Sistem Pembayaran QRIS dan GPN Indonesia Dapat Sorotan AS dalam Negosiasi Tarif Resiprokal

Kuatbaca.com-Indonesia tengah berada di tengah perhatian besar dalam negosiasi tarif dengan Amerika Serikat, khususnya terkait dengan sistem pembayaran domestik yang diterapkan di tanah air, seperti Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dalam beberapa waktu terakhir, kebijakan ini dinilai oleh sejumlah pihak di AS sebagai langkah yang membatasi ruang gerak perusahaan asing, khususnya dalam sektor pembayaran dan perbankan.
1. Kebijakan QRIS dan GPN di Indonesia: Peran dan Tujuannya
QRIS adalah standar kode QR nasional yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mempermudah transaksi pembayaran secara elektronik di seluruh Indonesia. Dengan QRIS, pembayaran dapat dilakukan hanya dengan satu kode QR, yang memungkinkan konsumen dan pedagang untuk menggunakan berbagai platform pembayaran tanpa hambatan. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, mempermudah transaksi digital, dan mendorong penggunaan uang elektronik, baik di dalam negeri maupun untuk transaksi internasional.
Sementara itu, GPN atau Gerbang Pembayaran Nasional adalah sistem yang dibuat oleh Bank Indonesia untuk mempermudah transaksi elektronik dalam negeri, termasuk kartu debit dan kredit yang diterbitkan oleh bank-bank Indonesia. Sistem ini bertujuan untuk memusatkan transaksi pembayaran dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran internasional, dan menjaga keamanan data serta transaksi nasabah di Indonesia.
2. Dampak Sistem Pembayaran Indonesia terhadap Perusahaan Asing
Namun, kebijakan yang diterapkan Indonesia ini mendapat perhatian khusus dari AS, terutama dalam konteks negosiasi tarif resiprokal. Pemerintah AS khawatir bahwa penerapan QRIS dan GPN akan menghambat akses perusahaan-perusahaan pembayaran asing, terutama yang berasal dari AS, untuk memasuki pasar Indonesia. Hal ini terkait dengan aturan yang mewajibkan transaksi menggunakan kode QR QRIS atau memproses kartu kredit melalui GPN, yang membatasi penggunaan sistem pembayaran global yang lebih luas.
Pihak-pihak dari industri pembayaran AS menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses pembentukan kebijakan ini dan merasa khawatir jika kebijakan tersebut akan mengurangi daya saing mereka di pasar Indonesia. Lebih jauh lagi, mereka juga menyoroti kurangnya kesempatan bagi pemangku kepentingan internasional untuk memberikan pandangan mereka tentang potensi interaksi sistem pembayaran Indonesia dengan sistem internasional yang sudah ada.
3. Respons Pemerintah Indonesia terhadap Sorotan AS
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menanggapi masukan yang diberikan oleh pihak AS terkait kebijakan pembayaran ini. Pemerintah Indonesia, menurut Airlangga, terus berusaha untuk menjaga agar kebijakan yang diterapkan tetap memberikan ruang bagi perusahaan asing, sambil tetap mengutamakan kepentingan domestik dalam memajukan sistem pembayaran yang lebih aman dan efisien.
Meskipun demikian, Airlangga juga mengungkapkan bahwa belum ada penjelasan rinci terkait langkah-langkah konkret yang akan diambil pemerintah Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal dari AS, mengingat proses negosiasi ini masih berlangsung. Pemerintah Indonesia berharap hasil dari negosiasi tersebut akan membawa manfaat yang seimbang bagi kedua negara, dengan tetap menjaga kestabilan perdagangan internasional.
4. Tantangan dan Harapan dalam Negosiasi Tarif AS-Indonesia
Negosiasi tarif resiprokal ini menjadi penting, karena AS dan Indonesia memiliki hubungan perdagangan yang besar, yang mencakup berbagai sektor mulai dari perdagangan barang hingga sektor jasa. Proses negosiasi tarif ini direncanakan berlangsung dalam waktu 60 hari, yang berakhir sekitar Juni 2025. Salah satu topik utama yang disorot dalam negosiasi ini adalah penggunaan Angka Pengenal Importir (API) melalui sistem Online Single Submission (OSS), serta peraturan terkait insentif perpajakan, kepabeanan, dan kuota impor.
Namun, di balik itu semua, ada harapan dari pemerintah Indonesia agar sistem pembayaran domestik yang diterapkan dapat terus berkembang tanpa mengorbankan hubungan ekonomi dengan negara lain. Indonesia bertekad untuk menciptakan lingkungan yang adil dan seimbang bagi semua pihak yang terlibat, termasuk perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Oleh karena itu, meskipun ada tantangan yang dihadapi, pemerintah Indonesia berharap untuk menemukan jalan tengah yang dapat memfasilitasi kedua belah pihak, sambil terus mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Sistem pembayaran QRIS dan GPN yang diterapkan di Indonesia memang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi domestik, namun kebijakan ini juga memunculkan tantangan dalam hubungan perdagangan dengan AS. Dengan negosiasi tarif yang sedang berlangsung, Indonesia berusaha untuk menyeimbangkan kepentingan domestik dengan kepentingan internasional. Pemerintah Indonesia berharap bahwa proses ini dapat membawa hasil yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, dengan tetap menjaga kestabilan dan kemajuan sistem pembayaran yang aman dan efisien.