibus sekolah yang mengangkut 13 orang di dekat kota Mthatha. Kendaraan tersebut terseret arus deras ketika mencoba melintasi jalanan yang tergenang banjir. Dari insiden itu, enam orang dipastikan meninggal dunia—empat di antaranya adalah anak-anak sekolah. Pengemudi dan kondektur minibus juga turut menjadi korban.
Tiga pelajar lainnya ditemukan selamat dalam kondisi selamat setelah berhasil menyelamatkan diri, sementara empat siswa masih dinyatakan hilang. Tim SAR setempat terus melakukan pencarian di lokasi sekitar, berharap keajaiban masih bisa terjadi.
Upaya Penyelamatan yang Dihadang Minimnya Sumber Daya
Upaya evakuasi dan penyelamatan terus dilakukan oleh aparat berwenang dan relawan, namun minimnya fasilitas menjadi tantangan besar. Pemerintah provinsi mengungkapkan bahwa saat ini mereka hanya memiliki satu helikopter untuk menjangkau lokasi-lokasi terdampak yang sulit diakses. Situasi ini semakin mempersulit upaya pertolongan, terutama di wilayah pegunungan dan pedesaan yang jalanannya rusak berat.
Di tengah keterbatasan tersebut, beberapa kisah heroik muncul. Tiga anak berhasil diselamatkan setelah bertahan di atas pohon selama berjam-jam demi menghindari terjangan air. Mereka akhirnya ditemukan oleh tim penyelamat dalam keadaan selamat, meskipun mengalami hipotermia ringan.
Ratusan Warga Mengungsi, Infrastruktur Lumpuh
Distrik OR Tambo dan Amathole menjadi dua daerah yang paling parah terdampak. Sejak awal pekan, ratusan warga telah dievakuasi ke tempat-tempat penampungan sementara seperti balai kota dan gedung sekolah. Banyak rumah yang hancur, jembatan ambruk, dan akses jalan yang terputus, menjadikan bantuan logistik sulit untuk disalurkan dengan cepat.
Kerusakan besar juga dilaporkan terjadi pada infrastruktur vital, termasuk jaringan listrik dan saluran air bersih. Pemerintah daerah tengah berupaya memperbaiki fasilitas-fasilitas tersebut secepat mungkin, namun cuaca ekstrem yang masih berlangsung membuat pekerjaan jadi tidak mudah.
Presiden Cyril Ramaphosa menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap situasi darurat ini. Ia menginstruksikan agar seluruh layanan darurat diaktifkan dan dikoordinasikan secara nasional, termasuk keterlibatan langsung dari Pusat Manajemen Bencana Nasional. Ramaphosa menyebut bahwa kondisi musim dingin kali ini benar-benar mengancam keselamatan masyarakat.
Dalam pernyataannya, ia mengajak warga untuk tetap waspada, membantu satu sama lain, dan mematuhi arahan pihak berwenang. Ia juga menyoroti pentingnya kesadaran akan perubahan iklim yang kini nyata berdampak pada kehidupan sehari-hari warga Afrika Selatan.
Layanan Cuaca Nasional Afrika Selatan memperingatkan bahwa kondisi ekstrem ini belum akan mereda. Hujan lebat dan salju diperkirakan masih akan terus mengguyur sejumlah wilayah hingga pertengahan minggu. Ancaman longsor dan banjir susulan pun masih membayangi wilayah-wilayah yang rentan.
Afrika Selatan, meskipun terbiasa dengan musim dingin yang disertai hujan dan salju, kini semakin rentan terhadap intensitas bencana akibat perubahan iklim global. Frekuensi banjir, kekeringan, serta kebakaran hutan meningkat dalam beberapa tahun terakhir, seolah menjadi pengingat bahwa krisis iklim adalah kenyataan yang harus dihadapi bersama.