Kuatbaca.com - Amerika Serikat kembali memicu ketegangan perdagangan dengan China. Kali ini, Presiden Donald Trump menargetkan industri perkapalan sebagai medan baru dalam babak lanjutan perang dagang. Pemerintah AS mengumumkan rencana pengenaan tarif baru terhadap semua kapal buatan dan milik China yang masuk ke pelabuhan-pelabuhan di Amerika. Kebijakan ini diklaim sebagai langkah strategis untuk menghidupkan kembali industri maritim domestik yang selama ini dinilai kalah bersaing dari dominasi China.
Dalam pemberitahuan resmi yang dipublikasikan melalui Federal Register, Perwakilan Dagang AS menyebutkan bahwa biaya tambahan akan dikenakan berdasarkan tonase bersih atau muatan yang diangkut oleh kapal China dalam setiap pelayaran ke AS.
Rencana tarif ini akan diberlakukan secara bertahap dalam waktu 180 hari ke depan. Biaya yang dikenakan bisa mencapai hingga jutaan dolar per kunjungan kapal, tergantung kapasitas dan jenis muatan yang dibawa. Meski belum disebutkan angka finalnya, sebelumnya pernah beredar usulan tarif hingga USD 1,5 juta per kunjungan untuk kapal buatan China. Kebijakan ini juga membuka kemungkinan penyesuaian atau kenaikan biaya di tahun-tahun mendatang.
Langkah ini disebut sebagai bentuk proteksi terhadap keamanan ekonomi nasional serta usaha untuk menjaga kelangsungan industri kapal buatan AS. Pemerintah Trump menilai ketergantungan tinggi pada kapal China mengancam posisi strategis Amerika dalam rantai logistik global.
Pemerintah China menyampaikan protes keras atas kebijakan tarif baru ini. Mereka menyebut keputusan AS sebagai tindakan sepihak yang merusak stabilitas perdagangan internasional. Dalam pernyataan resmi, Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa mereka akan memantau perkembangan kebijakan AS dengan seksama dan siap mengambil tindakan tegas untuk melindungi kepentingan nasional mereka.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China menyebut kebijakan tarif pelabuhan ini justru akan memperburuk logistik global. Selain mengganggu stabilitas industri pelayaran internasional, kebijakan itu juga diprediksi akan menaikkan biaya pengiriman dan mendorong laju inflasi di AS, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan pelaku usaha di dalam negeri Amerika sendiri.
Tak tinggal diam, China pun mulai menyusun strategi balasan. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menghentikan pembelian dan penyewaan pesawat dari produsen asal Amerika, terutama Boeing. Pemerintah China dikabarkan telah meminta maskapai nasional untuk menunda pengiriman pesawat baru serta membatalkan rencana pembelian suku cadang dari perusahaan-perusahaan AS.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa tiga maskapai besar—Air China, China Eastern Airlines, dan China Southern Airlines—telah melakukan penjadwalan ulang pengiriman pesawat Boeing yang seharusnya dilakukan antara tahun 2025 hingga 2027. Kebijakan ini dipandang sebagai pukulan telak bagi industri penerbangan AS, mengingat China adalah salah satu pasar terbesar bagi Boeing.
Kebijakan tarif terhadap kapal China ini tak berdiri sendiri. Sebelumnya, AS telah menaikkan tarif impor terhadap berbagai barang asal China hingga 145%, dan bahkan mengisyaratkan kemungkinan kenaikan lanjutan hingga 245%. Rentetan kebijakan ini memperlihatkan bahwa perang dagang antara dua negara raksasa ekonomi dunia ini semakin tak terbendung.
Perang tarif yang berlarut-larut dikhawatirkan tidak hanya akan memperburuk hubungan dagang bilateral, tetapi juga berdampak sistemik pada perekonomian global. Kenaikan biaya logistik, hambatan rantai pasok, hingga risiko stagflasi menjadi ancaman nyata di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.