Protokol Berlebihan di BUMN, Dony Oskaria Soroti Gaya Hidup Elitis Direksi

Kuatbaca - Di tengah upaya pemerintah mendorong efisiensi dan profesionalisme dalam tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), muncul sorotan tajam terhadap gaya hidup mewah yang masih melekat pada sebagian pejabatnya. Salah satunya datang dari Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN sekaligus Chief Operating Officer Danantara, yang secara blak-blakan mengkritik kebiasaan direksi BUMN membawa protokol atau ajudan dalam jumlah berlebihan.
Kebiasaan Lama yang Sulit Ditinggalkan
Dalam sebuah diskusi yang diadakan bersama para alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Dony menyuarakan keprihatinannya atas fenomena direksi yang seolah masih ingin diperlakukan bak pejabat tinggi negara—bahkan lebih dari itu. Tidak hanya membawa ajudan pribadi, beberapa bahkan melibatkan pengawalan untuk istri masing-masing, yang menurut Dony sama sekali tidak mencerminkan semangat pengabdian sebagai pelayan negara.
Di matanya, jabatan sebagai direksi BUMN adalah bentuk kepercayaan untuk menjalankan roda perusahaan negara secara profesional, bukan panggung untuk bergaya layaknya tokoh penting dengan segala lapisan protokoler. Baginya, hal ini merupakan warisan pola pikir elitis yang perlu segera dihapuskan.
Bandingkan dengan Praktik Global
Pengalaman Dony yang telah berinteraksi dengan berbagai CEO kelas dunia memberinya perspektif berbeda. Ia menilai bahwa di luar negeri, pimpinan perusahaan besar sekalipun jarang terlihat dikelilingi ajudan atau pengawal dalam jumlah banyak. Hal ini menandakan bahwa profesionalisme lebih ditonjolkan daripada simbol-simbol kekuasaan.
Ia mempertanyakan urgensi dari keberadaan ajudan yang begitu banyak dalam lingkungan BUMN. Jika direksi merasa perlu dikawal ketat dalam aktivitas sehari-hari, muncul pertanyaan sederhana namun tajam: "Memangnya siapa yang mau menculik mereka?"
Momen Tegas di Kantor Danantara
Kritik tajam Dony bukan sekadar wacana. Ia pernah bertindak tegas saat melihat kantor Danantara dipenuhi ajudan saat menerima kunjungan salah satu direksi BUMN. Baginya, kehadiran puluhan orang yang tak memiliki fungsi produktif hanya akan mengganggu ritme kerja dan menciptakan kesan eksklusivitas yang tidak diperlukan.
Dengan langkah berani, ia meminta agar ajudan-ajudan itu segera meninggalkan lokasi. Menurutnya, kantor pusat bukan tempat untuk mempertontonkan kekuasaan, melainkan ruang kerja yang menuntut efisiensi dan profesionalisme.
Meski sempat merasa geram dengan situasi tersebut, Dony mengakui bahwa kini mulai terlihat perbaikan di lapangan. Beberapa direksi BUMN, kata dia, telah mulai datang sendiri ke kantor Danantara tanpa diiringi rombongan protokol. Ini menjadi sinyal positif bahwa kesadaran mulai tumbuh di kalangan pimpinan BUMN bahwa gaya hidup sederhana dan efisien adalah bagian dari reformasi besar yang sedang diupayakan pemerintah.
Langkah ini, meskipun kecil, menjadi pertanda bahwa pesan-pesan perubahan mulai menggugah para pejabat yang sebelumnya terbuai oleh kenyamanan jabatan.
Tak hanya kepada para direksi, Dony juga menyampaikan peringatan keras terhadap keterlibatan istri pejabat dalam urusan internal perusahaan. Ia menyebut bahwa kantor BUMN bukanlah milik pribadi atau warisan keluarga yang bisa diatur sesuai selera pasangan direksi. Campur tangan seperti menentukan dekorasi kantor, memilih pengisi acara, atau ikut menyusun rencana kegiatan perusahaan adalah bentuk penyalahgunaan pengaruh yang bisa mencederai profesionalisme.
Dalam konteks ini, Dony ingin memastikan bahwa jabatan yang diamanahkan kepada para direksi tetap berada dalam koridor etika korporasi, bukan dinodai oleh praktik feodal yang mengaburkan batas antara kepentingan pribadi dan tugas negara.
Kritik keras dan ketegasan Dony Oskaria mencerminkan semangat pembaruan yang sedang dibawa oleh Kementerian BUMN. Dalam upaya menjadikan BUMN sebagai perusahaan berkelas dunia, perubahan budaya organisasi menjadi hal yang tak kalah penting dibanding reformasi struktural.
Dengan membuang jauh atribut kekuasaan yang berlebihan dan menanamkan budaya kerja yang rasional, BUMN diharapkan dapat menjadi teladan dalam manajemen modern yang akuntabel, efisien, dan tetap mengedepankan pelayanan terhadap kepentingan publik.