Kuatbaca.com - Pemerintah Provinsi Banten menghadapi sorotan publik setelah puluhan calon pegawai rumah sakit daerah (RSUD) dinyatakan gagal dikontrak. Pembatalan tersebut terjadi di dua rumah sakit baru, yakni RSUD Cilograng di Kabupaten Lebak dan RSUD Labuan di Kabupaten Pandeglang. Calon tenaga kerja yang sebelumnya telah dinyatakan lulus seleksi dan bahkan menandatangani kontrak kerja, harus menerima keputusan pembatalan karena adanya temuan masalah administratif.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menjaga akuntabilitas dan integritas proses rekrutmen aparatur sipil di lingkungan Pemprov Banten. Proses rekrutmen sebelumnya telah melalui tahap seleksi ketat, termasuk tes berbasis Computer Assisted Test (CAT) yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
1. Temuan Dokumen Tidak Valid Jadi Penyebab Utama
Pembatalan kelulusan tidak dilakukan secara sembarangan. Pemeriksaan lanjutan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten menemukan bahwa sejumlah dokumen milik peserta tidak memenuhi syarat administratif. Dua dokumen paling bermasalah yang ditemukan adalah KTP domisili yang baru diterbitkan dan sertifikat kompetensi yang sudah tidak berlaku.
Misalnya, ditemukan peserta yang menggunakan KTP baru yang dikeluarkan hanya beberapa hari sebelum pendaftaran, padahal domisili yang tercantum tidak sesuai dengan tempat tinggal sebenarnya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa dokumen tersebut dibuat hanya untuk memenuhi syarat seleksi, bukan berdasarkan kondisi riil.
Selain itu, beberapa peserta melampirkan sertifikat kompetensi yang masa berlakunya telah habis, padahal dokumen tersebut menjadi syarat utama dalam pendaftaran tenaga kesehatan di fasilitas medis milik pemerintah. Ketidaksesuaian ini kemudian menjadi alasan kuat untuk membatalkan kelulusan mereka demi menjaga legalitas proses pengadaan pegawai.
2. Potensi Keberatan dari Peserta Tidak Dikesampingkan
Menyadari bahwa keputusan ini bisa memicu kekecewaan, Pemerintah Provinsi Banten membuka ruang bagi peserta yang merasa dirugikan untuk menyampaikan keberatan melalui jalur resmi. Prosedur sanggah dan koreksi administratif telah disiapkan oleh pemerintah untuk mengakomodasi mereka yang ingin melakukan klarifikasi atau pembelaan terhadap statusnya.
Meski demikian, beberapa dokumen yang sudah tidak sah, seperti sertifikat yang kedaluwarsa, disebut tidak bisa lagi diproses dalam tahap sanggah. Sementara itu, permasalahan seperti perbedaan domisili atau KTP fiktif akan menjadi perhatian utama dalam proses verifikasi ulang jika peserta mengajukan keberatan melalui mekanisme hukum, termasuk kemungkinan membawa kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
3. Komitmen Pemerintah Banten Menjaga Integritas Perekrutan
Langkah tegas yang diambil oleh Pemprov Banten ini mencerminkan komitmen dalam membangun birokrasi yang profesional dan transparan. Apalagi, dua RSUD tersebut akan segera beroperasi dan membutuhkan SDM berkualitas dan sesuai prosedur, mengingat fungsi vital rumah sakit sebagai layanan publik, terutama dalam sektor kesehatan yang sangat krusial.
Gubernur Banten Andra Soni menekankan bahwa proses rekrutmen pegawai harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral, terutama karena rumah sakit adalah garda depan pelayanan masyarakat. Ia pun memastikan bahwa pelaksanaan seleksi selanjutnya akan disempurnakan, termasuk dengan sistem verifikasi dokumen yang lebih ketat.
4. Evaluasi Menyeluruh Sistem Rekrutmen ASN di Lingkup Daerah
Kasus ini memberikan pelajaran penting bagi seluruh pemerintahan daerah, bahwa proses perekrutan tenaga kerja di sektor publik harus disertai dengan mekanisme pengawasan dan validasi dokumen yang terstruktur. Kesalahan administrasi bukan hanya mencoreng citra pemerintah, tetapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem perekrutan yang selama ini diharapkan berlangsung adil dan transparan.
Pemprov Banten juga mengisyaratkan akan mengembangkan sistem digitalisasi dokumen dan integrasi data dengan instansi seperti Disdukcapil dan BKN untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang. Dengan demikian, kualitas pelayanan publik bisa terus ditingkatkan tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan akuntabilitas.