Pegawai Garuda Indonesia Terseret Sindikat Uang Palsu, Perusahaan Siap Jatuhkan Sanksi Tegas

Kuatbaca.com - Skandal peredaran uang palsu yang dibongkar kepolisian di Bogor menyeret nama besar, termasuk seorang karyawan dari perusahaan penerbangan milik negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut BUMN strategis dan melibatkan transaksi palsu miliaran rupiah.
1. Terungkapnya Sindikat Uang Palsu Bermula dari Tas Tertinggal
Kasus ini bermula dari penemuan mencurigakan di Stasiun Tanah Abang, Jakarta. Sebuah tas tertinggal di dalam gerbong KRL yang setelah diperiksa ternyata berisi uang dalam jumlah besar, yaitu Rp 316 juta. Namun, setelah diteliti lebih lanjut oleh aparat, uang tersebut diketahui palsu. Dari sinilah kepolisian memulai pengintaian untuk mengungkap jaringan yang terlibat.
Investigasi yang dilakukan mengarahkan penyelidikan ke sebuah pabrik uang palsu yang berlokasi di daerah Bubulak, Kota Bogor. Dari tempat tersebut, aparat akhirnya mengamankan delapan orang tersangka yang diduga terlibat dalam sindikat pemalsuan uang tersebut.
2. Salah Satu Tersangka Merupakan Karyawan Garuda Indonesia
Satu dari delapan tersangka diketahui berinisial BS (Bayu Setyo Aribowo), yang ternyata merupakan pegawai di Garuda Indonesia. Ia berperan sebagai pemesan uang palsu, dan keterlibatannya tentu memicu keprihatinan dari pihak perusahaan tempatnya bekerja.
Dalam pernyataan resminya, Direktur Human Capital & Corporate Services Garuda Indonesia, Enny Kristiani, menyampaikan penyesalan mendalam atas keterlibatan karyawannya. Enny menegaskan bahwa perusahaan menjunjung tinggi prinsip tata kelola yang baik dan tidak akan segan memberikan sanksi maksimal.
3. Pabrik Uang Palsu dan Modus Operasi Sindikat
Dari hasil penggeledahan di pabrik pemalsuan uang tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa mesin cetak, alat bantu produksi, dan ribuan lembar uang palsu. Jumlahnya tak tanggung-tanggung: sebanyak 23.297 lembar uang pecahan Rp 100 ribu, setara dengan Rp 3,3 miliar uang palsu. Tak hanya itu, juga ditemukan 15 lembar uang pecahan USD 100 yang diduga palsu.
Hasil penyidikan sementara mengungkap bahwa uang palsu dicetak berdasarkan permintaan, dan untuk setiap Rp 300 juta uang palsu, dibutuhkan pembayaran sebesar Rp 90 juta dalam bentuk uang asli.
4. Garuda Indonesia: Pelaku Berstatus Nonaktif Sejak 2022
Garuda Indonesia menjelaskan bahwa BS sebenarnya telah berstatus cuti di luar tanggungan perusahaan (CDTP) sejak tahun 2022. Dengan kata lain, ia tidak aktif dalam operasional perusahaan selama dua tahun terakhir dan tidak menjalankan tugas sebagai karyawan.
Meski demikian, pihak perusahaan tetap akan menindaklanjuti kasus ini secara internal dengan menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi paling berat yang disiapkan adalah Surat Peringatan Tingkat III (SP3), tergantung pada perkembangan proses hukum yang sedang berlangsung.
5. Komitmen Perusahaan Terhadap Integritas
Dalam menghadapi kasus ini, Garuda Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap etika kerja dan integritas karyawan. Enny Kristiani menyatakan bahwa perusahaan akan terus meningkatkan pengawasan dan pemantauan agar setiap insan Garuda tetap memegang teguh nilai profesionalisme.
Langkah preventif dan edukatif secara internal juga akan diperkuat, termasuk peningkatan awareness terhadap risiko pelanggaran hukum serta tindakan tegas bagi siapapun yang terbukti melanggar.
6. Tersangka Dihukum Hingga 15 Tahun Penjara
Polisi saat ini telah menahan kedelapan tersangka dan menjerat mereka dengan Pasal 26 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 244 dan/atau 245 KUHP. Ancaman hukuman yang menanti para pelaku sangat berat, yakni pidana penjara maksimal hingga 15 tahun.
Kapolsek Tanah Abang, Kompol Haris Akhmat Basuki, mengatakan bahwa penyidikan akan terus dilanjutkan untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam sindikat ini.
Keterlibatan oknum karyawan BUMN dalam kejahatan pemalsuan uang jelas mencoreng nama baik institusi negara. Namun, Garuda Indonesia menunjukkan ketegasan dengan bersikap transparan dan menjanjikan tindakan disipliner internal. Di sisi lain, publik berharap aparat dapat membongkar jaringan lebih luas agar kejahatan semacam ini tidak terus berkembang di balik ketatnya sistem perbankan dan perdagangan nasional.