Mungkinkah Koperasi Desa Gantikan Tengkulak? Ini Kata Ekonom INDEF

19 April 2025 19:30 WIB
pasokan-berkurang-harga-beras-di-pasar-baru-kudus-naik-2_169.jpeg

Kuatbaca.com-Pemerintah tengah mendorong pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sebagai solusi alternatif untuk mengurangi ketergantungan petani dan nelayan terhadap tengkulak dan rentenir. Namun, para ahli menilai jalan menuju transformasi tersebut tidak semudah membalik telapak tangan.

Salah satunya adalah Tauhid Ahmad, ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF). Ia menilai bahwa butuh waktu yang tidak sebentar agar koperasi desa bisa benar-benar menggantikan peran tengkulak di pedesaan. Bahkan, ia meragukan kemungkinan peran tersebut bisa diambil alih sepenuhnya dalam waktu dekat.


1. Jumlah Koperasi Desa Aktif Masih Terbatas

Tauhid menjelaskan, jumlah koperasi desa yang aktif saat ini masih tergolong minim, yakni hanya sekitar 4.000 koperasi di seluruh Indonesia. Padahal, jika dibandingkan dengan jumlah kelompok tani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), ada sekitar 64.000 anggota yang seharusnya bisa dilibatkan dan diberdayakan menjadi koperasi produktif.

“Gapoktan saat ini masih fokus pada budidaya pertanian dan distribusi pupuk bersubsidi. Mereka belum bertransformasi menjadi lembaga yang memiliki peran seperti tengkulak, apalagi sebagai lembaga pembiayaan,” ujar Tauhid dalam wawancara.

Menurutnya, mengubah fungsi Gapoktan menjadi koperasi yang berperan layaknya tengkulak membutuhkan waktu, strategi, dan dukungan manajerial yang kuat.

2. Kendala Sosial dan Ekonomi di Lapangan

Selain kendala jumlah, Tauhid juga menyoroti hubungan sosial-ekonomi yang erat antara petani dan tengkulak. Hubungan ini bukan hanya transaksi biasa, melainkan sudah mengakar dalam sistem sosial di pedesaan, seperti adanya kepercayaan, kedekatan emosional, hingga bantuan cepat tanpa prosedur rumit.

“Tidak mudah untuk mengurangi peran tengkulak secara instan. Apalagi di beberapa wilayah, tengkulak punya kedekatan yang sangat kuat dengan petani. Hubungan ini berbasis kepercayaan, dan sering kali mereka memberikan pinjaman tanpa agunan,” katanya.


3. Koperasi Harus Punya Jiwa Bisnis Tinggi

Lebih lanjut, Tauhid menjelaskan bahwa agar koperasi bisa menggantikan peran tengkulak, diperlukan pengelola yang memiliki jiwa bisnis tinggi. Hal ini penting karena koperasi bukan sekadar organisasi sosial, tetapi juga harus beroperasi sebagai lembaga ekonomi yang efisien dan berdaya saing.

“Petani itu cenderung self-sufficient, berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Kalau koperasi ingin sukses, pengurusnya harus profesional dan memiliki orientasi bisnis yang kuat,” tambahnya.

4. Tengkulak Masih Dibutuhkan?

Meski pemerintah optimis dengan masa depan Kopdes Merah Putih, Tauhid berpandangan realistis. Ia menyebutkan bahwa dalam jangka pendek, tengkulak masih akan tetap eksis, terutama karena fleksibilitas yang mereka tawarkan tidak bisa dengan mudah ditiru oleh koperasi.

“Model koperasi yang modern sering kali tidak bisa menyamai fleksibilitas tengkulak yang mengandalkan sistem kepercayaan, kecepatan pencairan dana, dan tanpa agunan. Apalagi, dunia sekarang makin digital, dan belum tentu semua petani familiar dengan sistem tersebut,” ujarnya.

Upaya pemerintah mengembangkan Kopdes Merah Putih sebagai solusi menggantikan tengkulak patut diapresiasi. Namun, seperti yang disampaikan Tauhid Ahmad, diperlukan waktu, keseriusan, dan pembenahan manajerial agar koperasi benar-benar mampu mengambil alih peran tersebut secara efektif.

Tantangan terbesar bukan hanya pada sisi kelembagaan, tapi juga pada aspek sosial dan budaya yang

selama ini menjadi fondasi hubungan antara petani dan tengkulak. Maka dari itu, pemerintah perlu memastikan bahwa transformasi koperasi tidak hanya administratif, tetapi juga substansial dan berorientasi pada kesejahteraan petani secara berkelanjutan.

Fenomena Terkini






Trending