Kuatbaca.com - Kendaraan berat yang melebihi kapasitas dan ukuran semestinya, atau biasa disebut truk ODOL (Over Dimension and Over Loading), terus menjadi perhatian pemerintah. Selain membahayakan keselamatan, truk obesitas ini menimbulkan kerugian besar bagi negara, khususnya dalam hal kerusakan infrastruktur jalan dan biaya logistik. Pemerintah kini tengah mempersiapkan implementasi kebijakan Zero ODOL yang ditargetkan berlaku secara efektif mulai tahun 2026.
1. Kerusakan Infrastruktur Akibat Truk ODOL Capai Puluhan Triliun
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Roy Rizali Anwar, mengungkapkan bahwa keberadaan truk ODOL menyebabkan kerugian hingga Rp 43,47 triliun per tahun selama satu dekade terakhir. Kerugian tersebut berasal dari biaya pemeliharaan jalan yang rusak akibat beban muatan berlebih yang dipaksakan melampaui kapasitas jalan nasional.
Sebagai ilustrasi, Roy menjelaskan bahwa umur pakai jalan yang seharusnya dapat bertahan hingga 11 tahun bisa menyusut drastis menjadi hanya 3 tahun akibat dilalui oleh kendaraan ODOL. Selain berdampak pada kerusakan fisik jalan, kondisi ini juga membebani anggaran negara yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur lainnya.
Instruksi Menteri PUPR Nomor 02/IN/M/2022 menjadi langkah konkret dari Kementerian PU untuk mempercepat penertiban kendaraan ODOL, khususnya dalam kegiatan jasa konstruksi. Sosialisasi dan penerapan aturan ini terus digenjot sebagai bagian dari komitmen menuju kebijakan Zero ODOL.
2. Truk ODOL Picu Kecelakaan dan Kematian di Jalan Raya
Dampak truk ODOL tidak hanya dirasakan pada sektor infrastruktur, tetapi juga berkontribusi terhadap meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Roy menambahkan bahwa truk dengan dimensi dan muatan berlebih menjadi penyebab kecelakaan transportasi darat terbesar kedua di Indonesia, setelah sepeda motor.
Truk ODOL sering kali melaju lambat di jalan menanjak, menimbulkan kemacetan panjang, dan menyulitkan kendaraan lain untuk menyalip karena ukurannya yang melebihi batas. Hal ini tidak hanya memperlambat arus lalu lintas, tetapi juga meningkatkan risiko tabrakan dan fatalitas di jalan raya.
Jafung PKJJ Ahli Utama Direktorat Jenderal Bina Marga, Herry Trisaputra Zuna, menambahkan bahwa truk ODOL diperkirakan menyumbang sekitar 17% dari total kecelakaan lalu lintas. Risiko kematian dalam kecelakaan yang melibatkan truk obesitas juga tergolong tinggi karena bobot dan ukuran kendaraan yang sangat besar.
Herry menegaskan bahwa nyawa manusia adalah harga yang tidak ternilai. Oleh karena itu, Zero ODOL harus diwujudkan bukan hanya demi infrastruktur, tetapi juga demi keselamatan warga negara.
3. Zero ODOL: Langkah Bertahap hingga 2026
Pemerintah menargetkan kebijakan Zero ODOL diterapkan secara nasional pada 2026. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan bahwa saat ini proses menuju implementasi masih dalam tahap koordinasi lintas sektor, mengingat kebijakan ini melibatkan banyak pemangku kepentingan mulai dari kementerian, operator logistik, hingga aparat penegak hukum.
Menurut AHY, tantangan utama implementasi Zero ODOL bukan hanya dari sisi regulasi, tapi juga pada kesiapan industri logistik dan penegakan hukum di lapangan. Oleh karena itu, pemerintah memilih pendekatan bertahap, namun tegas dan menyeluruh, agar kebijakan ini berjalan efektif tanpa mengganggu rantai pasok nasional.
Langkah awalnya adalah pengawasan lebih ketat terhadap pergerakan truk obesitas, peningkatan kapasitas jembatan timbang, serta edukasi kepada pelaku usaha logistik mengenai risiko hukum dan kerugian jangka panjang jika tetap menggunakan truk ODOL.
4. Pemerintah Perlu Dukungan Industri untuk Sukseskan Zero ODOL
Kebijakan Zero ODOL bukan hanya soal larangan, tetapi juga upaya untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Kementerian PUPR berharap industri logistik nasional ikut mendukung dengan melakukan standarisasi kendaraan angkut, menggunakan armada yang sesuai spesifikasi, serta mematuhi batas muatan dan dimensi kendaraan.
Langkah korektif seperti subsidi pergantian armada, insentif fiskal, serta kemudahan akses pembiayaan bagi pelaku usaha kecil di sektor logistik perlu disiapkan agar transisi menuju Zero ODOL bisa dilakukan tanpa menimbulkan gejolak ekonomi di lapangan.
Dengan kerja sama lintas kementerian dan sektor swasta, pemerintah optimis bahwa target implementasi Zero ODOL pada tahun 2026 dapat tercapai, sehingga Indonesia memiliki sistem transportasi jalan yang lebih tangguh, aman, dan hemat anggaran di masa depan.