Kuatbaca.com-New York, kota yang tak pernah tidur, selalu memiliki sisi menarik untuk dikulik. Tak hanya soal gedung pencakar langit atau tempat wisata populer, tetapi juga tentang kehidupan sehari-hari warganya. Salah satunya adalah sistem transportasi subway yang sudah berusia lebih dari seabad dan program sosial berupa bantuan pangan yang menyentuh hati.
Subway atau kereta bawah tanah di New York merupakan salah satu jaringan transportasi tertua di dunia. Sistem ini secara resmi dimulai pada 27 Oktober 1904, namun ada beberapa stasiun yang telah digunakan sejak akhir abad ke-19. Saat ini, terdapat lebih dari 470 stasiun yang tersebar di berbagai sudut kota.
Berbeda dengan sistem MRT yang modern seperti di Jakarta, stasiun-stasiun subway di New York menampilkan nuansa klasik yang autentik. Dinding keramik tua, tangga batu yang kokoh, serta gerbang masuk bergaya kuno menciptakan suasana khas yang tidak ditemukan di sistem transportasi lain. Meski terlihat usang, nilai historis dari setiap sudut stasiun membuat pengalaman bertransportasi terasa berbeda.
Walau usianya sudah lebih dari 100 tahun, subway tetap menjadi andalan utama masyarakat New York. Dengan harga tiket sebesar 2,9 dolar Amerika Serikat, warga dapat menjangkau berbagai destinasi dalam kota dengan mudah dan terjangkau. Tersedia pula opsi tiket mingguan unlimited seharga 34 dolar, cocok untuk mereka yang beraktivitas padat setiap hari.
Namun, karena usia sistem ini sudah sangat tua, hanya sekitar 140 dari 472 stasiun yang sudah dilengkapi dengan lift. Sisanya masih mengandalkan tangga konvensional, yang kadang menyulitkan bagi lansia dan penyandang disabilitas.
Di dalam kereta, penumpang bisa menemukan beragam pemandangan sosial: dari mereka yang asyik membaca, berbincang, hingga musisi jalanan yang menghibur dengan lagu-lagu berkualitas. Ada juga penumpang dengan gaya berpakaian unik, bahkan sesekali yang dalam kondisi mabuk—sebuah cerminan keberagaman karakteristik warga kota besar.
Satu hal menarik dari sistem transportasi New York adalah integrasi antar moda. Tiket subway juga bisa digunakan untuk naik bus dan bahkan tram yang melayang di atas East River menuju Roosevelt Island. Tram ini memberikan pemandangan indah kota dari
atas ketinggian, membuatnya menjadi pengalaman yang tak hanya fungsional, tapi juga menyenangkan.
Roosevelt Island sendiri adalah pulau kecil di tengah East River, terletak di antara Manhattan dan Queens. Tempat ini kerap menjadi destinasi wisata alternatif, terutama bagi warga lokal yang ingin sejenak menjauh dari hiruk-pikuk kota.
Di balik modernitas dan gemerlapnya New York, tersimpan fakta yang menyentuh: lebih dari 1,3 juta penduduk kota ini hidup dalam kesulitan ekonomi dan tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan makan harian. Sebagai respons atas kondisi ini, hadir organisasi nirlaba Food Bank NYC yang berperan penting dalam menyediakan bantuan pangan.
Sejak berdiri pada tahun 1983, Food Bank NYC telah mendistribusikan lebih dari 1,8 miliar paket makanan kepada masyarakat yang membutuhkan. Mereka bekerja sama dengan berbagai komunitas dan donatur untuk memastikan tidak ada warga yang kelaparan di tengah kota metropolitan ini.
Yang lebih mengesankan, pada bulan Ramadhan tahun 2025, organisasi ini juga menyediakan makanan halal bagi umat Muslim
yang menjalankan ibadah puasa. Langkah ini menunjukkan komitmen inklusif mereka dalam membantu seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya.
Perjalanan menyusuri subway New York tak hanya mengungkap kisah tentang sistem transportasi tua yang tetap berfungsi, tetapi juga memperlihatkan sisi lain kota yang sering tersembunyi dari wisatawan. Dari integrasi moda transportasi hingga peran organisasi sosial seperti Food Bank NYC, New York mengajarkan bahwa kota besar bukan hanya tentang kemajuan, tapi juga kepedulian. Sebuah pelajaran penting tentang bagaimana infrastruktur dan kemanusiaan bisa berjalan beriringan di tengah padatnya kehidupan urban.