Penggunaan QRIS dan GPN dalam Sorotan AS Saat Negosiasi Tarif Resiprokal dengan Indonesia

Kuatbaca.com-Penggunaan sistem pembayaran domestik Indonesia, seperti Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), menarik perhatian Pemerintah Amerika Serikat dalam negosiasi tarif resiprokal dengan Indonesia. Kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia ini dinilai oleh AS dapat membatasi ruang gerak bagi perusahaan-perusahaan asing, terutama yang beroperasi di sektor pembayaran digital.
Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa mereka tengah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merespons masukan dari pihak Amerika Serikat terkait kebijakan
ini.
1. Sorotan AS terhadap QRIS dan GPN dalam Sistem Pembayaran
QRIS merupakan standar kode QR nasional yang dikembangkan oleh Bank Indonesia untuk memfasilitasi transaksi pembayaran digital di dalam negeri. QRIS diharapkan dapat menyatukan berbagai sistem pembayaran digital dengan menggunakan kode QR yang seragam. Dengan sistem ini, baik transaksi domestik maupun internasional dapat dilakukan lebih efisien menggunakan mata uang lokal.
Namun, kebijakan ini mendapat sorotan dari Amerika Serikat, terutama terkait dengan regulasi yang membatasi penggunaan sistem pembayaran asing di Indonesia. Perusahaan-perusahaan AS yang bergerak di sektor pembayaran digital, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, khawatir bahwa kebijakan baru ini akan menghalangi mereka untuk beroperasi secara bebas di pasar Indonesia. Salah satu kekhawatiran utama adalah tidak adanya pemberitahuan atau kesempatan bagi pemangku kepentingan internasional untuk menyampaikan pandangan mereka tentang kebijakan ini.
2. GPN dan Kebijakan Pemerintah yang Membatasi Ruang Gerak Asing
Selain QRIS, Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) juga menjadi perhatian utama dalam diskusi antara pemerintah Indonesia dan AS. GPN merupakan sistem yang dibentuk oleh Bank Indonesia untuk mengintegrasikan seluruh transaksi pembayaran kartu domestik, seperti kartu debit dan kredit, dalam satu jaringan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat sistem pembayaran domestik Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran internasional.
Namun, pada Mei 2023, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN, yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan perusahaan pembayaran asing. Mereka merasa bahwa kebijakan ini dapat membatasi akses mereka terhadap penggunaan opsi pembayaran elektronik AS di Indonesia. Ini menjadi salah satu titik perdebatan dalam negosiasi tarif antara kedua negara.
3. Rencana Negosiasi Tarif Resiprokal Antara Indonesia dan AS
Proses negosiasi tarif resiprokal ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan hubungan perdagangan yang lebih adil dan seimbang antara Indonesia dan Amerika Serikat. Airlangga Hartarto menyatakan bahwa negosiasi ini akan berlangsung selama dua bulan, hingga Juni 2025. Salah satu fokus utama dalam pembahasan ini adalah menyikapi berbagai kebijakan yang dianggap menghambat masuknya produk dan layanan asing, termasuk dalam sektor keuangan dan pembayaran.
Dalam pembahasan ini, Indonesia berharap dapat mencari solusi yang tidak hanya menguntungkan bagi kedua negara, tetapi juga memastikan agar kebijakan domestik tetap dapat melindungi kepentingan ekonomi nasional. Airlangga menegaskan bahwa sektor keuangan akan menjadi salah satu fokus utama dalam diskusi tersebut, dengan harapan agar kerjasama bilateral dapat berjalan lebih lancar ke depannya.
4. Peran QRIS dalam Pengembangan Sistem Pembayaran di Indonesia
Sistem pembayaran QRIS yang diterapkan di Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menyatukan berbagai metode pembayaran dalam satu standar yang mudah digunakan, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air. Dengan adanya QRIS, transaksi antar pengguna dapat dilakukan lebih cepat dan murah, serta meminimalisir ketergantungan pada pembayaran tunai atau pembayaran dengan kartu kredit internasional.
Meskipun demikian, kebijakan ini menghadapi tantangan dari sejumlah pihak, terutama perusahaan asing yang merasa kebijakan ini dapat membatasi akses mereka terhadap pasar Indonesia. Oleh karena itu, peran Bank Indonesia dalam menjembatani perbedaan pandangan antara regulasi domestik dan kepentingan internasional menjadi sangat penting.
Proses negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat terkait kebijakan QRIS dan GPN ini masih panjang, dan hasilnya akan sangat menentukan arah hubungan perdagangan kedua negara ke depan. Pemerintah Indonesia berharap dapat menemukan titik temu yang memberikan manfaat bagi ekonomi domestik, sambil tetap menjaga hubungan perdagangan yang sehat dengan mitra internasional seperti Amerika Serikat.