Penyebab Perlawanan Ternate terhadap Portugis

Pada 1512, bangsa Portugis di bawah pimpinan Antonio de Abreu tiba di Ternate.
Kesamaan kepentingan perdagangan yang menguntungkan menyebabkan kehadiran Portugis diterima dengan baik di Ternate.
Terlebih lagi, saat itu Ternate membutuhkan sekutu untuk melawan Tidore.
Namun, koalisi Ternate dan Portugis akhirnya mengalami perpecahan dan peperangan mulai dilancarkan oleh rakyat Ternate pada 1530-an.
Apa penyebab terjadinya perlawanan Ternate dengan Portugis?
Portugis melakukan monopoli perdagangan
Setelah menguasai jalur perdagangan di Malaka, bangsa Portugis bertolak ke wilayah Maluku, yang dikenal kaya rempah-rempah.
Pada awalnya, kedatangan Portugis di Ternate mendapatkan sambutan yang baik dari raja Ternate.
Bahkan Sultan Aby Lais berjanji akan menyediakan cengkih bagi Portugis setiap tahun, dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di Pulau Ternate untuk melindungi dari serangan persekutuan Tidore dan Spanyol.
Hubungan dagang yang tetap antara Ternate dan Portugis kemudian dirintis oleh Antonio de Brito dengan Sultan Kaicili Abu Hayat, yang saat itu masih belia dan diwakili pengasuhnya, Kaicili Darwis.
Pihak Ternate pun mempersilahkan De Brito untuk mendirikan benteng Portugis pertama di Pulau Ternate bernama Benteng Sao Paulo atau Benteng Gamalama.
Sejak 1522, terjalin hubungan dagang, khususnya perdagangan cengkih, antara Portugis dan Ternate.
Namun, hubungan dagang menjadi rusak karena Portugis senantiasa ingin mendominasi Ternate.
Keserakahan Portugis yang ditunjukkan dengan mematok rendah harga cengkih, membuat rakyat Ternate bahkan Maluku sengsara.
Praktik monopoli juga dilakukan dengan melarang penduduk berdagang rempah dengan bangsa lain dan menangkap kapal-kapal dagang penduduk.
Terjadinya konflik agama
Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan, merupakan pusat-pusat penyebaran agama Islam di Maluku.
Di samping mengambil rempah-rempah, kedatangan Portugis ke Ternate juga disertai misi penyebaran agama Kristen.
Namun, Portugis kerap menyebarkan agama Katolik melalui paksaan, yang memicu terjadinya konflik agama.
Portugis mencampuri urusan internal kerajaan
Campur tangan dalam urusan internal kerajaan menjadi salah satu faktor perlawanan Ternate terhadap Portugis.
Kepercayaan yang didapatkan bangsa Portugis dari Kerajaan Ternate ternyata perlahan-lahan disalahgunakan.
Portugis diketahui sering ikut campur dalam urusan pemerintahan dan bertindak sewenang-wenang terhadap para sultan Ternate.
Sultan Tabariji adalah raja Ternate yang naik takhta pada 1533 berkat campur tangan Portugis.
Masa kekuasaan Sultan Tabariji pun hanya bertahan satu tahun karena hidupnya berada di bawah kendali Portugis.
Pada 1534, sultan yang kala itu baru berusia 15 tahun langsung diturunkan dari singgasananya karena dianggap melakukan pengkhianatan.
Pengkhianatan yang dimaksud adalah membiarkan Muslim Galela menyerbu Mamuya dan membunuh orang-orang yang baru saja dikristenkan oleh Portugis.
Setelah itu, Sultan Tabariji diasingkan hingga ke Goa di India dan akhirnya meninggal di Malaka dalam perjalanannya kembali ke Ternate pada 1545.
Pembunuhan Sultan Khairun
Pembunuhan Sultan Khairun menjadi penyebab perlawanan Kesultanan Ternate terhadap Portugis membesar.
Sultan Khairun (1534-1570) merupakan salah satu tokoh perlawanan Kesultanan Ternate terhadap Portugis.
Sejumlah masalah politik, ekonomi, dan sosial yang dialami rakyat Ternate mendorong Sultan Khairun untuk melawan Portugis.
Ketika kedudukannya terdesak, Portugis menangkap dan mengasingkan Sultan Khairun di sebuah benteng.
Penangkapan Sultan Khairun membuat kebencian rakyat terhadap Portugis semakin meluas hingga timbul kekacauan.
Untuk meredam amarah rakyat, Portugis membebaskan Sultan Khairun dan mengaku ingin berunding.
Namun, Sultan Khairun justru dikhianati dan dibunuh di Benteng Sao Paolo ketika memenuhi undangan untuk berunding.
Kemarahan luar biasa dari masyarakat Ternate memicu perlawanan lanjutan yang lebih besar di bawah pimpinan Sultan Baabullah, putra Sultan Khairun.