Tumpukan Uang Rp 11,8 Triliun Disita Kejagung, Terungkap dari Kasus Korupsi Minyak Goreng

17 June 2025 17:14 WIB
kejaksaan-agung-kejagung-menyita-uang-sebesar-rp-118-triliun-terkait-dugaan-dugaan-korupsi-korporasi-ekspor-crude-palm-oil-cpo-1750142395926_169.jpeg

Kuatbaca.com - Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) kembali membuat publik tercengang dengan penyitaan uang dalam jumlah fantastis. Total sebesar Rp 11,8 triliun uang tunai berhasil disita dari kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng yang melibatkan sejumlah korporasi besar. Uang tersebut dipamerkan saat konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (17/6/2025).

1. Uang Disusun Rapi dalam Plastik Transparan

Dalam konferensi pers itu, tumpukan uang tunai berisi pecahan Rp 100 ribu menarik perhatian banyak pihak. Uang tersebut dibungkus rapi dalam plastik transparan dan ditumpuk tinggi, membentuk barisan panjang hingga terlihat menggunung di lokasi. Setiap kantong plastik berisi Rp 1 miliar, menjadikan total nilai uang yang dipamerkan mencapai Rp 11,8 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa uang tersebut merupakan hasil penyitaan dari lima terdakwa korporasi dalam kasus ekspor CPO ilegal. Tampilan visual uang tunai itu menjadi simbol penegakan hukum Kejagung terhadap korupsi di sektor strategis, khususnya industri kelapa sawit yang berperan besar dalam perekonomian nasional.

Tidak hanya menjadi sorotan media, foto-foto tumpukan uang juga ramai beredar di media sosial, memunculkan kembali pertanyaan publik soal sejauh mana kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus-kasus serupa.

2. Lima Perusahaan Terkait Masuk dalam Satu Grup Besar

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menjelaskan bahwa uang yang disita berasal dari lima perusahaan korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Kelima entitas ini diduga mendapatkan fasilitas ekspor CPO secara ilegal pada tahun 2022, yang kemudian mengakibatkan kerugian besar bagi negara dan ketimpangan harga minyak goreng di dalam negeri. Dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kelima perusahaan tersebut justru diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh hakim.

Namun, Kejagung tidak tinggal diam. Jaksa Penuntut Umum kini sedang melakukan kasasi terhadap putusan hakim tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan alat bukti dan fakta hukum yang telah diungkap di persidangan.

3. Proses Kasasi Masih Berjalan, Kejagung Siap Tempuh Jalur Hukum

Sutikno menambahkan bahwa hingga saat ini, proses hukum masih berlangsung di Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan kasasi. Kejaksaan yakin bahwa langkah hukum ini penting untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum dari para pelaku korporasi yang telah merugikan negara secara masif.

“Meski putusan pengadilan menyatakan lepas, kami tetap menempuh jalur kasasi karena ada cukup bukti yang menunjukkan keterlibatan lima korporasi tersebut dalam skema korupsi ekspor CPO,” ujarnya. Proses kasasi ini diharapkan dapat membalikkan putusan sebelumnya dan membawa keadilan bagi masyarakat luas yang terdampak dari praktik curang tersebut.

Langkah tegas Kejagung ini sekaligus menjadi bukti bahwa penindakan terhadap korupsi korporasi tidak pandang bulu, termasuk ketika pelaku berasal dari kelompok bisnis besar.

4. Kasus Migor dan Pentingnya Reformasi Tata Niaga

Kasus ini mencerminkan bahwa pengawasan terhadap tata niaga bahan pokok, khususnya minyak goreng, masih memiliki banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya, dan memicu kelangkaan serta lonjakan harga minyak goreng yang menyengsarakan rakyat kecil.

Dengan terbukanya kembali kasus korupsi ekspor CPO dan penyitaan uang tunai Rp 11,8 triliun, pemerintah dan masyarakat diingatkan akan pentingnya reformasi sistem tata niaga dan ekspor-impor komoditas strategis. Tidak hanya soal pengawasan, tetapi juga transparansi dan integritas dari para pemangku kepentingan.

Jika Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum, maka uang yang disita Kejagung bisa menjadi bentuk nyata dari pengembalian kerugian negara, sekaligus bukti bahwa praktik korupsi tidak selalu berakhir dengan impunitas.

Rp 11,8 Triliun yang Bicara Soal Penegakan Hukum

Penyitaan uang tunai sebesar Rp 11,8 triliun oleh Kejagung bukan hanya sebuah aksi simbolis, tetapi juga refleksi serius atas ketegasan negara dalam melawan korupsi korporasi. Dengan proses hukum yang masih berjalan dan upaya kasasi yang tengah diajukan, publik menaruh harapan besar bahwa keadilan akan ditegakkan seadil-adilnya, tanpa kompromi dengan kepentingan ekonomi jangka pendek.

Fenomena Terkini






Trending