Tara Zulfikar, Sineas Muda Indonesia yang Meniti Karier Internasional di Industri Film Amerika

1. Perempuan Indonesia yang Mewujudkan Mimpi di New York
Kuatbaca.com - Nama Tara Zulfikar mungkin belum begitu dikenal di tanah air, namun jejak langkahnya dalam industri film internasional mulai menarik perhatian. Lulusan dari Tisch School of the Arts, New York University ini tengah meniti karier di jantung perfilman dunia New York, Amerika Serikat. Di kota yang menjadi pusat banyak sineas dunia, Tara membawa semangat dan perspektif khas sebagai kreator muda asal Indonesia.
2. Pendidikan Film sebagai Pondasi Kuat
Tara meraih gelar sarjana dalam bidang Cinematography and Film/Video Production dari NYU Tisch, salah satu institusi perfilman paling prestisius di dunia. Pengalaman akademis ini menjadi dasar kuat bagi Tara untuk mengekspresikan dirinya melalui karya-karya visual yang intim, eksperimental, dan reflektif.
Dalam situs pribadinya, tarazulfikar.com, ia memperlihatkan beragam portofolio, dari fotografi, film pendek, hingga video musik. Ia tidak hanya berperan sebagai sutradara, tetapi juga sinematografer dan produser—menandakan kemampuannya yang multitalenta di dunia produksi film.
3. Runaway, Karya Debut yang Mencuri Perhatian
Salah satu proyek awal Tara yang paling mencolok adalah video musik Runaway milik musisi Izzy Ravana dan mTwenty. Disutradarai pada Desember 2022, video ini mendapat respons positif, dengan jumlah penonton yang terus bertambah di YouTube dan Instagram. Runaway tak hanya menarik secara visual, tetapi juga berhasil menembus berbagai festival internasional.
Karya ini menjadi nominasi juri di National Film Festival for Talented Youth (NFFTY) 2023, meraih Best Music Video di Independent Shorts Awards dan Fusion Film Festival, serta masuk daftar Music Video Releases You Need To Check Out dari kanal @loadingunderground.
4. Eksplorasi Visual dalam Film Eksperimental Skin Bodies
Tak berhenti di video musik, Tara juga menunjukkan sisi eksperimentalnya lewat keterlibatannya sebagai Director of Photography dalam film pendek berjudul Skin Bodies. Film ini merupakan proyek kolaboratif antara sutradara muda Ilina Bhatia dan seniman Jerman, Edith Saldanha.
Skin Bodies mengeksplorasi isu-isu kekerasan struktural dan dampaknya terhadap tubuh manusia. Film ini merupakan bagian dari triptych performatif yang didukung oleh institusi seni ternama seperti Goethe-Institut München, Kulturfonds Stadt München, dan Stadt Salzburg. Proyek ini juga tengah bersiap untuk ditayangkan di berbagai galeri seni di Jerman, Belgia, dan New York.
5. Proyek Lain: Dinner With My Dead Son dan Double Happiness
Tara terus aktif dalam berbagai proyek film, salah satunya Dinner With My Dead Son yang disutradarai oleh Ilina Bhatia. Film pendek ini memenangkan Best Experimental Film di Absurd Film Festival Italia dan masuk seleksi resmi HollyShorts Film Festival.
Ia juga dipercaya sebagai Unit Production Manager dalam proyek Double Happiness, produksi Rollin Studios. Film ini disutradarai oleh Shari Albert aktris yang dikenal lewat film The Brothers McMullen dan menampilkan sinematografer Adam Kolodny, sosok di balik film The Featherweight (2024).
6. Dari Jakarta ke New York: Membawa Perspektif Indonesia ke Dunia
Bagi Tara Zulfikar, setiap proyek bukan sekadar karya, tetapi juga proses belajar dan membangun koneksi lintas budaya. Perjalanannya dari Jakarta ke New York adalah bentuk komitmen dan keberanian untuk menghadirkan perspektif unik sebagai sineas Indonesia di panggung global.
"Yang terpenting adalah tetap berkarya, berkembang, dan membawa perspektif uniknya sebagai seorang sineas muda Indonesia di panggung global," ungkap Tara dalam salah satu pernyataannya.
Tara juga aktif di media sosial, termasuk Instagram dengan akun @tara_zulfikar, tempat ia berbagi kilasan proses kreatif dan kehidupan sebagai filmmaker di luar negeri.