Polemik Nama Baru Bank DKI: Dinilai Terburu-buru dan Tak Cermat

24 June 2025 17:30 WIB
bank-dki-ganti-nama-jadi-bank-jakarta-1750583235402_169.jpeg

Kuatbaca.com - Perubahan nama Bank DKI menjadi Bank Jakarta yang diumumkan bertepatan dengan HUT ke-498 Kota Jakarta, menuai pro dan kontra di kalangan legislatif daerah. Salah satu suara kritis datang dari Lukmanul Hakim, anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, yang menilai langkah tersebut terlalu tergesa dan tidak mempertimbangkan aspek historis dan reputasional secara matang.

Menurut Lukman, penggunaan nama “Bank Jakarta” justru mengingatkan publik pada sejarah kelam perbankan nasional. Nama ini sebelumnya digunakan oleh salah satu bank yang dilikuidasi pemerintah pada masa krisis moneter tahun 1997. Saat itu, terdapat 16 bank yang dibekukan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 86/KMK.017/1997, termasuk Bank Jakarta versi lama yang dinyatakan tidak sehat secara finansial.

"Saya sungguh menyayangkan proses perubahan nama yang kesannya sangat terburu-buru dan mengabaikan aspek kecermatan. Kenapa para pengelola tidak mencegah Gubernur Pramono memakai nama bank yang ibaratnya sudah ada di batu nisan pemakaman perbankan nasional," ujar Lukman di Gedung DPRD, Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Lukman juga menyoroti minimnya keterlibatan publik dan para pemangku kepentingan dalam proses perubahan identitas tersebut. Ia menyarankan agar pengelola Bank DKI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih terbuka dalam menyampaikan alasan dan kajian di balik perubahan besar ini kepada masyarakat luas.

1. Risiko Reputasi: Nama Bank Lama, Beban Baru?

Salah satu kekhawatiran utama dari penggunaan nama “Bank Jakarta” adalah dampak reputasi. Dalam dunia perbankan yang sangat mengandalkan kepercayaan publik, menggunakan nama yang pernah dikaitkan dengan kegagalan institusi bisa menimbulkan kesan negatif, terutama bagi nasabah lama dan calon investor.

“Kurang elok kalau nama bank yang sudah dicoret dari sistem perbankan nasional digunakan lagi untuk bank milik Pemprov,” sindir Lukman. Ia juga mempertanyakan apakah para pengelola sudah melakukan audit nama dan uji kelayakan citra sebelum memutuskan identitas baru tersebut.

Meski demikian, Lukman menyatakan pihaknya siap mendukung jika keputusan tersebut memang sudah final dan melalui kajian mendalam. Namun ia tetap berharap ruang evaluasi masih terbuka, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.

"Kalau sudah bulat tekadnya, ya kita dukung. Tapi kalau masih bisa dipertimbangkan, saya kira akan lebih baik," ucapnya.

2. Transformasi ke Kota Global: Alasan di Balik Nama Baru

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sebelumnya menjelaskan bahwa perubahan nama ini merupakan bagian dari upaya menyelaraskan diri dengan semangat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Dalam undang-undang tersebut, Jakarta diposisikan sebagai kota global yang setara dengan pusat bisnis dunia.

Nama “Bank Jakarta” dipilih sebagai simbol identitas baru yang merepresentasikan visi metropolitan modern. Selain perubahan nama, Pramono juga memperkenalkan logo baru yang disebut mencerminkan dinamika dan semangat kemajuan Jakarta sebagai pusat keuangan, budaya, dan digitalisasi.

“Kita ingin agar Bank milik pemerintah daerah ini bisa dikenal luas, tak hanya di Indonesia tapi juga di kancah internasional. Nama Bank Jakarta akan lebih mudah diterima di pasar global,” ujar Pramono saat perayaan HUT Jakarta pada 22 Juni 2025 lalu.

Bank DKI atau kini Bank Jakarta juga tengah menjalani proses digitalisasi layanan dan ekspansi bisnis sebagai bagian dari upaya meningkatkan daya saing dengan bank-bank swasta nasional dan regional.

3. Apa yang Perlu Diperhatikan Selanjutnya?

Perubahan nama tentu tidak hanya soal estetika dan branding semata. Penggantian nama bank membawa konsekuensi administratif, hukum, serta biaya komunikasi publik yang tidak kecil. Mulai dari penggantian papan nama, dokumen hukum, sistem teknologi informasi, hingga penyesuaian dengan regulasi OJK dan Bank Indonesia.

Selain itu, penting bagi Bank Jakarta untuk memperkuat narasi dan strategi komunikasi publik, agar tidak muncul keraguan dari nasabah lama. Proses edukasi dan transparansi kepada masyarakat harus diintensifkan, termasuk menjelaskan bahwa bank ini tidak ada kaitannya dengan institusi yang dilikuidasi pada 1997.

Bank Jakarta juga harus membangun kembali kepercayaan publik dengan performa layanan yang semakin baik, efisiensi digital yang mumpuni, serta menjaga stabilitas keuangan. Semua ini menjadi PR besar di tengah perubahan identitas.

Jika dilakukan secara hati-hati dan terstruktur, perubahan nama ini bisa menjadi titik awal baru bagi Bank Jakarta untuk masuk ke ranah yang lebih kompetitif dan berkelas dunia. Namun, jika dilakukan tanpa kehati-hatian, perubahan nama justru bisa menjadi bumerang jangka panjang.

Fenomena Terkini






Trending