Polemik Komunitas Bermain di GBK: Klarifikasi, Solusi, dan Harapan Baru

5 July 2025 19:52 WIB
begini-suasana-kawasan-gbk-di-hari-minggu_169.jpeg

Kuatbaca - Sebuah diskusi hangat mengemuka di ruang publik usai mencuatnya keluhan dari komunitas bermain yang merasa dipungut biaya tinggi saat mengadakan kegiatan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Namun, seiring berkembangnya perbincangan, pihak pengelola GBK pun akhirnya turun tangan langsung untuk meluruskan informasi yang dinilai telah menimbulkan kesalahpahaman.

Awal Mula Kehebohan: Viral Tagihan Rp 1,9 Juta

Keramaian bermula dari unggahan salah satu anggota komunitas bermain di media sosial X, yang mengekspresikan kekecewaannya karena dimintai biaya hingga Rp 1,9 juta untuk aktivitas komunitas yang mereka nilai bersifat sosial dan nonkomersial. Kegiatan itu, menurut pengunggah, hanyalah permainan tradisional yang dilakukan rutin setiap Jumat, tanpa menggunakan fasilitas eksklusif seperti lapangan khusus atau sound system. Ia menekankan bahwa semua panitia bekerja secara sukarela dan komunitas selalu menjaga ketertiban di area publik.

Keluhan tersebut dengan cepat menyebar dan mendapat respons luas dari masyarakat, terlebih karena menyentuh isu sensitif soal akses masyarakat terhadap ruang publik.

Tanggapan Resmi Pengelola GBK: Klarifikasi dan Komitmen

Menanggapi kehebohan yang terjadi, pengelola kawasan Gelora Bung Karno akhirnya menggelar pertemuan langsung dengan perwakilan komunitas. Dalam diskusi tersebut, pihak GBK menyampaikan bahwa kegiatan yang bersifat nonkomersial tidak dikenai tarif. Mereka menegaskan bahwa kebijakan ini sudah lama berlaku dan ditujukan untuk menjaga agar ruang publik tetap bisa dimanfaatkan bersama secara adil.

Pihak GBK menjelaskan, tarif hanya dikenakan apabila kegiatan memiliki sifat eksklusif, tertutup, bersponsor, atau memiliki potensi komersialisasi. Ini penting, menurut mereka, untuk menjaga keseimbangan penggunaan fasilitas dan tetap menjamin kenyamanan bagi semua pengguna ruang publik, bukan hanya satu kelompok tertentu.

Miskomunikasi yang Disesalkan

Pihak GBK menilai insiden ini merupakan bentuk miskomunikasi yang sebenarnya bisa dicegah. Mereka mengakui perlunya peningkatan komunikasi dan transparansi dalam proses perizinan kegiatan komunitas di kawasan GBK. Dalam keterangan resmi yang disampaikan melalui akun media sosial mereka, @love_gbk, mereka juga menyatakan komitmen untuk terus membuka ruang dialog dengan komunitas agar permasalahan serupa tak terulang.

Lebih jauh, pengelola juga mengajak masyarakat untuk memberikan masukan langsung melalui kanal resmi, seperti email dan akun media sosial, agar aspirasi publik bisa tertampung secara konstruktif.

Kepala Divisi Humas, Hukum, dan Administrasi GBK, Asep Triyadi, menegaskan bahwa kompleks GBK adalah ruang terbuka yang didedikasikan untuk seluruh lapisan masyarakat. Ia menyebut pihak pengelola mendukung aktivitas komunitas yang bersifat positif, sosial, dan inklusif.

Asep juga menjelaskan bahwa pengaturan kegiatan di GBK diperlukan agar seluruh pengguna ruang publik dapat merasakan kenyamanan yang setara. Ia menyatakan komitmen PPKGBK untuk mendorong keterlibatan komunitas dan memperkuat mekanisme pelayanan yang lebih mudah diakses dan partisipatif.

Usai polemik ini, hubungan antara GBK dan komunitas bermain diharapkan bisa memasuki fase baru yang lebih sehat dan terbuka. Kedua pihak sepakat untuk menjalin komunikasi yang lebih erat, demi mewujudkan ruang publik yang aman, tertib, dan ramah untuk semua kalangan.

Komunitas bermain pun menyampaikan apresiasi atas keterbukaan pihak GBK dan berharap ke depan mereka bisa lebih leluasa menjalankan kegiatan sosial yang bersifat edukatif dan memperkuat ikatan sosial antarwarga, tanpa khawatir terbentur prosedur yang membingungkan.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa ruang publik adalah milik bersama, dan akses terhadapnya adalah bagian dari hak warga negara. Namun, pengelolaan yang tertib dan transparan tetap penting agar ruang tersebut tidak disalahgunakan atau dimonopoli oleh kelompok tertentu.

Polemik di GBK membuka ruang dialog penting mengenai bagaimana pengelola kawasan publik dan masyarakat bisa berkolaborasi dalam membangun ekosistem kota yang lebih ramah, inklusif, dan berpihak pada kegiatan sosial yang membangun.

Fenomena Terkini






Trending