PBNU Kecam Keras Video AI “Hari Pertama di Neraka”: Melecehkan Simbol Keimanan

10 June 2025 10:34 WIB
ketua-pbnu-gus-fahrur-ditemui-di-masjid-al-akbar-surabaya_169.jpeg

1. Video AI Bertema Neraka Tuai Kontroversi, PBNU Bereaksi Keras

Kuatbaca.com - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) memang membuka ruang kreasi tanpa batas. Namun, tidak semua konten yang viral dinilai positif. Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh beredarnya dua video pendek bertema "hari pertama di neraka" dan "hari kedua di neraka", yang memanfaatkan teknologi AI untuk menggambarkan suasana menyerupai neraka secara visual.

Konten tersebut segera mengundang kontroversi dan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua PBNU, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), menyampaikan bahwa konten seperti ini tidak hanya tidak etis, tetapi juga berpotensi melecehkan ajaran agama dan simbol-simbol keimanan.

2. Gus Fahrur: Konten Lecehkan Surga-Neraka Bisa Masuk Kategori Murtad

Dalam pernyataannya pada Selasa (10/6/2025), Gus Fahrur menegaskan bahwa membuat konten yang menertawakan atau merendahkan keberadaan surga dan neraka merupakan pelanggaran serius dalam konteks keagamaan. Bahkan, menurutnya, jika konten tersebut secara eksplisit menunjukkan penolakan terhadap keberadaan neraka, bisa termasuk dalam kategori murtad dan dosa besar.

“Percaya pada adanya surga dan neraka merupakan bagian dari rukun iman, dan diyakini dalam semua ajaran agama,” ucapnya. Ia mengingatkan para kreator konten agar tidak menjadikan hal-hal sakral sebagai bahan candaan atau hiburan digital.

3. Detil Video: Pria Mandi Lava dan "Vlog Neraka" Disebut Menyesatkan

Dua video yang beredar di platform YouTube memperlihatkan visual yang sangat tidak lazim. Dalam video pertama berdurasi 9 detik, seorang pria terlihat berada di aliran sungai yang menyerupai lava atau api neraka. Latar belakangnya dipenuhi kobaran api, menciptakan suasana menyeramkan namun justru dibalut dengan nada bercanda.

Video kedua yang berdurasi 41 detik bahkan lebih eksplisit. Seorang pria mengenakan baju putih membuat semacam vlog dari ‘dalam neraka’, sambil berkata santai seolah sedang melakukan aktivitas wisata. Ia bahkan mengatakan, “Liburan dulu guys, nyobain mandi lava, ternyata seru juga, panasnya mantul.”

Ungkapan ini menuai respon negatif dari masyarakat dan tokoh agama, yang menilai konten tersebut tidak pantas dan menyesatkan.

4. Respons MUI dan Seruan Etika Digital

Tak hanya PBNU, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan kecaman keras atas video tersebut. MUI menyebut bahwa konten berbasis AI semacam ini sangat berbahaya jika disebarkan tanpa tanggung jawab, karena bisa menyesatkan masyarakat, terutama generasi muda yang masih rentan terhadap pemahaman keagamaan yang dangkal.

Para ulama menyerukan agar etika dalam produksi konten digital berbasis AI harus segera dirumuskan dan ditegakkan. Konten yang berkaitan dengan simbol keagamaan, khususnya yang suci dan sakral, tidak boleh diperlakukan sembarangan, apalagi dijadikan bahan hiburan.

5. Seruan Edukasi Literasi Digital dan Hukum

Pakar teknologi informasi dan cyber ethics menilai bahwa fenomena ini adalah peringatan serius akan pentingnya literasi digital dan moralitas dalam era AI. Tanpa adanya regulasi yang jelas dan kesadaran pengguna, konten yang menyinggung agama atau kelompok tertentu dapat dengan mudah diproduksi dan disebarluaskan.

Jika dibiarkan, tren ini bisa menjadi jalan masuk bagi narasi yang melecehkan agama atau bahkan memancing konflik sosial, terutama di negara seperti Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius.

6. Kreativitas Bukan Alasan untuk Melecehkan

Konten video AI bertema “hari pertama di neraka” memang menunjukkan kecanggihan teknologi, namun tidak semua kebebasan berekspresi layak dibenarkan secara moral dan spiritual. Reaksi keras dari PBNU dan MUI menegaskan bahwa nilai-nilai keagamaan harus dihormati dan dilindungi, bahkan di ruang digital.

Kreator konten digital diingatkan agar tidak melampaui batas etika, terutama saat menyentuh aspek sensitif seperti simbol keimanan. Ke depan, tantangan dunia maya bukan hanya pada kecanggihan teknologi, tetapi pada bagaimana kemanusiaan dan etika tetap menjadi landasan dalam berkarya.

Fenomena Terkini






Trending