KPAI Desak Pelaku Perundungan hingga Masuk Sumur di Bandung Diadili

Kuatbaca.com - Sebuah peristiwa mengerikan terjadi di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, ketika seorang siswa SMP berusia 13 tahun menjadi sasaran perundungan ekstrem. Kekerasan fisik dan psikologis yang dialaminya tidak biasa: korban dipaksa meminum tuak, menghisap rokok, dan bahkan dibuang ke dalam sumur. Aksi ini telah menyebar di media sosial dan mendapatkan sorotan luas dari publik. Tiga orang pelaku telah ditetapkan, satu di antaranya seorang dewasa sementara dua lainnya masih berstatus anak di bawah umur.
1. KPAI Kecam Tindakan Pelaku Dewasa
Komisioner KPAI Kawiyan mengecam keras kasus kekerasan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan seorang dewasa terhadap anak di bawah umur melanggar undang-undang perlindungan anak. Ia menegaskan:
“Pelaku yang merupakan orang dewasa melanggar Pasal 76C UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak... Pelaku diancam Pasal 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara 3,5 tahun.”
Kawiyan juga menegaskan bahwa yang sudah berusia dewasa seharusnya menjadi pelindung, bukan pelaku kekerasan terhadap anak.
2. Pelaku Anak Butuh Pendidikan dan Bimbingan
Bukan hanya pelaku dewasa yang disoroti, KPAI juga prihatin terhadap dua pelaku di bawah umur. Menurut Kawiyan, mereka perlu mendapatkan pendampingan dan pendidikan khusus agar tidak mengulangi tindakan kekerasan serupa. Kawiyan menambahkan bahwa polisi perlu menyelidiki latar belakang psikologis para pelaku muda ini, guna merancang rehabilitasi dan edukasi yang sesuai. Tindakan ini penting agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari.
3. Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Mencegah Perundungan
KPAI juga menyoroti pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam mencegah kekerasan semacam ini. Kawiyan menyatakan bahwa orang tua harus aktif mengawasi anak setelah pulang sekolah. Pendekatan edukatif dan pengawasan intensif diperlukan agar anak-anak tetap merasa aman. Di sisi lain, sekolah tidak hanya bertugas memberikan pendidikan akademik, tetapi juga menjadi wadah dimana nilai-nilai penghormatan dan toleransi perlu ditanamkan. Dalam hal ini, kolaborasi antara guru, orang tua, dan masyarakat menjadi krusial untuk menciptakan budaya sekolah yang aman dan sehat.
4. Upaya Edukasi Toleransi dan Pencegahan Kekerasan
Kawiyan menegaskan, "Anak-anak harus diajari dan diberi contoh untuk bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat." Lingkungan yang saling menghormati harus dibangun sejak dini agar anak-anak memahami pentingnya keragaman dan tidak memilih kekerasan sebagai solusi konflik. Program-program sekolah seperti edukasi anti-bullying, pelatihan resolusi konflik, dan sosialisasi dampak kekerasan menjadi langkah preventif yang efektif.
5. Respons Hukum terhadap Pelaku
Kapolsek Ciparay Iptu Ilmansyah menyatakan bahwa ketiga pelaku telah diamankan dan dibawa ke Mapolsek Ciparay pada Selasa, 24 Juni 2025. Dari jumlah tersebut, satu pelaku berasal dari kalangan dewasa (MF, berusia 20 tahun) dan dua lainnya masih di bawah umur. Proses hukum terus berjalan, dengan pelaku dewasa menghadapi ancaman hukuman sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak. Penanganan untuk pelaku di bawah umur akan melalui jalur Peradilan Anak, dengan pendekatan yang menitikberatkan pada pendidikan, rehabilitasi, dan pemulihan mental.
6. Pentingnya Sistem Terintegrasi dalam Penanganan Bullying
Kasus ini menggambarkan perlunya sistem penanganan bullying secara terpadu dan serius. Mulai dari pencegahan di sekolah, pengawasan intensif oleh orang tua, kebijakan penegakan hukum, hingga program rehabilitasi untuk pelaku dan dukungan bagi korban. KPAI menilai bahwa hanya dengan pendekatan menyeluruh seperti ini, kejadian serupa dapat dicegah secara efektif di masa depan.