Peran Empat Tersangka Perambahan Hutan Lindung di Riau, Termasuk Dua Ketua Adat

Kuatbaca.com-Kasus perambahan hutan lindung kembali terungkap di Kabupaten Kampar, Riau, melibatkan empat tersangka dengan peran berbeda. Yang menarik, dua dari mereka adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat setempat. Kasus ini menjadi sorotan penting karena menyangkut pelestarian lingkungan dan konflik pengelolaan lahan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
1. Identitas dan Peran Para Tersangka dalam Kasus Perambahan Hutan
Polisi berhasil menangkap empat tersangka yang diduga kuat melakukan perambahan hutan di wilayah Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Si Abu di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar. Empat tersangka tersebut adalah Muhammad Mahadir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan (50).
Dua di antaranya, Buspami dan Yoserizal, merupakan tokoh adat setempat yang biasa disebut ninik mamak atau datuk. Mereka mengklaim tanah yang dikelola adalah tanah ulayat, yang berarti merupakan hak adat masyarakat lokal. Namun, klaim ini justru menjadi dasar pembukaan lahan sawit seluas 50 hektare di kawasan yang sebenarnya masuk dalam kawasan hutan lindung.
2. Modus Operandi Pembukaan Lahan Sawit di Kawasan Lindung
Menurut hasil penyelidikan, Muhammad Mahadir bekerjasama dengan Buspami yang juga menjabat sebagai ketua adat, membuka lahan perkebunan sawit di area yang seharusnya dilindungi. Pengelolaan lahan ini mendapat persetujuan dari Yoserizal, yang juga adalah ninik mamak di desa tersebut.
Selain itu, Yoserizal diduga menjual tanah hutan lindung yang diklaim sebagai tanah ulayat kepada M. Yusuf Tarigan, sehingga memperjelas peran masing-masing tersangka dalam jaringan perambahan ini. Perbuatan mereka tidak hanya melanggar aturan kehutanan tetapi juga berpotensi merusak ekosistem penting di wilayah tersebut.
3. Ancaman Hukum dan Penegakan Sanksi terhadap Perambahan Hutan
Para tersangka saat ini dijerat dengan beberapa pasal hukum, termasuk Pasal 78 Undang-Undang Kehutanan dan undang-undang terbaru terkait pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Ancaman hukuman bagi mereka bisa mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.
Penegakan hukum ini menjadi sinyal tegas dari aparat penegak hukum bahwa perusakan hutan bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan serius yang berdampak besar pada lingkungan hidup, iklim, dan kesejahteraan masyarakat luas.
4. Komitmen Polda Riau dalam Melindungi Lingkungan dan Masyarakat
Polda Riau menegaskan akan terus mengawal kasus ini dengan ketat serta menindak tegas siapa pun yang merusak hutan dan ekosistem. Kepala Kepolisian Daerah Riau menyatakan bahwa perlindungan lingkungan adalah prioritas untuk menjaga kelangsungan sumber daya alam dan masa depan generasi mendatang.
Melalui pendekatan Green Policing, Polda Riau juga menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari dinas lingkungan hidup, badan pengelola kawasan hutan, hingga aktivis dan akademisi. Langkah ini bertujuan memperkuat upaya konservasi dan mencegah tindakan ilegal yang merugikan lingkungan dan masyarakat.
Kasus perambahan hutan lindung di Kampar ini menggambarkan kompleksitas persoalan antara tradisi adat, pengelolaan lahan, dan perlindungan lingkungan. Keterlibatan tokoh adat dalam tindakan ilegal menambah tantangan dalam penegakan hukum. Namun, dengan komitmen kuat aparat keamanan dan dukungan berbagai pihak, diharapkan upaya pelestarian hutan di Riau bisa semakin efektif demi keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat.