Skandal Korupsi PDNS Terkuak Saat PDN Siap Operasi: Ancaman Serius Transformasi Digital Nasional

Kuatbaca.com - Sebuah ironi besar menyelimuti agenda transformasi digital Indonesia. Di saat pemerintah bersiap mengoperasikan Pusat Data Nasional (PDN) mulai 1 Juni 2025 sebagai tonggak era digital yang aman dan terintegrasi, kasus korupsi yang melibatkan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) justru mencuat ke permukaan. Tak tanggung-tanggung, lima tersangka, termasuk mantan pejabat tinggi Kementerian Komunikasi dan Informatika, ditetapkan dalam kasus ini.
PDNS sebelumnya dibentuk sebagai solusi sementara untuk menampung dan mengelola data-data sensitif dari kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah selama pembangunan PDN berlangsung. Data seperti KTP, rekening bank, nomor HP, hingga informasi pribadi warga negara disimpan di dalamnya, menjadikan fasilitas ini sangat strategis dan vital.
Namun sayangnya, proyek yang seharusnya menjadi penopang transformasi digital itu malah tercoreng oleh dugaan korupsi. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat secara resmi menahan kelima tersangka yang diduga terlibat dalam penyimpangan anggaran pengadaan dan pengelolaan PDNS dalam rentang waktu 2020 hingga 2024. Proyek bernilai miliaran rupiah itu kini tengah diusut secara mendalam.
Kasus ini menyeret nama besar, termasuk eks Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, yang dinilai memiliki peran sentral dalam proses pengadaan barang dan jasa PDNS. Kerugian negara yang ditimbulkan masih dihitung, namun diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah, sebuah angka fantastis yang menjadi tamparan keras bagi upaya digitalisasi pemerintahan.
PDN Siap Beroperasi Juni, Namun Bayang-Bayang Skandal Belum Hilang
Sementara itu, pemerintah memastikan bahwa pembangunan PDN pertama di Cikarang, Jawa Barat telah rampung dan siap memasuki fase operasional awal per Juni 2025. Fasilitas ini sebelumnya dijadwalkan aktif pada Agustus 2025, namun sempat tertunda akibat serangan ransomware pada PDNS 2 yang terjadi pada Juli 2024 lalu.
Setelah melalui proses serah terima pada Maret 2025, kini PDN tengah menjalani proses asesmen keamanan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelum benar-benar digunakan untuk mendukung layanan publik berbasis digital. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa PDN adalah bagian penting dari infrastruktur digital nasional.
Dalam pernyataannya, Meutya menegaskan bahwa kehadiran PDN akan memastikan layanan publik berjalan lebih efisien, transparan, dan aman. Pemerintah pun berkomitmen menyelaraskan pembangunan infrastruktur ini dengan 17 program prioritas nasional, termasuk percepatan distribusi bansos yang akuntabel melalui sistem data tunggal.
Namun, dengan terbongkarnya kasus korupsi PDNS, kepercayaan publik terhadap sistem pengelolaan data digital oleh pemerintah bisa terguncang. Peristiwa ini seharusnya menjadi momen introspeksi dan pembenahan total, agar tidak terjadi kebocoran data atau penyalahgunaan wewenang yang membahayakan privasi masyarakat.
Deretan Tersangka dan Keterlibatan Lembaga Swasta
Kelima tersangka dalam kasus ini memiliki latar belakang dan jabatan yang strategis. Mereka adalah:
- Semuel Abrizani Pangerapan (SAP) – Mantan Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo 2016–2024.
- Bambang Dwi Anggono (BDA) – Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah 2019–2023.
- Nova Zanda (NZ) – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan PDNS 2020–2024.
- Alfi Asman (AA) – Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta.
- Pini Panggar Agusti (PPA) – Account Manager PT Dokotel Teknologi.
Pihak kejaksaan mengungkapkan bahwa proses penyidikan menemukan dugaan kuat keterlibatan mereka dalam manipulasi proses pengadaan dan pengelolaan proyek PDNS, termasuk kerja sama tidak wajar dengan pihak swasta. Sejumlah lokasi penting telah digeledah oleh tim kejaksaan, mulai dari kantor, warehouse, hingga rumah pribadi para saksi.
Kajari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu hasil audit resmi dari BPKP untuk menentukan angka pasti kerugian negara. Namun, dari hasil penyelidikan awal, kerugian tersebut diduga mencapai angka ratusan miliar rupiah, menjadikan kasus ini salah satu skandal digitalisasi pemerintahan terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Momentum Evaluasi Total Sistem Pengelolaan Data Pemerintah
Dengan PDN yang akan segera dioperasikan, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pengelolaan data digital tidak kembali tercemar oleh praktik korupsi dan inefisiensi. Kasus PDNS menjadi contoh nyata bahwa digitalisasi tanpa integritas hanya akan menghasilkan sistem yang rentan dan berisiko tinggi.
Publik pun berharap agar pengungkapan kasus ini tidak berhenti pada penetapan tersangka semata, tetapi juga dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pengadaan teknologi informasi di lembaga pemerintah. Kolaborasi antar kementerian dan lembaga pengawasan seperti BSSN dan KPK harus diperkuat demi membangun sistem pengelolaan data nasional yang benar-benar kredibel.
Jika tidak, maka ambisi besar Indonesia menuju pemerintahan berbasis data yang transparan dan efisien akan terancam gagal sebelum benar-benar dimulai. Untuk itu, penegakan hukum harus berjalan tegas dan transparan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan ekosistem digital nasional yang bersih dan terpercaya.