Sengketa Empat Pulau: Aceh dan Sumatera Utara Berebut Wilayah Administratif

Polemik terkait batas wilayah kembali mencuat antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Kali ini, sengketa melibatkan empat pulau yang masing-masing diklaim sebagai bagian dari wilayah administratif provinsi mereka.
Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek menjadi objek perselisihan. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam teritori Sumut. Pernyataan ini didukung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui keputusan resmi yang diterbitkan pada 25 April 2025.
Namun, Pemerintah Provinsi Aceh menolak klaim tersebut. Pemprov Aceh bersikeras bahwa pulau-pulau itu seharusnya berada dalam wilayah mereka. Upaya peninjauan kembali terhadap keputusan Mendagri pun masih terus diperjuangkan.
Latar Belakang Sengketa: Perubahan Nama dan Koordinat Pulau
Kisruh empat pulau ini ternyata berakar pada proses verifikasi wilayah yang dilakukan sejak 2009. Menurut Dirjen Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, persoalan bermula ketika Pemerintah Provinsi Aceh mengajukan perubahan nama sejumlah pulau.
Hasil verifikasi tim nasional pembakuan rupabumi Kemendagri saat itu mencatat adanya 213 pulau di wilayah Sumatera Utara, termasuk empat pulau yang kini disengketakan. Data tersebut dikonfirmasi melalui surat resmi dari Gubernur Sumatera Utara pada tahun yang sama.
Sebaliknya, hasil identifikasi di Aceh mencatat 260 pulau, namun tanpa mencantumkan keempat pulau yang dimaksud. Perbedaan ini kemudian diperparah dengan adanya perubahan nama dan titik koordinat oleh Pemprov Aceh pada tahun 2009.
"Pulau Mangkir Besar sebelumnya bernama Pulau Rangit Besar, dan Pulau Mangkir Kecil sebelumnya disebut Pulau Rangit Kecil. Sementara Pulau Lipan awalnya bernama Pulau Malelo," jelas Safrizal dalam konferensi pers di Jakarta.
Usulan Pemerintah Pusat: Pengelolaan Bersama sebagai Solusi
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian turut menanggapi konflik ini dengan pendekatan damai. Ia menyarankan agar kedua provinsi mempertimbangkan skema pengelolaan bersama atas keempat pulau tersebut.
"Kalau bisa dikelola bersama, kenapa tidak? Kita harapkan kedua gubernur dapat mencapai kesepakatan terbaik," ujar Tito di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6).
Menurut Tito, keputusan terkait status wilayah pulau telah ditetapkan pada 2022 berdasarkan kesepakatan batas darat antara empat pemerintah daerah yang terkait. Keputusan Mendagri terbaru pada April 2025 hanyalah penegasan ulang dari penetapan sebelumnya.
Aceh Terus Mengupayakan Peninjauan Kembali
Meski Kemendagri telah bersikap tegas, Pemerintah Aceh belum menyerah. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan bahwa perjuangan untuk mengembalikan keempat pulau tersebut ke wilayah Aceh masih berlanjut.
"Peninjauan kembali terhadap keputusan Mendagri tetap kami tempuh. Kami berharap keempat pulau itu kembali menjadi bagian dari Aceh," tuturnya.