KPK Ungkap Kerugian Negara Rp 1,2 Triliun dalam Kasus Dana Operasional Eks Gubernur Papua

Kuatbaca.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan dana penunjang operasional dan program pelayanan kedinasan untuk kepala daerah serta wakil kepala daerah di Pemerintah Provinsi Papua pada tahun 2020 hingga 2022. Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang timbul dari kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 1,2 triliun.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa kasus ini melibatkan tersangka Deus Enumbi, yang menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua. Penyidikan mengarah pada dugaan keterlibatan mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang kini telah meninggal dunia.
1. Penyidikan dan Upaya Pemulihan Aset
Selain memeriksa tersangka utama, penyidik KPK juga mendalami informasi dari saksi berinisial WT, seorang penyedia jasa money changer di Jakarta. Pemeriksaan saksi ini bertujuan menelusuri aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut sebagai bagian dari upaya asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.
Dalam konteks ini, KPK berharap pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Papua, dapat menunjukkan komitmen kuat dalam pencegahan korupsi. KPK melalui koordinasi dan supervisi intensif terus mendampingi dan mengawasi pelaksanaan tata kelola keuangan di daerah.
Namun, berdasarkan data Monitoring, Controlling, Surveillance, and Prevention (MCSP) tahun 2024, skor Papua mengalami penurunan signifikan menjadi 38 poin dibandingkan skor 55 poin di tahun sebelumnya. Hal ini menjadi perhatian serius KPK dalam upaya peningkatan tata kelola pemerintahan di Papua.
2. Dana Operasional Fantastis dan Regulasi yang Membuatnya Terkesan Legal
Dana operasional yang menjadi sorotan dalam kasus ini terbilang luar biasa besar, mencapai Rp 1 triliun per tahun. Bahkan dalam sehari, mantan Gubernur Lukas Enembe tercatat menggunakan dana operasional atau uang makan sebesar Rp 1 miliar.
Lebih jauh, KPK menemukan bahwa dana besar tersebut bukan sekadar digunakan secara sembarangan, melainkan sudah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Pergub tersebut berfungsi menyamarkan penggunaan dana sehingga terlihat legal dan sulit terdeteksi oleh pengawasan, termasuk dari Kementerian Dalam Negeri.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Pergub tersebut dibuat untuk mengaburkan aliran dana dengan memasukkannya ke pos makan dan minum sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
3. Tantangan Pengawasan dan Dukungan Masyarakat Papua
Kasus ini bukan hanya menjadi ujian bagi KPK dalam menegakkan hukum, tetapi juga tantangan bagi sistem pengawasan tata kelola pemerintahan di Papua. Pengaturan dana operasional yang terlalu besar dan penggunaan aturan yang memuluskan penyalahgunaan dana memperlihatkan celah yang harus segera diperbaiki.
Di sisi lain, KPK mengapresiasi dukungan masyarakat Papua yang terus memberikan informasi dan membantu proses penegakan hukum. Peran aktif masyarakat menjadi faktor penting dalam memastikan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan kerugian negara dapat dipulihkan.
Kasus korupsi dana operasional ini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat memperkuat sistem pengawasan agar sumber daya negara digunakan secara
tepat guna demi kesejahteraan masyarakat.