Pengalihan Pengelolaan Rumah Barang Sitaan ke Kejaksaan Agung: Menyusun Tata Kelola Aset Negara yang Lebih Efisien

Kuatbaca.com-Dalam rangka meningkatkan tata kelola aset negara dan memperkuat sistem hukum Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengalihkan pengelolaan rumah barang sitaan negara (Rupbasan) dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenkumham) ke Kejaksaan. Pengalihan ini tidak hanya untuk mempercepat proses penyelesaian barang bukti hasil kejahatan, tetapi juga untuk memperkuat sistem pengelolaan aset negara yang lebih efisien dan akuntabel.
1. Pengalihan Pengelolaan Rupbasan ke Kejaksaan Agung
Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan barang sitaan menjadi salah satu tujuan utama dari pengalihan pengelolaan rumah barang sitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Sebanyak 64 Rupbasan yang tersebar di seluruh Indonesia akan dipindahkan pengelolaannya. Proses ini dimulai dengan penandatanganan kesepakatan bersama antara Sekretaris Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Asep Kurnia dengan Jaksa Agung Muda Pembinaan Bambang Sugeng Rukmono pada Selasa (30/4/2025). Langkah ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola yang lebih baik dalam pengelolaan barang sitaan serta memperkuat koordinasi antar lembaga dalam menangani aset negara.
Dengan pengalihan ini, Kejaksaan Agung diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola barang bukti, mulai dari penyitaan hingga eksekusi putusan pengadilan. Ini juga sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menyederhanakan alur kerja yang ada, mengurangi tumpang tindih kewenangan, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset negara.
2. Tujuan Pengalihan dan Harapan Penguatan Sinergi
Asep Kurnia, dalam penjelasannya, menyebutkan bahwa pengalihan pengelolaan Rupbasan ke Kejaksaan Agung bertujuan untuk menciptakan tata kelola yang lebih efisien dan efektif. Kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam proses penyidikan dan penuntutan, diharapkan dapat lebih fokus dalam pengelolaan barang bukti dan rampasan negara. Dengan begitu, alur pengelolaan aset negara akan menjadi lebih terintegrasi, mengurangi birokrasi yang berbelit, dan memastikan pengelolaan barang bukti berlangsung lebih transparan.
Lebih jauh, pengalihan ini juga bertujuan untuk memudahkan penanganan barang bukti dalam berbagai perkara hukum, mengoptimalkan pemulihan aset negara yang merupakan hasil dari kejahatan, serta mendukung proses penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset yang sedang berjalan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat sistem hukum nasional, khususnya dalam hal pengelolaan aset yang terkait dengan proses hukum pidana.
3. Pengelolaan Rupbasan oleh Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan
Setelah pengalihan tersebut, Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung akan mengambil alih tanggung jawab penuh atas pengelolaan Rupbasan. BPA akan mengelola aset negara yang merupakan barang bukti hasil sitaan, termasuk kendaraan mewah dan barang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kepala BPA Kejagung, Amir Yanto, menyatakan bahwa dalam pengelolaan barang sitaan, pihaknya akan bekerja sama dengan berbagai lembaga penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan KPK, untuk menjaga integritas proses pembuktian hukum.
Sebagai bagian dari modernisasi pengelolaan barang sitaan, Kejaksaan Agung juga merencanakan
penerapan sistem manajemen berbasis elektronik (SPBE). Hal ini akan mempermudah pengawasan dan pelaporan, serta memastikan transparansi dalam pengelolaan aset negara. Ke depannya, pengelolaan barang sitaan ini akan terintegrasi dengan sistem manajemen kinerja modern dan proses bisnis yang lebih terorganisir, dengan tujuan memberikan layanan publik yang lebih akuntabel.
4. Target Penyelesaian dan Tantangan Pengelolaan Barang Bukti
Proses pengalihan pengelolaan 64 Rupbasan ini ditargetkan selesai pada akhir tahun 2025, dengan seluruh pengelolaan SDM, perlengkapan, dan aset yang terkait dengan Rupbasan dipindahkan secara efektif. Meskipun demikian, tantangan terbesar dalam pengelolaan barang bukti adalah menjaga nilai ekonomis barang sitaan, seperti mobil mewah dan barang berharga lainnya, agar tidak terdepresiasi.
Sebagai contoh, Amir Yanto mengungkapkan bahwa untuk merawat sebuah mobil mewah yang merupakan
barang sitaan, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai sekitar Rp 5 juta per bulan. Oleh karena itu, pihak Kejaksaan Agung akan mengoptimalkan sumber daya dan anggaran yang ada untuk merawat barang-barang bukti dengan baik. Dengan demikian, pengelolaan barang bukti tidak hanya berfokus pada aspek administratif, tetapi juga pada pemeliharaan nilai ekonomi dari barang-barang tersebut.
Pengalihan pengelolaan rumah barang sitaan negara ke Kejaksaan Agung merupakan langkah strategis dalam memperkuat tata kelola aset negara yang lebih efisien dan transparan. Dengan adanya pengelolaan oleh Kejaksaan Agung melalui Badan Pemulihan Aset, diharapkan barang sitaan dapat dijaga dengan baik mulai dari proses penyitaan hingga eksekusi putusan pengadilan. Selain itu, penerapan sistem manajemen berbasis elektronik dan modernisasi dalam pengelolaan aset negara akan memastikan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam proses hukum di Indonesia.