Tim Likuidasi Bakal Selidiki Tunggakan Polis WanaArtha Hampir Rp 16 T

Jakarta - Total kewajiban yang harus dibayar WanaArtha Life ke 28.000 pemegang polis mencapai Rp 15,7 triliun. Namun, aset perusahaan saat ini tidak melebihi Rp 100 miliar, terdiri atas aset bergerak dan aset tidak bergerak.
Tim Likuidasi WanaArtha Life yang diketuai Harvardy M. Iqbal bakal menelusurinya. Pihaknya juga akan dibantu auditor independen.
"Terkait informasi tunggakan polis yang katanya mencapai Rp 15 triliun, sedangkan aset tidak sampai 100 miliar, itulah yang kami akan verifikasi kebenarannya dalam proses likuidasi ini, juga dengan bantuan dari auditor independen," katanya di Kantor Pusat WanaArtha Life, Jl. Mampang Prapatan, Tegal Parang, Jakarta Selatan Selasa (2/1/2023).
Ia menyebut akan menelusuri aset inventaris perusahaan, termasuk apakah jumlahnya cukup membayar tagihan pemegang polis atau tidak. Oleh karena itu ia mengharapkan kerja sama dari semua pihak, termasuk direksi dan komisaris Wanaartha Life untuk kelancaran proses likuidasi.
Namun saat mendatangi kantor WanaArtha Life, Harvardy ditolak masuk oleh petugas keamanan. Padahal menurut Harvardy Tim Likuidasi ini sudah direstui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Yang pasti kehadiran kami adalah dalam rangka menjalankan wewenang dan tugas tim likuidasi sesuai POJK 28 Tahun 2015 untuk melakukan proses pemberesan atau likuidasi karena dicabutnya izin usaha PT WAL (WanaArtha Life) oleh OJK, tapi kehadiran kami justru ditolak dan dihalang-halangi oleh petugas keamanan gedung dengan alasan yang tidak jelas dan meminta dokumen yang ada, tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan yang menghalang-halangi proses likuidasi," Kata Harvardy.
Dalam kesempatan itu, ia turut membahas batalnya proses RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang seharusnya digelar pada Senin 26 Desember 2022 karena tidak memenuhi kuorum persyaratan kehadiran. Jadwal baru RUPSLB direncanakan pada 4 Januari 2023.
Harvardy menjelaskan bahwa tim likuidasi tetap bisa dibentuk melalui keputusan sirkuler atas persetujuan seluruh pemegang saham. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 91 UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas.
"Mengenai RUPSLB kan yang saya ketahui juga, dari direksi meminta langsung Pemegang Saham Pengendali (PSP). Namun dengan kondisi mereka di luar negeri sepertinya susah datang langsung fisik ke Jakarta. Dan secara online direksi tidak mengizinkannya. Seharusnya sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), itu dibolehkan keputusan sirkuler," jelasnya.
Keputusan sirkuler adalah keputusan yang dibuat para pemegang saham di luar RUPS yang mengikat perusahaan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
"Pada intinya keputusan RUPS bisa dilakukan secara sirkuler asalkan seluruh pemegang saham setuju secara tertulis dan dianggap seperti RUPS. Sah secara hukum sesuai UUPT," pungkasnya.