Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Tolak RUU TNI, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan

17 February 2025 17:34 WIB
e4df6330-3bcd-4803-a239-316b574eba52_169.jpg

Kuatbaca.com - Koalisi masyarakat sipil menyatakan penolakan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan. Menurut mereka, reformasi lembaga hukum dan militer seharusnya difokuskan pada penguatan pengawasan independen, bukan dengan menambah kewenangan institusi.

1. Indeks Rule of Law Indonesia Menurun

Koalisi sipil, yang terdiri dari PBHI, Imparsial, Elsam, HRWG, Walhi, Centra Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, Setara Institute, dan BEM SI Kerakyatan, mengawali pernyataan mereka dengan pemaparan data dari World Justice Project (WJP). Pada tahun 2024, Indonesia berada di urutan ke-68 dalam Indeks Rule of Law, turun dari peringkat ke-66 pada tahun sebelumnya.

"Urutan ini menurun dua poin dari tahun 2023, dengan penurunan 0,53 poin. Dari delapan dimensi Rule of Law, enam mengalami penurunan, termasuk pada dimensi criminal justice," tulis pernyataan koalisi, Senin (17/2/2025).

2. Kritik Terhadap Penegakan Hukum

Koalisi menilai kondisi tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Mereka menyoroti berbagai kasus yang menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum belum menunjukkan upaya perbaikan signifikan, melainkan justru berupaya menambah kewenangan melalui revisi RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan.

"Alih-alih memperbaiki kinerja institusi, beberapa lembaga penegak hukum malah berlomba-lomba menambah kewenangan, yang terlihat dalam berbagai draf RUU yang sedang dibahas di DPR," tambah pernyataan tersebut.

3. Kekhawatiran Penyalahgunaan Kewenangan

Draf RUU Polri dan RUU TNI sebelumnya menuai kritik karena memuat pasal-pasal kontroversial, termasuk kewenangan TNI dalam penegakan hukum. Sementara itu, revisi UU Kejaksaan dinilai memperluas kewenangan kejaksaan secara berlebihan, yang berpotensi tumpang tindih dengan lembaga lain.

"Lembaga penegak hukum dan militer dengan kewenangan yang ada sekarang saja sudah berulang kali menyalahgunakannya, menyebabkan praktik korupsi, kekerasan, dan penyimpangan lainnya. Jika kewenangan mereka ditambah lagi, maka risiko penyalahgunaan semakin besar," lanjut pernyataan koalisi.

Mereka juga mengingatkan bahwa penambahan kewenangan ini dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan atau kepentingan politik dalam pemilu mendatang, yang justru memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia.

4. Usulan Penguatan Pengawasan Independen

Sebagai solusi, koalisi sipil mendesak agar reformasi sistem penegakan hukum lebih diarahkan pada dua hal utama:

Evaluasi Pengawasan Internal

  • Pengawasan internal di masing-masing lembaga penegak hukum harus diperbaiki untuk menghindari praktik impunitas akibat budaya esprit de corps. Pengawasan internal yang lemah memungkinkan praktik pelanggaran hukum terus terjadi di berbagai institusi.

Penguatan Pengawasan Eksternal

  • Lembaga independen seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Kompolnas, KPK, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan harus diperkuat dalam mengawasi, memproses, dan menindak pelanggaran kode etik atau penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. Lembaga-lembaga ini harus memiliki kewenangan lebih besar dan sumber daya yang memadai agar dapat bekerja secara efektif.

Dengan langkah-langkah ini, koalisi sipil berharap reformasi penegakan hukum dapat dilakukan dengan benar, bukan melalui penambahan kewenangan yang justru berpotensi memperburuk kondisi hukum dan demokrasi di Indonesia.

ideologi

Fenomena Terkini






Trending