Penolakan Terhadap Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Kembali Mencuat

25 May 2025 08:02 WIB
presiden-ke-2-soeharto-1_43.jpeg

Kuatbaca.com - Isu pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, kembali menuai penolakan dari berbagai kalangan, terutama dari para aktivis gerakan reformasi 1998. Dalam sebuah forum diskusi bertajuk "Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?", yang digelar di Jakarta Selatan pada Sabtu, 24 Mei 2025, sejumlah tokoh pergerakan menyampaikan keberatannya secara terbuka.

Salah satu tokoh aktivis 98, Mustar Bonaventura, menyampaikan bahwa wacana pemberian gelar tersebut dianggap mencederai semangat perjuangan reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata. “Kami secara tegas menolak ide pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ini bukan sekadar penolakan simbolis, tapi bentuk penghormatan terhadap sejarah dan nilai-nilai perjuangan kami di tahun 1998,” ungkapnya di hadapan peserta diskusi.

1. Demokrasi Indonesia Dibayar Mahal, Tidak Layak Dilupakan

Para aktivis menilai bahwa demokrasi yang dirasakan saat ini merupakan hasil dari perjuangan panjang, bukan datang begitu saja. Menurut Mustar, banyak korban jiwa, luka, dan trauma yang terjadi dalam proses transisi kekuasaan dari era Orde Baru ke era reformasi. Ia menekankan bahwa menyematkan gelar pahlawan kepada sosok yang dianggap bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu merupakan tindakan yang tidak sensitif terhadap luka sejarah bangsa.

“Demokrasi tidak hadir secara gratis. Ribuan nyawa dan derita menjadi harga yang dibayar untuk bisa menghapus kekuasaan otoriter saat itu. Jika hari ini Soeharto diberi gelar pahlawan, lalu di mana letak keadilan bagi korban dan keluarga mereka?” tambah Mustar.

2. Kehadiran Aktivis Senior Perkuat Penolakan Simbolik

Diskusi yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional dan aktivis reformasi seperti Ray Rangkuti, Ubedillah Badrun, Bela Ulung Hapsara, Anis Hidayah, hingga Jimly Fajar. Kehadiran mereka memperkuat sikap kolektif penolakan terhadap pengusulan nama Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Para peserta sepakat bahwa gelar pahlawan bukan hanya sekadar penghargaan, melainkan simbol kehormatan bangsa yang harus diberikan kepada tokoh yang secara konsisten membela nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi. Mereka juga menyuarakan pentingnya menghormati sejarah bangsa secara jujur tanpa menutupi sisi kelam masa lalu.

3. Pemerintah Serahkan Penilaian ke Dewan Gelar Pusat

Di sisi lain, proses pengajuan gelar pahlawan nasional tetap berjalan melalui mekanisme resmi. Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menyampaikan bahwa peran Kementerian Sosial adalah melakukan kajian administratif dan akademik terhadap setiap usulan tokoh calon pahlawan, namun keputusan akhir berada di tangan Dewan Gelar yang berada di bawah otoritas Istana Negara.

“Prosesnya memang dimulai dari tingkat daerah. Biasanya diinisiasi oleh pemerintah provinsi melalui gubernur. Setelah masuk ke Kemensos, dilakukan telaah oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), baru kemudian hasil kajian itu diajukan ke Dewan Gelar,” jelas Agus saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

4. Gelar Pahlawan Harus Penuhi Nilai Sejarah dan Etika Publik

Kontroversi ini kembali membuka wacana nasional tentang kriteria ideal dalam pemberian gelar pahlawan. Banyak pihak menilai bahwa gelar tersebut bukan hanya dinilai dari lamanya pengabdian, tetapi juga harus mempertimbangkan jejak rekam tokoh terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, serta dampaknya terhadap masyarakat luas.

Sementara pemerintah menyatakan akan menilai setiap usulan secara objektif dan berdasarkan dokumen historis, masyarakat sipil tetap memiliki peran penting dalam menjaga agar nilai-nilai keadilan tidak tergerus oleh kepentingan politik atau kompromi sejarah. Suara-suara dari para aktivis reformasi menjadi pengingat bahwa sejarah tidak boleh ditulis ulang demi kepentingan segelintir pihak.

Fenomena Terkini






Trending