Permintaan Tembaga Tetap Tinggi, Tambang Bawah Tanah Jadi Ladang Cuan Baru

Kuatbaca.com - Seiring meningkatnya permintaan global terhadap tembaga, sektor pertambangan Indonesia kini semakin melirik potensi tambang bawah tanah sebagai sumber keuntungan jangka panjang. PT Freeport Indonesia menjadi contoh utama, setelah sepenuhnya beralih dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah di Grasberg sejak 2020.
1. Cadangan Permukaan Menipis, Tambang Bawah Tanah Jadi Solusi
Peralihan ke tambang bawah tanah bukan tanpa alasan. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia, cadangan mineral di permukaan semakin menipis, sehingga eksplorasi bawah tanah menjadi pilihan logis meskipun membutuhkan biaya dan teknologi yang lebih besar.
“Risikonya memang tinggi, tapi permintaan tembaga yang terus meningkat membuat tambang bawah tanah tetap layak secara bisnis,” kata Hendra dalam Investment Talk Series detikcom, Kamis (22/5/2025).
Freeport Indonesia saat ini mengoperasikan tambang bawah tanah terbesar di dunia dan telah membuktikan bahwa model ini tetap menguntungkan selama cadangan cukup dan harga komoditas tetap kompetitif.
2. Biaya Besar, Tapi Proyeksi Jangka Panjang Menjanjikan
Tidak bisa dipungkiri, biaya pengembangan tambang bawah tanah sangat tinggi. Bahkan, hanya tahap persiapannya saja dapat memakan waktu hingga 15 tahun. Tambang bawah tanah Kucing Liar, misalnya, direncanakan mulai produksi pada 2027 sebagai pengganti tambang Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang akan menurun produktivitasnya.
Kucing Liar diharapkan dapat menopang produksi harian Freeport yang saat ini mencapai 240.000 ton bijih per hari. Investasi besar dalam proyek ini dianggap sepadan dengan hasil dan stabilitas pasokan tembaga yang sangat dibutuhkan pasar global, terutama untuk kebutuhan transisi energi dan elektrifikasi industri.
3. Tantangan Operasional: Risiko Tinggi dan Kompleksitas Teknologi
Tambang bawah tanah dikenal sebagai model tambang paling kompleks di dunia. Tantangan mencakup akses terhadap kedalaman, stabilitas geoteknik, dan ventilasi. Hendra menjelaskan bahwa seluruh proses harus direncanakan dengan cermat, karena kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal.
Namun dengan teknologi yang terus berkembang, serta komitmen jangka panjang dari perusahaan tambang besar seperti Freeport, potensi keuntungan dari tambang bawah tanah tetap terbuka lebar—terutama jika didukung regulasi dan iklim investasi yang kondusif.
4. Tambang Bawah Tanah di Indonesia: Tren dan Potensi
Tren tambang bawah tanah tidak hanya terjadi di sektor tembaga. Di sektor batu bara, meski Indonesia masih banyak memiliki cadangan di permukaan, tambang bawah tanah juga mulai berkembang, terutama di Kalimantan Selatan. Salah satu tambang bawah tanah di wilayah ini sudah dioperasikan oleh investor asal Tiongkok.
Namun, Hendra menilai bahwa pengembangan tambang bawah tanah di Indonesia secara umum masih sangat tergantung pada ketersediaan cadangan dan kelayakan investasi jangka panjang.
Momentum Emas untuk Tembaga dan Teknologi Tambang
Di tengah meningkatnya permintaan global terhadap tembaga—terutama untuk baterai kendaraan listrik, kabel, dan infrastruktur energi terbarukan—tambang bawah tanah muncul sebagai solusi masa depan industri ekstraktif. Meski mahal dan berisiko, pendekatan ini berpotensi menjadi ladang cuan baru bagi pelaku industri yang berani berinvestasi jangka panjang.
Jika didukung dengan kepastian hukum dan kemudahan perizinan, Indonesia bisa mengambil posisi strategis sebagai pemasok tembaga utama dunia sekaligus pionir tambang bawah tanah di kawasan Asia Tenggara.