Tingkat Hunian Hotel Berbintang Turun Awal 2025, Ini Potret Industri Pariwisata Indonesia

8 April 2025 14:42 WIB
larangan-pasangan-belum-menikah-check-in-di-hotel_169.jpeg

Kuatbaca - Memasuki tahun 2025, sektor perhotelan di Indonesia menghadapi tantangan cukup serius. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa tingkat hunian kamar (TPK) di hotel berbintang mengalami penurunan cukup tajam pada bulan Januari. Dari data yang dihimpun, TPK tercatat hanya 48,38%, turun sebesar 9,68% dibandingkan bulan Desember 2024.

Angka ini menggambarkan bahwa meskipun masih ada aktivitas wisata dan bisnis di awal tahun, jumlah tamu yang menginap di hotel berbintang tidak sebanyak bulan sebelumnya. Penurunan ini bisa jadi disebabkan oleh efek pascaliburan akhir tahun yang biasanya menjadi puncak kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Penurunan Berlanjut di Februari

Sayangnya, tren penurunan ini tidak berhenti di Januari. Pada Februari 2025, TPK hotel berbintang kembali merosot menjadi 47,21%. Meski hanya turun tipis 1,17% secara bulanan, secara tahunan angka ini mencatat kontraksi sebesar 2,24%.

Penurunan secara tahunan di bulan Februari ini menunjukkan bahwa tantangan sektor perhotelan tidak hanya bersifat musiman, tapi juga bisa berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat, perubahan pola wisata, atau mungkin adanya pergeseran preferensi tempat menginap yang kini semakin melirik akomodasi alternatif seperti homestay, apartemen, hingga glamping.

DKI Jakarta Jadi Pengecualian

Meski secara nasional mencatat penurunan, DKI Jakarta menjadi satu dari sedikit provinsi yang justru mencatatkan kinerja positif di tengah tren lesu. Pada Februari 2025, tingkat hunian hotel berbintang di ibu kota mencapai 59,07%, tertinggi dibandingkan provinsi lainnya.

Tingginya angka ini tak lepas dari maraknya acara skala nasional maupun internasional yang digelar di Jakarta, mulai dari konser musik, konferensi bisnis, pameran, hingga event olahraga. Hal ini memperlihatkan bahwa event-based tourism masih menjadi daya tarik utama bagi sektor perhotelan, terutama di kota-kota besar.

Dalam laporan yang sama, BPS mencatat sebanyak 20 provinsi mengalami penurunan TPK selama Januari hingga Februari 2025. Sebaliknya, ada 18 provinsi yang mengalami peningkatan, meskipun sebagian besar kenaikan tersebut tidak signifikan.

Fakta ini menggambarkan adanya ketimpangan pertumbuhan sektor pariwisata antar wilayah. Provinsi dengan aksesibilitas tinggi, infrastruktur lengkap, dan destinasi unggulan cenderung tetap mampu menarik wisatawan, sementara daerah-daerah dengan daya tarik terbatas mengalami kesulitan menjaga angka kunjungan.

Durasi Menginap yang Relatif Singkat

Data BPS juga mencatat bahwa rata-rata lama menginap tamu di hotel berbintang pada Februari 2025 adalah 1,58 malam. Tamu asing menginap lebih lama dengan rata-rata 2,37 malam, sedangkan tamu domestik hanya sekitar 1,49 malam.

Durasi menginap yang singkat ini mengindikasikan bahwa sebagian besar kunjungan masih bersifat jangka pendek, seperti perjalanan bisnis atau transit. Untuk menggenjot sektor ini, pelaku industri perhotelan perlu menciptakan strategi untuk meningkatkan length of stay, seperti menawarkan paket bundling wisata atau memberikan promo menginap lebih lama.

Penurunan TPK pada awal 2025 menjadi alarm bagi pelaku industri perhotelan dan pariwisata untuk segera beradaptasi. Inovasi dalam layanan, sinergi dengan pelaku wisata lokal, dan diversifikasi pasar menjadi hal penting agar sektor ini bisa kembali menggeliat.

Dukungan pemerintah daerah dalam bentuk promosi destinasi dan penyelenggaraan event juga menjadi faktor penting dalam menjaga tingkat kunjungan. Di sisi lain, penting juga bagi pelaku industri untuk memperhatikan tren perilaku konsumen pasca pandemi, di mana banyak wisatawan mengutamakan fleksibilitas, kenyamanan, serta pengalaman yang otentik.

Jika tidak segera diantisipasi, penurunan ini bisa menjadi awal dari stagnasi sektor perhotelan yang lebih luas. Namun dengan strategi dan kolaborasi yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia bisa kembali memikat para wisatawan dan menjaga geliat sektor pariwisata yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional.

Fenomena Terkini






Trending