Tunjangan Kinerja untuk 31 Ribu Dosen Resmi Cair, Ini Rincian Manfaat dan Dampaknya

16 April 2025 10:32 WIB
sri-mulyani-umumkan-apbn-tekor-rp-312-t-1741840505913_169.jpeg

Kuatbaca.com-Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan kebijakan penting yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan ribuan dosen di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Sebanyak 31.066 dosen akhirnya akan menerima Tunjangan Kinerja (Tukin), sebagai pengganti atau pelengkap dari tunjangan profesi yang selama ini mereka terima. Kebijakan ini menjadi angin segar bagi para dosen yang selama bertahun-tahun merasa tertinggal dalam sistem remunerasi ASN.

1. Kebijakan Baru Tukin: Wujud Keadilan bagi Dosen ASN

Pemberian tunjangan kinerja bagi dosen merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025. Perpres ini menandai babak baru dalam sistem penghargaan terhadap dosen yang sebelumnya hanya menerima tunjangan profesi. Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya menciptakan keadilan bagi para pendidik yang telah berkontribusi besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Tunjangan kinerja akan diberikan kepada dosen ASN yang bekerja di tiga kategori satuan kerja: Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang belum menerima remunerasi, serta Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI). Jumlah anggaran yang disiapkan untuk kebijakan ini mencapai Rp 2,66 triliun untuk periode Januari hingga Desember 2025. Selain itu, para dosen juga akan mendapatkan THR dan gaji ke-13.


2. Struktur Gaji Baru: Lebih Adil dan Kompetitif

Sebelum adanya perubahan ini, komponen gaji dosen hanya terdiri dari gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan profesi. Dengan skema baru, dosen bisa mendapatkan tunjangan kinerja jika nilai tukin lebih besar dari tunjangan profesi. Namun jika tunjangan profesi lebih tinggi, maka selisihnya akan tetap ditambahkan agar tidak merugikan penerima.

Model perhitungan ini dirancang untuk menjamin tidak ada dosen yang mengalami penurunan pendapatan. Bahkan, bagi guru besar yang sebelumnya hanya menerima tunjangan profesi sekitar Rp 6,7 juta, akan mendapatkan tambahan tukin yang nilainya bisa disesuaikan hingga mendekati standar tukin untuk pejabat setara eselon II yang berkisar Rp 19,2 juta.

3. Latar Belakang Demonstrasi Dosen dan Ketimpangan Remunerasi

Selama bertahun-tahun, ketimpangan dalam pemberian tunjangan antara dosen dan pegawai non-dosen di lingkungan Kemendiktisaintek telah menjadi sumber kegelisahan. Pegawai struktural secara rutin mendapatkan kenaikan tukin berdasarkan indikator kinerja, sedangkan dosen hanya menerima tunjangan profesi yang stagnan. Ketimpangan inilah yang memicu aksi demonstrasi para dosen, yang merasa sistem saat ini tidak memberikan penghargaan yang setara atas kontribusi mereka.

Salah satu penyebab dari ketimpangan ini adalah kebijakan lama yang diterapkan sejak tahun 2013. Saat itu,

tukin tidak diberikan kepada pejabat fungsional dosen karena dianggap sudah mendapatkan tunjangan profesi. Namun, seiring berjalannya waktu, nilai tukin bagi ASN non-dosen terus meningkat, sementara tunjangan profesi cenderung stagnan, menciptakan kesenjangan yang semakin terasa.


4. Transformasi Lembaga dan Kebijakan: Harapan Baru di Era Pemerintahan Baru

Perjalanan panjang kebijakan ini tak lepas dari dinamika kelembagaan yang dialami Dikti selama satu dekade terakhir. Mulai dari berpindah dari Kemendikbud ke Kemendikti, kemudian menjadi Kemenristekdikti, dan kembali lagi ke Kemendikbud hingga akhirnya kini menjadi Kemendiktisaintek di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Perubahan struktur kementerian ini turut memengaruhi arah kebijakan mengenai remunerasi dosen.

Di era baru pemerintahan, perhatian terhadap dunia pendidikan tampaknya menjadi salah satu prioritas. Permintaan Presiden Prabowo agar dosen mendapatkan perlakuan yang adil dalam sistem ASN menjadi pendorong utama lahirnya Perpres 19/2025 ini. Kebijakan ini tidak hanya menjadi solusi terhadap tuntutan lama para dosen, tetapi juga menjadi tonggak baru dalam reformasi sistem penghargaan di dunia pendidikan tinggi.

Pencairan tunjangan kinerja bagi 31 ribu dosen bukan sekadar langkah administratif, melainkan bentuk nyata dari upaya memperbaiki sistem penghargaan bagi tenaga pendidik. Dengan adanya tunjangan ini, diharapkan motivasi dan produktivitas dosen akan meningkat, sekaligus memperbaiki citra profesi dosen sebagai pilar penting dalam pembangunan bangsa.

Kebijakan ini juga menjadi simbol keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap dunia pendidikan tinggi. Jika diimplementasikan dengan tepat dan berkelanjutan, maka ini akan menjadi awal dari sistem yang lebih sehat dan inklusif bagi seluruh tenaga pendidik di Indonesia.

Fenomena Terkini






Trending