Merawat Sejarah Papua dalam Bingkai NKRI: Dari PEPERA ke Koperasi Desa

27 June 2025 17:44 WIB
wamenkop-ferry-juliantono-1751004603725_169.jpeg

1. Menyapa Papua, Mengingat Kembali Sejarah Persatuan

Kuatbaca.com - Kehadiran Wakil Menteri Koperasi dan UKM RI, Ferry Juliantono, di Manokwari, Papua pada 27 Juni 2025 bukan sekadar kunjungan kerja biasa. Lebih dari itu, Ferry mengajak bangsa Indonesia untuk kembali merenungkan sejarah panjang Papua sebagai bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Meski Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya sejak 1945, wilayah Papua—dulu dikenal sebagai Irian Barat—masih berada dalam kendali kolonial Belanda. Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, namun tetap bersikeras mempertahankan Papua.

Situasi berubah drastis pada 1962, ketika Belanda menyerahkan wilayah Papua kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority). Setahun kemudian, UNTEA resmi menyerahkan Papua kepada Indonesia. Namun, ketegangan dengan Belanda belum sepenuhnya berakhir.

2. PEPERA dan Penegasan Kedaulatan di Tanah Papua

Perdebatan mengenai status Papua akhirnya mencapai titik krusial melalui Perjanjian New York 1962. Salah satu klausul penting dalam perjanjian tersebut adalah pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969. Hasil PEPERA secara resmi menyatakan bahwa rakyat Papua memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Sejak saat itu, nama Irian Barat berubah menjadi Irian Jaya pada 1973, dan pada 2001 berganti menjadi Papua. Perjalanan politik ini tidak hanya simbolis, tetapi menjadi bagian penting dari rekam jejak diplomasi dan integrasi nasional.

Namun, kedaulatan sejati bukan hanya soal wilayah. Bagi Ferry Juliantono, kedaulatan itu harus tercermin dalam keadilan dan kemakmuran yang dirasakan oleh setiap warga negara, termasuk rakyat Papua.

Dalam perspektif ini, integrasi Papua ke dalam Indonesia harus dimaknai sebagai komitmen untuk mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan.

3. Lima Hak Dasar untuk Rakyat Papua

Untuk mewujudkan keadilan sosial sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945, Ferry menekankan pentingnya pemenuhan lima hak dasar rakyat Papua. Pertama, hak atas sandang, pangan, dan papan. Kedua, hak atas pendidikan dan pelestarian budaya lokal.

Ketiga, hak atas pekerjaan yang layak, pelayanan kesehatan, dan jaminan sosial. Keempat, hak atas perlindungan hukum, keamanan sosial, dan hak asasi manusia. Kelima, hak atas infrastruktur serta lingkungan hidup yang aman, sehat, dan berkelanjutan.

Kelima hak ini menjadi fondasi utama dalam menciptakan Papua yang sejahtera dan berdaya. Namun, semua itu tak bisa diraih tanpa memperkuat fondasi ekonomi rakyat di akar rumput.

Di sinilah peran koperasi desa menjadi penting sebagai instrumen demokrasi ekonomi yang berpihak kepada rakyat Papua sebagai subyek, bukan hanya obyek pembangunan.

4. Koperasi Desa sebagai Pilar Ekonomi Rakyat Papua

Presiden Prabowo, melalui instruksi kepada kementerian terkait, mendorong pembentukan Koperasi Desa di seluruh pelosok tanah air, termasuk Papua. Inisiatif ini bertujuan mengangkat potensi desa dengan membagi keuntungan usaha langsung kepada masyarakat lokal.

Koperasi desa difokuskan pada tiga sektor utama: produksi, distribusi, dan industri lokal. Dengan pendekatan ini, masyarakat desa, khususnya di Papua, diharapkan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah.

Ferry menekankan bahwa pembangunan ekonomi berbasis koperasi harus sesuai dengan potensi lokal. Untuk itu, di Papua, koperasi desa diarahkan ke sektor-sektor strategis seperti pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata berbasis budaya, serta pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.

Langkah awal sudah dimulai dengan percontohan model koperasi desa (mock up) yang akan segera diresmikan. Meskipun berbentuk simulasi, unit ini akan menjadi landasan pengembangan koperasi desa secara nyata.

5. Sinergi dan Komitmen Berkelanjutan dari Pusat hingga Kampung

Ferry menyadari bahwa keberhasilan program koperasi desa tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat. Dibutuhkan sinergi semua pihak—dari pemerintah provinsi, kabupaten, kota hingga desa. Komitmen bersama sangat penting agar koperasi tidak hanya menjadi proyek jangka pendek, tetapi motor penggerak ekonomi rakyat yang berkelanjutan.

Inspirasi dari daerah lain seperti Maluku juga menjadi contoh. Di sana, koperasi desa berfokus pada komoditas khas seperti rempah-rempah, pertanian lokal, dan peternakan. Hal yang sama dapat diterapkan di Papua dengan penyesuaian potensi masing-masing wilayah.

Dengan menempatkan masyarakat sebagai aktor utama, program koperasi desa dapat menjawab tantangan kesejahteraan di Papua. Ini bukan perkara mudah, tetapi dengan tekad dan kebersamaan, perubahan itu mungkin terjadi.

Melalui pendekatan sejarah dan ekonomi yang inklusif, Ferry Juliantono mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak melupakan akar sejarah Papua dalam NKRI. Sekaligus memperjuangkan masa depan Papua melalui ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.

Sebagai Wakil Menteri Koperasi dan Koordinator Satgas Nasional Koperasi Desa Merah Putih, Ferry percaya bahwa masa depan Papua akan cerah jika rakyatnya diberdayakan melalui koperasi desa yang kuat dan berkelanjutan.

Fenomena Terkini






Trending