Mulai 2026, PNS Tak Lagi Dapat Uang Pulsa dan Uang Harian Rapat di Luar Kantor

Kuatbaca.com-Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi mengumumkan perubahan besar dalam struktur pembiayaan belanja negara untuk tahun 2026. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 mengenai Standar Biaya Masukan (SBM). Dalam kebijakan baru ini, beberapa komponen biaya operasional yang selama ini dinikmati oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan dihapus demi mendukung program efisiensi anggaran yang dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu poin yang mencolok dari kebijakan tersebut adalah penghapusan biaya komunikasi berupa uang pulsa atau paket data yang selama ini diberikan kepada PNS. Kebijakan ini berlaku bagi pegawai di instansi pusat maupun daerah, dan akan mulai efektif diterapkan mulai tahun anggaran 2026 mendatang. Pemerintah menilai fasilitas tersebut sudah tidak lagi relevan dengan kondisi kerja PNS saat ini.
1. Uang Pulsa Dihapus karena Dinilai Tak Relevan Pasca Pandemi
Dalam penjelasannya, Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu, Lisbon Sirait, mengungkapkan bahwa pemberian uang pulsa bagi PNS awalnya dimaksudkan sebagai bagian dari penyesuaian saat masa pandemi COVID-19. Ketika aktivitas kerja banyak dilakukan dari rumah, pemerintah memberikan tunjangan komunikasi guna menunjang kelancaran rapat daring dan kegiatan administratif lainnya.
Namun kini, dengan berakhirnya pandemi dan kembali normalnya pola kerja di kantor, kebutuhan akan tunjangan tersebut
dianggap sudah tidak lagi mendesak. Oleh karena itu, pada tahun anggaran 2026 mendatang, satuan biaya ini akan dihapus secara menyeluruh. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi rasionalisasi belanja barang dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran negara.
2. Uang Saku Rapat Luar Kantor Fullday Juga Turut Dihapus
Tak hanya uang pulsa, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus satuan biaya uang harian rapat di luar kantor untuk durasi seharian penuh (fullday) tanpa menginap. Sebelumnya, PNS yang melakukan rapat di luar kantor akan mendapatkan dua komponen biaya: biaya paket rapat dan uang harian rapat. Namun pada 2026, hanya biaya paket rapat yang akan diberikan.
Penghapusan ini merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya yang sudah lebih dulu mencabut uang saku rapat setengah hari (halfday) sejak awal 2025. Kini, hanya kegiatan rapat luar kantor yang berlangsung seharian penuh dengan kebutuhan menginap (fullboard) yang akan mendapat uang harian sebesar Rp130.000 per orang per hari. Langkah ini diyakini dapat memangkas anggaran secara signifikan dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas dinas.
3. Rapat Luar Kantor Diperketat, Tak Bisa Lagi Asal Gelar
Lebih lanjut, Lisbon menegaskan bahwa pelaksanaan rapat di luar kantor tidak bisa lagi dilakukan sembarangan. Pemerintah menerapkan syarat ketat agar kegiatan tersebut hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain adanya urgensi pencapaian output instansi, keterlibatan lintas kementerian atau lembaga, serta kehadiran narasumber eksternal yang relevan.
Dengan mekanisme baru ini, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan rapat memiliki dampak nyata terhadap kinerja instansi. Langkah ini juga ditujukan untuk menghindari pemborosan anggaran yang kerap terjadi saat kegiatan rapat dilakukan dengan tujuan yang tidak jelas atau sekadar formalitas belaka.
Penghapusan uang pulsa dan uang saku rapat fullday dalam Standar Biaya Masukan (SBM) tahun 2026 menandai pergeseran besar dalam pengelolaan belanja negara. Pemerintah secara tegas memprioritaskan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran, termasuk dalam pembiayaan operasional pegawai negeri.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong budaya kerja yang lebih produktif, akuntabel, dan hemat biaya. Para PNS didorong untuk lebih fokus pada pencapaian kinerja dan tujuan strategis instansi, tanpa bergantung pada insentif-insentif kecil yang sebelumnya diberikan secara rutin. Dengan demikian, arah kebijakan fiskal negara ke depan menjadi lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.