Kronologi Penembakan Operator Ekskavator oleh Ketua GRIB Harjamukti: Air Gun Pietro Baretta Jadi Barang Bukti Utama

16 May 2025 00:30 WIB
pistol-air-gun-milik-ketua-grib-jaya-harjamukti-devidetikcom-1747326003235_169.jpeg

Kuatbaca.com-Insiden penembakan oleh seorang tokoh ormas kembali mengguncang publik. Ketua GRIB Jaya Harjamukti, Tony Simanjuntak (45), ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menembak seorang operator alat berat menggunakan senjata jenis air gun. Aksi nekat ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang penyalahgunaan senjata non-militer oleh individu yang memiliki pengaruh di lingkungan masyarakat.

Senjata yang digunakan dalam aksi ini adalah air gun jenis Pietro Baretta Gardone berwarna hitam. Senjata ini turut diamankan sebagai barang bukti utama bersama sembilan butir gotri berwarna emas yang ditemukan dalam tas selempang tersangka.


1. Penembakan Terjadi Saat Proyek Pemagaran di Depok

Kejadian bermula saat sejumlah pekerja dari PT PP tengah melaksanakan pekerjaan pemagaran di atas lahan perusahaan yang berlokasi di Kampung Baru, Harjamukti, Depok. Salah satu pekerja, berinisial AK, ditugaskan sebagai operator ekskavator dalam proyek tersebut. Namun sekitar pukul 09.30 WIB pada Senin, 23 Desember 2024, kegiatan tersebut mendadak terganggu oleh kehadiran Tony Simanjuntak.

Dengan alasan yang belum dijelaskan secara rinci ke publik, Tony menghadang proyek tersebut dan mengeluarkan senjata air gun. Ia lalu mengarahkan senjata itu ke arah ekskavator dan menembakkan tiga peluru. Dua peluru mengenai kaca belakang ekskavator hingga pecah, sementara satu peluru lainnya mengenai lutut kiri operator.


2. Pekerja Panik, Lokasi Proyek Langsung Ditinggalkan

Akibat penembakan tersebut, situasi di lokasi proyek menjadi mencekam. Para pekerja yang berada di tempat langsung mundur dan meninggalkan pekerjaan mereka karena ketakutan. Korban penembakan dilaporkan mengalami luka dan trauma, sementara rekan-rekannya pun turut syok akibat insiden kekerasan yang terjadi di tengah pekerjaan.

Peristiwa ini menimbulkan keresahan masyarakat, terlebih karena pelaku merupakan tokoh organisasi masyarakat (ormas) yang seharusnya menjadi panutan. Aksi tersebut juga memperlihatkan betapa pentingnya regulasi ketat atas kepemilikan dan penggunaan senjata jenis air gun yang kerap disalahgunakan sebagai alat intimidasi.


3. Barang Bukti Diamankan, Tersangka Dijerat Pasal Berlapis

Setelah kejadian, pihak kepolisian langsung bergerak cepat. Dalam penggeledahan, polisi menemukan senjata air gun Pietro Baretta Gardone buatan Italia lengkap dengan magasin dan sembilan butir gotri berwarna emas. Senjata ini termasuk dalam kategori senjata yang kepemilikannya harus diawasi secara ketat berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Tony Simanjuntak dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat tersebut atas kepemilikan senjata, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Ancaman hukumannya pun tidak main-main, mengingat senjata yang digunakan menyebabkan luka pada korban dan mengganggu ketertiban umum.


4. Penangkapan Berujung Kericuhan, Mobil Polisi Dibakar Massa

Penangkapan Tony Simanjuntak yang dilakukan pada 18 April 2025 ternyata tidak berjalan mulus. Saat proses penangkapan berlangsung, sekelompok massa yang diduga berasal dari ormas GRIB Jaya melakukan tindakan anarkis. Mereka merusak dan membakar mobil milik Satreskrim Polres Metro Depok sebagai bentuk protes atas penahanan ketua mereka.

Aksi balasan ini menjadi perhatian khusus aparat keamanan dan publik. Tindakan kekerasan lanjutan ini tidak hanya memperkeruh suasana, tapi juga memperlihatkan urgensi untuk mengontrol aktivitas ormas dan memastikan mereka tidak berada di atas hukum. Pihak kepolisian menyatakan bahwa berkas perkara Tony sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU), menandakan bahwa kasus ini segera naik ke tahap persidangan.

Kasus penembakan oleh Ketua GRIB Jaya Harjamukti menjadi pengingat keras akan bahaya penyalahgunaan senjata meski tergolong non-militer. Aksi yang awalnya bisa diselesaikan dengan mediasi justru berakhir dengan kekerasan, luka fisik, dan kerusakan publik. Penegakan hukum yang adil, transparan, dan tegas diharapkan menjadi solusi agar kejadian serupa tak lagi terulang di masa depan.

Fenomena Terkini






Trending