Amerika Serikat Kembali Veto Gencatan Senjata di Gaza, Dunia Bereaksi

5 June 2025 11:21 WIB
dewan-keamanan-pbb-menggelar-sidang-membahas-situasi-di-jalur-gaza-pada-jumat-2212-waktu-setempat_43.jpeg

Kuatbaca - Ketegangan di Jalur Gaza kembali memanas, bukan hanya di medan perang, tetapi juga di meja perundingan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Amerika Serikat kembali menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata permanen antara Israel dan kelompok bersenjata Hamas, yang bertikai sengit di wilayah tersebut.

Gagalnya Resolusi Perdamaian

Dalam sidang yang digelar di markas besar PBB, 14 dari 15 anggota DK PBB menyatakan dukungannya terhadap rancangan resolusi yang menyerukan penghentian segera dan tanpa syarat terhadap aksi kekerasan di Gaza. Namun, dukungan mayoritas itu tidak cukup ketika satu negara pemegang hak veto memutuskan menolak. Amerika Serikat, sebagai sekutu terdekat Israel, menjadi satu-satunya negara yang menentang resolusi tersebut.

Langkah ini memicu kekecewaan mendalam dari negara-negara anggota lainnya dan kelompok-kelompok kemanusiaan yang telah lama menyerukan gencatan senjata sebagai satu-satunya cara untuk menghentikan penderitaan warga sipil di Gaza. Wilayah padat penduduk itu kini dihuni lebih dari dua juta jiwa yang menghadapi bencana kemanusiaan akut akibat blokade, kelaparan, serta terbatasnya akses bantuan medis dan pangan.

Alasan Amerika Serikat: Fokus pada Upaya Diplomatik Sendiri

Pemerintah AS berdalih bahwa rancangan resolusi tersebut bisa mengganggu proses mediasi yang sedang mereka inisiasi. Washington mengklaim telah mengerahkan upaya maksimal untuk meredakan konflik melalui jalur diplomasi, dan tidak ingin adanya intervensi resolusi yang dianggap sepihak atau tidak mencerminkan seluruh realitas konflik.

Lebih dari itu, AS juga menyatakan penolakannya terhadap resolusi yang tidak menyebut Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan, termasuk penahanan sandera dan serangan terhadap warga sipil Israel. Pemerintah AS berkeras bahwa penyelesaian konflik tidak bisa dilakukan tanpa mendesak Hamas untuk melucuti senjata dan keluar dari Gaza.

Reaksi Internasional dan Kondisi di Lapangan

Penolakan AS atas resolusi tersebut memunculkan reaksi keras dari berbagai pihak. Negara-negara pendukung resolusi menilai veto AS sebagai penghalang utama terhadap terciptanya perdamaian di kawasan yang sudah lama bergolak. Duta Besar Inggris untuk PBB, misalnya, menyesalkan sikap Israel yang memperluas serangan militer dan terus membatasi akses kemanusiaan ke Gaza. Ia menyebut kebijakan tersebut tidak proporsional dan bertentangan dengan hukum humaniter internasional.

Di sisi lain, situasi di Gaza semakin memburuk. Setelah gencatan senjata yang sempat berlangsung dua bulan berakhir pada Maret lalu, militer Israel kembali menggempur wilayah tersebut. Otoritas kesehatan di Gaza melaporkan sedikitnya 45 warga tewas akibat serangan terbaru. Sementara itu, Israel juga mencatat satu tentara gugur dalam pertempuran darat.

Kelompok Hamas, yang menjadi salah satu aktor utama dalam konflik ini, mengecam keras keputusan Amerika Serikat. Mereka menilai veto tersebut menunjukkan keberpihakan buta AS terhadap Israel dan mengabaikan penderitaan warga sipil Palestina. Hamas juga menyatakan bahwa veto itu adalah bentuk dukungan terselubung atas serangan brutal Israel yang telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan infrastruktur sipil di Gaza.

Sementara itu, resolusi Dewan Keamanan yang diveto juga sebenarnya mencakup permintaan pembebasan semua sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan kelompok bersenjata lain. Namun poin tersebut tetap tak cukup untuk membuat AS menyetujui rancangan tersebut.

Dengan veto ini, dunia kembali menghadapi jalan buntu dalam upaya menyelesaikan konflik Israel-Palestina melalui jalur PBB. Harapan akan gencatan senjata permanen dan akses kemanusiaan tanpa hambatan kini tampak semakin jauh dari jangkauan. Sementara itu, masyarakat sipil di Gaza terus hidup dalam ketakutan dan penderitaan.

Konflik berkepanjangan ini seolah menjadi pengingat bahwa selama kekuatan veto masih digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara besar, keadilan dan perdamaian kerap menjadi korban. Kini, tekanan diplomatik dan desakan dari masyarakat internasional menjadi satu-satunya harapan agar pertempuran di Gaza dapat segera dihentikan dan dialog damai bisa kembali digelar.

internasional

Fenomena Terkini






Trending