KPAI Minta Program Anak Nakal Masuk Barak Militer Dihentikan Sementara untuk Evaluasi

Kuatbaca.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah provinsi Jawa Barat meninjau ulang program penempatan anak-anak bermasalah ke barak militer. Program yang sempat digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ini dinilai berpotensi melanggar prinsip perlindungan anak sebagaimana tertuang dalam undang-undang.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, secara tegas menyatakan bahwa pihaknya sudah menyerahkan hasil pengawasan ke pemerintah daerah, dan menyarankan agar program tersebut dihentikan sementara. Evaluasi menyeluruh terhadap regulasi serta pelaksanaan program dianggap sebagai langkah yang paling bijak untuk saat ini.
“Program ini sebaiknya tidak dilanjutkan dulu sampai dilakukan evaluasi. Kami ingin memastikan bahwa pendekatan yang diambil tidak melanggar prinsip non-diskriminasi dan tidak memberi label negatif pada anak-anak,” ujar Jasra saat ditemui usai rapat dengan Komisi XIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Menurut Jasra, istilah “anak nakal” tidak dikenal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Sebaliknya, undang-undang tersebut menggunakan istilah “anak dalam perlindungan khusus”, yaitu mereka yang membutuhkan pendekatan yang lebih berempati, bukan yang bersifat menghukum atau militeristik.
1. Labelisasi dan Pendekatan Militer Dinilai Tak Sesuai
Jasra mengungkapkan keprihatinannya terhadap Surat Edaran Gubernur yang menggunakan istilah "anak nakal", karena dapat menimbulkan labelisasi dan stigma negatif terhadap anak. Label semacam itu, menurut KPAI, bisa berdampak jangka panjang terhadap psikologi dan perkembangan anak.
“Surat edaran tersebut berpotensi melanggar hak anak karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan dan pendekatan non-diskriminatif,” tegasnya.
Selain dari sisi regulasi, KPAI juga telah meninjau langsung sarana dan prasarana di beberapa barak militer yang digunakan untuk menampung anak-anak. Hasilnya, ditemukan bahwa fasilitas serta pendekatan di setiap barak berbeda-beda dan belum memenuhi standar perlindungan anak.
“Melatih anak itu bukan seperti melatih militer. Dibutuhkan perspektif perlindungan anak, mulai dari komunikasi hingga metode pembinaan. Kita butuh adanya safe child guarding, bagaimana etika memperlakukan anak dan memahami kebutuhan mereka,” kata Jasra.
2. Perlu Keterlibatan Lembaga Anak dan Evaluasi Program Serupa
KPAI juga mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap lembaga-lembaga pemerintah daerah yang selama ini berfungsi sebagai tempat pembinaan dan rehabilitasi anak. Jasra menilai, seharusnya lembaga seperti sekolah, rumah rehat, dan panti sosial bisa dimaksimalkan terlebih dahulu, sebelum memilih opsi yang lebih ekstrem seperti penempatan di barak militer.
“Kami ingin tahu, apakah lembaga-lembaga ini sudah berjalan efektif atau tidak? Jangan sampai solusi yang dipilih justru menyimpang dari prinsip pendidikan dan pembinaan yang ramah anak,” ucapnya.
Selain itu, KPAI juga menyoroti penggunaan anggaran serta kompetensi SDM dalam program-program pembinaan anak. Mereka berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan setiap program yang melibatkan anak-anak sebagai penerima manfaat.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah efektivitas program ini dalam mengubah perilaku anak. Jasra menekankan pentingnya evaluasi dari hasil pembinaan gelombang pertama anak-anak yang sudah ditempatkan di barak, untuk melihat dampaknya terhadap perilaku dan kesejahteraan mereka.
3. Keseimbangan antara Disiplin dan Perlindungan Anak
KPAI menegaskan bahwa pihaknya tidak anti terhadap upaya penegakan disiplin atau pembinaan terhadap anak-anak yang bermasalah. Namun, pendekatan yang digunakan haruslah berbasis pada hak anak dan prinsip pendidikan yang positif, bukan berbasis kekerasan, ketakutan, atau paksaan.
“Anak-anak yang disebut ‘nakal’ justru membutuhkan pendekatan yang lebih humanis dan penuh empati. Banyak dari mereka berasal dari keluarga yang tidak harmonis, kurang kasih sayang, atau mengalami tekanan sosial,” terang Jasra.
Ia juga mengingatkan bahwa pendekatan militeristik rentan menimbulkan trauma baru, apalagi jika pelatihnya tidak dibekali pemahaman khusus tentang psikologi anak. Oleh karena itu, pelatihan kepada petugas dan pengasuh juga menjadi bagian penting dari reformasi program ini.
Dengan berbagai catatan tersebut, KPAI berharap Gubernur Jawa Barat dan pemerintah daerah bersedia mengevaluasi total program penempatan anak ke barak, demi menciptakan sistem pembinaan anak yang benar-benar berpihak pada masa depan mereka.