Mengenal Tiga Serangkai: Pendiri Indische Partij dan Pelopor Nasionalisme Indonesia

20 May 2025 09:40 WIB
tiga-serangkai-adalah-dr-tjipto-mangunkusumo-dr-douwes-dekker-dan-suwardi-suryoningrat-ki-hajar-dewantara_169.jpeg

1. Indische Partij dan Lahirnya Tiga Serangkai

Kuatbaca.com - Di masa awal abad ke-20, Indonesia mengalami masa kebangkitan nasional, ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi yang memperjuangkan kesadaran kebangsaan. Salah satu organisasi penting yang lahir saat itu adalah Indische Partij (IP), yang didirikan pada 25 Desember 1912 oleh tiga tokoh besar pergerakan nasional: Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai", simbol perjuangan politik yang berani dan terbuka menentang penjajahan Belanda.

Indische Partij merupakan organisasi politik pertama yang secara jelas menyerukan kemerdekaan Hindia Belanda (Indonesia), menyatukan penduduk pribumi dan keturunan Eropa dalam satu gerakan melawan kolonialisme.

2. Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi): Pemikir Revolusioner dari Pasuruan

Ernest Francois Eugene Douwes Dekker lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada 8 Oktober 1879. Ia merupakan keturunan Indo-Eropa dan saudara dari Eduard Douwes Dekker (Multatuli), penulis legendaris buku Max Havelaar yang mengkritik sistem tanam paksa.

Douwes Dekker adalah jurnalis, penulis, dan pejuang politik yang lantang mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Lewat tulisan-tulisan tajamnya di media massa dan pidato politik, ia berupaya membangkitkan kesadaran nasional. Dalam perjalanannya, ia kemudian mengganti nama menjadi Danudirja Setiabudi, sebagai bentuk identitas nasional Indonesia.

Ia wafat di Lembang pada 28 Agustus 1950, dan dikenang sebagai pelopor nasionalisme yang menjembatani semangat perjuangan dari berbagai golongan masyarakat.

3. dr. Cipto Mangunkusumo: Dokter Pejuang dengan Suara Kritis

Lahir pada 4 Maret 1886 di Jepara, dr. Cipto Mangunkusumo adalah tokoh intelektual dan aktivis yang dikenal karena keberaniannya menentang penjajahan melalui jalur politik dan tulisan. Ia menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan memilih berjuang bukan hanya di bidang kesehatan, tetapi juga politik.

Cipto aktif menulis dan berpidato untuk mengkritik ketidakadilan sosial di bawah penjajahan Belanda. Ia berperan besar dalam mendorong rakyat untuk memahami hak-haknya sebagai bangsa terjajah. Meski beberapa kali diasingkan oleh pemerintah kolonial, semangatnya tidak pernah surut.

Ia meninggal dunia pada 8 Maret 1943 dan namanya diabadikan dalam nama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.

4. Ki Hajar Dewantara: Bapak Pendidikan Nasional dan Aktivis Anti-Penjajahan

Raden Mas Suwardi Suryaningrat, yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia berasal dari kalangan bangsawan Paku Alam, namun memilih untuk meninggalkan gelarnya demi membaur dengan rakyat.

Selain dikenal sebagai pendiri Taman Siswa—lembaga pendidikan yang memberikan akses pendidikan bagi rakyat jelata—Ki Hajar juga aktif menulis kritik terhadap penjajahan Belanda. Tulisannya yang terkenal berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda" menjadi alasan utama pengasingannya ke Belanda bersama dua rekan Tiga Serangkai.

Sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar dikenang melalui semboyannya yang legendaris: Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Ia wafat di Yogyakarta pada 26 April 1959 dan setiap tanggal kelahirannya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Warisan Tiga Serangkai dalam Sejarah Perjuangan Indonesia

Tiga Serangkai bukan hanya sekadar pendiri Indische Partij, tetapi merupakan simbol kesadaran nasional dan keberanian intelektual dalam melawan kolonialisme. Perjuangan mereka melalui politik, tulisan, dan pendidikan telah membuka jalan menuju kemerdekaan Indonesia.

Warisan pemikiran dan perjuangan Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara terus hidup hingga kini, menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus memperjuangkan keadilan, kemerdekaan berpikir, dan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan kesetaraan.

Fenomena Terkini






Trending