Polisi Masih Dalami Dugaan Penghasutan Terkait Ijazah Palsu Jokowi, Pendapat Ahli Jadi Kunci

Kuatbaca.com - Penyelidikan terhadap dugaan penghasutan yang menyeret nama sejumlah tokoh publik terkait tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo terus bergulir di Polda Metro Jaya. Hingga kini, kepolisian masih menunggu hasil kajian dari berbagai ahli guna memperkuat proses hukum sebelum menaikkan status kasus ke tahap penyidikan. Laporan ini dilayangkan oleh kelompok advokat dari Peradi Bersatu melalui wadah Advocate Public Defender.
1. Polisi Tunggu Pendapat dari Enam Ahli
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa penyelidik masih menanti pendapat dari enam ahli yang telah dimintai keterangannya. Para ahli tersebut berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti digital forensik, bahasa Indonesia, hukum ITE, hukum pidana, grafologi, psikologi massa, serta sosial hukum. Pendapat mereka akan dijadikan dasar pertimbangan dalam gelar perkara.
Menurut Ade Ary, fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber harus dirangkai terlebih dahulu agar membentuk satu gambaran utuh. Barulah setelah itu, penyidik bisa menentukan waktu pelaksanaan gelar perkara. “Kapan dilakukan gelar perkara? Setelah fakta-fakta yang terkumpul membentuk suatu peristiwa hukum yang lengkap,” jelasnya.
Proses penyelidikan ini merupakan lanjutan dari laporan yang sebelumnya dibuat di Polres Metro Jakarta Selatan, dan kini telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Tujuannya adalah untuk menyatukan laporan-laporan serupa agar bisa ditangani secara terpusat dan efisien.
2. Peradi Bersatu Minta Polisi Segera Naikkan Status Kasus
Dalam laporan ini, tokoh yang dilaporkan adalah Roy Suryo cs, yang diduga terlibat menyebarkan informasi yang bersifat menghasut terkait ijazah Presiden Jokowi. Sekjen Peradi Bersatu, Ade Darmawan, telah dipanggil oleh Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan sebagai saksi pelapor. Kehadirannya juga digunakan untuk mendorong percepatan proses hukum.
Ade Darmawan menyampaikan harapannya agar pihak kepolisian segera menaikkan status kasus ke tahap penyidikan. Menurutnya, sudah cukup banyak saksi yang diperiksa, dan bukti-bukti yang ada seharusnya bisa memperkuat posisi penyidik untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Ia juga mengungkap bahwa laporan yang awalnya dibuat di Polres Metro Jaksel kini telah digabungkan dengan laporan serupa di Polda Metro, khususnya yang berkaitan dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Penggabungan ini diyakini dapat mempercepat proses hukum secara keseluruhan.
Ade menyampaikan, “Kami mendesak Kapolda agar segera menaikkan status penyelidikan ini ke penyidikan, mengingat urgensi dan banyaknya alat bukti serta saksi yang sudah dikumpulkan.”
3. Jokowi Juga Laporkan Dugaan Fitnah, Serahkan Bukti Digital
Tak hanya pihak kuasa hukum, Presiden Joko Widodo sendiri juga telah melaporkan kasus dugaan fitnah terkait ijazah palsu yang dialamatkan kepadanya. Laporan itu telah teregister di Subdit Kamneg, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, dan dilaporkan berdasarkan Pasal 310 dan 311 KUHP serta pasal-pasal dalam UU ITE.
Dalam laporan tersebut, pihak Jokowi menyerahkan 24 objek media sosial sebagai barang bukti kepada penyidik. Konten-konten tersebut dianggap memuat unsur fitnah dan pencemaran nama baik yang berkaitan dengan tuduhan ijazah palsu.
Rivai Kusumanegara, kuasa hukum Jokowi, mengungkapkan bahwa ada lima nama yang teridentifikasi dalam sebaran informasi tersebut. Mereka diidentifikasi dengan inisial RS, ES, RS, T, dan K. Namun, hingga kini pihak berwajib belum mengumumkan status hukum dari kelima individu tersebut.
Langkah Jokowi melaporkan dugaan fitnah ini dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap nama baik dan integritas sebagai kepala negara. Hal ini juga menjadi penegasan bahwa penyebaran hoaks yang merusak reputasi seseorang harus ditindak secara hukum.
4. Penyidikan Tunggu Kajian Komprehensif, Masyarakat Diminta Sabar
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka bekerja secara profesional dan tidak terburu-buru dalam menangani laporan yang melibatkan isu sensitif seperti ini. Ade Ary menekankan bahwa semua proses hukum harus mengedepankan asas kehati-hatian serta didukung data dan fakta yang kuat.
Masyarakat pun diimbau untuk tidak berspekulasi ataupun terpancing narasi liar di media sosial terkait kasus ini. Penyidik membutuhkan waktu untuk mengkaji seluruh data dari para ahli yang dilibatkan agar proses hukum berjalan adil dan transparan.
Kepolisian juga berkomitmen akan memberikan informasi perkembangan kasus kepada publik secara berkala setelah proses gelar perkara dilaksanakan. Saat ini, fokus utama penyelidik adalah memastikan bahwa semua bukti, baik fisik maupun digital, telah diverifikasi secara menyeluruh.
Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana aparat hukum harus menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap penyebaran informasi palsu di era digital yang penuh dinamika.