Potret Pekerja Jakarta: Gaji UMR Hanya Cukup untuk Bertahan Hidup

Kuatbaca.com-Hidup di ibu kota dengan gaji setara Upah Minimum Regional (UMR) memang penuh tantangan. Meskipun terlihat cukup di atas kertas, pada kenyataannya, banyak pekerja di Jakarta yang harus pintar-pintar mengatur keuangan agar kebutuhan pokok sehari-hari bisa terpenuhi. Salah satu contohnya adalah cerita nyata dari seorang karyawan swasta bernama Wins, yang berbagi pengalamannya hidup dengan gaji UMR Jakarta.
1. Gaji UMR Jakarta 2025: Naik, Tapi Tetap Terkuras untuk Biaya Harian
Pada tahun 2025, UMR Jakarta ditetapkan sebesar Rp 5.396.791, mengalami kenaikan sekitar Rp 329.000 dari tahun sebelumnya. Meski ada kenaikan, nominal ini masih dianggap pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja lajang yang tinggal di ibu kota.
Wins, seorang pekerja kantoran yang baru dua bulan bekerja di tempat baru, mengaku bahwa penghasilan bulanannya setara dengan UMR Jakarta. Namun, pengeluaran harian yang cukup besar membuat gaji tersebut terasa hanya ‘numpang lewat’ di rekeningnya setiap bulan.
“Saya masih ngekost dan juga harus keluar uang untuk transportasi serta kebutuhan lainnya. Jadi gaji itu sebenarnya habis untuk kebutuhan pokok,” kata Wins dalam keterangannya.
2. Tabungan? Nomor Sekian Setelah Semua Kebutuhan Terpenuhi
Salah satu tantangan utama hidup dengan gaji UMR adalah kesulitan menyisihkan dana untuk tabungan. Wins mengakui bahwa dirinya tidak bisa rutin menabung setiap bulan. Ia hanya bisa menyisihkan uang jika ada sisa dari pengeluaran pokok seperti makan, sewa kost, dan transportasi.
Baginya, menabung bukanlah kewajiban, melainkan bonus jika kondisi keuangan bulan itu memungkinkan. Dengan pengeluaran yang nyaris setara gaji, tidak banyak ruang tersisa untuk disimpan di tabungan.
“Kalau ada sisa, baru saya tabung. Tapi saya tidak patok target nominal khusus,” ungkapnya.
3. Sewa Kost Jadi Beban Terbesar: Setengah Gaji Lenyap
Biaya tempat tinggal di Jakarta memang dikenal tinggi. Wins menempati sebuah kamar kost seluas 3x4 meter persegi di kawasan Jakarta, dengan tarif sewa bulanan sebesar Rp 2,3 juta. Angka itu bahkan belum termasuk tagihan listrik dan biaya tambahan lainnya.
Dengan setengah gaji habis hanya untuk menyewa tempat tinggal, ia harus menghemat di pos lainnya. Inilah yang membuat pengeluaran lain seperti makan, sabun mandi, dan keperluan pribadi harus dikelola dengan sangat cermat.
“Kalau dibandingkan dengan kost di kota lain, kost Jakarta itu mahal banget. Kecil dan mahal, tapi mau bagaimana lagi?” keluhnya.
4. Menyiasati Pengeluaran dengan Bisnis Sampingan
Untuk mengatasi tekanan keuangan, Wins juga menjalankan bisnis online sampingan. Namun, pekerjaan tambahan ini tidak ia anggap sebagai sumber utama pendapatan. Ia lebih menggunakan hasil dari usaha tersebut untuk menambah uang makan atau pengeluaran ringan lainnya.
“Bisnis sampingan itu saya jalankan lewat ponsel, jadi tidak mengganggu pekerjaan utama. Tapi saya tidak mengandalkan itu untuk nutup kekurangan,” jelasnya.
Wins merasa bahwa pekerjaan tambahan hanyalah cara untuk membuat kehidupan sedikit lebih longgar, namun tetap tidak cukup untuk memberi ruang finansial lebih besar.
5. Realita Pahit Gaji Pas-pasan di Tengah Kota Metropolitan
Cerita Wins adalah potret umum dari banyak pekerja muda di Jakarta yang hanya bergaji UMR. Tantangan hidup di kota besar, mulai dari tingginya harga sewa, biaya makan, hingga transportasi, membuat penghasilan yang diterima hampir selalu habis hanya untuk bertahan hidup.
Menabung menjadi barang mewah, dan gaya hidup harus ditekan seminimal mungkin. Belum lagi jika ada kebutuhan mendadak seperti sakit atau keperluan keluarga, maka kondisi keuangan bisa langsung goyah.
Pemerintah memang rutin menyesuaikan UMR tiap tahun, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kenaikan itu masih jauh
dari cukup untuk mengejar kenaikan biaya hidup yang terus melambung.