Modus Penipuan Kripto Terbongkar: Scammer Dirikan Perusahaan Cangkang Fiktif di Indonesia

2 May 2025 19:24 WIB
konferensi-pers-kasus-penipuan-kripto-di-polda-metro-jaya-wildandetikcom-1746178229233_169.jpeg

1. Polisi Bongkar Skema Penipuan Kripto Internasional Bermodal Perusahaan Fiktif

Kuatbaca.com - Polda Metro Jaya mengungkap siasat baru dalam kasus penipuan daring bermodus investasi saham dan kripto internasional. Pelaku membangun perusahaan cangkang dengan identitas direksi dan komisaris fiktif, yang terdaftar secara legal di Indonesia. Modus ini digunakan untuk memperdaya korban agar percaya bahwa mereka berinvestasi melalui perusahaan resmi.

Skema ini menyebabkan kerugian lebih dari Rp 18 miliar, dengan korban tersebar di berbagai wilayah seperti Jakarta, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

2. Perusahaan Legal dengan Direksi Ilegal

Menurut penjelasan Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Roberto GM Pasaribu, perusahaan-perusahaan ini memang terdaftar resmi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU). Namun, yang menjadi persoalan adalah bahwa jajaran direksi, pemilik saham, dan komisaris hanya nama fiktif yang dipinjam identitasnya.

"Ini perusahaan resmi secara hukum, tapi pemilik saham dan direksinya fiktif. Identitas mereka dipinjam untuk membuka rekening dan mengalirkan dana dari para korban," ujar Roberto.

3. Identitas Warga Dipinjam, Notaris Dilibatkan

Dalam menjalankan aksinya, pelaku salah satunya tersangka SP, WNI bertugas mencari masyarakat yang bersedia meminjamkan identitasnya, termasuk KTP, untuk proses pembuatan perusahaan di hadapan notaris. Mereka lalu mengatur seluruh dokumen seolah-olah perusahaan tersebut benar-benar menjalankan aktivitas bisnis.

"Mereka datang ke notaris membawa nama dan identitas orang yang seolah-olah menjadi komisaris dan direktur. Tapi semuanya hanya formalitas," jelas Roberto.

4. Taktik Penipuan: Buat Korban Percaya Lewat Perusahaan Palsu

Modus membuat perusahaan fiktif ini dimaksudkan agar korban percaya bahwa mereka berinvestasi melalui institusi legal dan terpercaya. Perusahaan inilah yang dijadikan "titik masuk" dalam membangun citra profesional dan kredibel, meskipun seluruh kegiatannya hanya untuk menipu.

Pelaku juga secara aktif menyasar korban melalui media sosial seperti Facebook, menawarkan imbal hasil tinggi dari investasi kripto hingga 150% dari modal awal. Setelah korban menanam modal, uang mereka kemudian disalurkan ke rekening perusahaan fiktif tersebut.

5. Tersangka: WNI dan WNA Malaysia Bekerja Sama

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan dua tersangka:

  • SP, warga negara Indonesia yang berperan dalam merekrut orang untuk dipinjam identitasnya
  • YCF, warga negara Malaysia, yang disebut sebagai pengendali operasional dan pemodal utama

Kolaborasi lintas negara ini menunjukkan bahwa skema penipuan online semakin kompleks dan terorganisir, sehingga memerlukan kerja sama lintas lembaga untuk memberantasnya.

6. Jeratan Hukum untuk Para Pelaku

Kedua tersangka dijerat dengan beberapa pasal berat dalam perundang-undangan Indonesia, antara lain:

  • Pasal 45A ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
  • Pasal 378 KUHP tentang penipuan
  • Serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Ancaman hukuman bisa mencapai belasan tahun penjara, mengingat skala kerugian dan kompleksitas tindak pidana ini.

7. Polisi Terus Dalami Jejak dan Jejaring Pelaku

Kepolisian menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Fokus utama saat ini adalah mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk mereka yang meminjamkan identitas atau ikut menandatangani akta-akta palsu.

Polda Metro Jaya juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran investasi menggiurkan, apalagi yang dilakukan secara daring tanpa kejelasan badan hukum, alamat kantor, maupun legalitas operasionalnya.

Kasus penipuan kripto internasional ini menjadi pengingat bahwa di balik label “perusahaan resmi” bisa saja tersembunyi jaringan kejahatan siber yang terorganisir. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan memverifikasi legalitas perusahaan sebelum menyerahkan dana investasi. Aparat penegak hukum pun didorong untuk terus memperkuat pengawasan terhadap penyalahgunaan identitas dalam pendirian perusahaan fiktif.

Fenomena Terkini






Trending